AMALAN-AMALAN PENGHAPUS PAHALA (Ori)

Oleh: Zahir Al-Minangkabawi

JANGAN DIURAI KEMBALI

Siapa di antara manusia yang ingin membuang hasil jerih payahnya? Padahal, hasil itu ia dapatkan dengan usaha keras. Rasanya tidak mungkin manusia yang sehat akal dan jernih pikirannya mau melakukan perbuatan tersebut.

Waktu ia habiskan, biaya yang tidak sedikit, keletihan yang dirasakan, tapi kemudian hasilnya terbuang sia-sia. Tidak ada yang tersisa sedikit pun. Persis seperti kata pepatah “umpan habis ikan tak kena”.

Tapi ternyata hal itu ada. Oleh sebab itulah Allah mengingatkan dalam sebuah perumpamaan. Allah berfirman:

وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali.” (QS. An-Nahl: 92)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menuturkan:

“Yang demikian, seperti seorang wanita yang memintal suatu pintalan yang kuat. Tatkala pintalan itu selesai, sempurna apa yang diinginkan, tiba-tiba kemudian ia uraikan kembali pintalan tersebut, ia jadikan tercerai berai kembali. Sehingga, ia telah membuat letih dirinya; letih ketika memintal kemudian letih pula ketika mengurainya.” (Taisir Karimir Rahman hal:442)

MENGURAI PAHALA

Bisa terbayangkan kerugian wanita tersebut. Serabut satu persatu dipilin hingga menjadi benang. Dengan ketelitian, ketekunan, serta kesabaran. Kemudian diurai kembali. Tapi ada yang lebih merugi dari wanita itu. Yaitu orang-orang yang mengurai pahala kebaikannya sendiri.

Ada beberapa perbuatan yang akan menguarai pahala. Di antaranya adalah:

1. Murtad
Allah berfirman:

وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُون

“Barang siapa murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)

Jika iman masih terang, berapa besar pun ujian yang datang Insyaallah bisa dilalui. Namun apabila iman sudah redup, atau bahkan benar-benar padam. Sementara itu ujian hidup berat, godaan banyak, inilah salah satu sebab yang menjadikan banyak orang murtad.

Kesempitan hidup telah mengalahkan mereka. Sehingga tidak heran jika ada yang tega menukar agamanya dengan sekardus mie instan. Sadar atau tidak ia telah menghapus semua pahala amal kebaikannya selama ini.

Padahal jika seandainya mereka mau sedikit bersabar pasti akan jauh lebih baik. Karena kesusahan hidup di dunia jauh lebih ringan dibandingkan adzab neraka yang kekal.

2. Syirik (menyekutukan Allah)
Allah berfirman:

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu:’Sungguh, jika engkau mempersekutukan Allah niscaya akan terhapus amalanmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi.” (QS. Az-Zumar: 65]

Kesyirikan adalah dosa yang paling besar. Oleh sebab itulah, dakwah para Rasul semuanya datang untuk memperingatkan umat manusia dari dosa ini. Apabila seorang berbuat syirik, maka semua amalnya akan terhapus dan kemudian dia akan dimasukkan ke neraka, kekal di dalamnya.

Kesyirikan sendiri bermacam-macam. Ada yang jelas dan ada yang samar. Hingga, terkadang ada orang yang jatuh dalam perbuatan syirik, sementara ia tidak menyadarinya. Dari sanalah perlunya rasa takut agar jangan terjatuh dalam perbuatan tersebut.

Nabi Ibrahim saja yang dikenal sebagai “bapak para nabi, penghulunya orang-orang bertauhid” berdo’a kepada Allah supaya dijauhkan dari kesyirikan. Sebagaimana yang dihikayatkan oleh Allah dalam firman-Nya:

وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.” (QS. Ibrohim: 35)

Ibrahim At-Taimi mengatakan:
“Siapa yang aman dari bala (kesyirikan) setelah Nabi Ibrahim?.”

Artinya, jika Nabi Ibrahim saja sebagai ayah para nabi dan penghulunya orang-orang bertauhid merasa tidak aman dari kesyirikan, sampai beliau berdo’a kepada Allah agar dijauhkan darinya, maka selain Nabi Ibrahim lebih layak dan lebih patut untuk takut serta khawatir terhadap kesyirikan

3. Menyebut-nyebut pemberian
Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman!. Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima) seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada tanah. Kemudian batu itu diguyur hujan lebat, maka tinggallah batu itu lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apapun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”  (QS. Al-Baqarah: 264)

Biasanya, seorang akan menyebut-nyebut pemberiannya ketika terjadi suatu yang tidak disenangi terhadap orang yang diberi. Semisal saat terjadi perselisihan di antara keduanya. Karena dengan hal itu si pemberi memperoleh kepuasan. Merasa dirinya memiliki kemuliaan dan jasa, sedangkan si penerima berhutang budi padanya.

Dengan menyebut pemberiannya itu ia menghina dan merendahkan si penerima. Secara tidak langsung ia menunjukkan bahwa si penerima tidak pandai membalas budi.

Namun, begitulah bisikan setan. Menjadikan indah sesuatu yang jelek. Bangkai yang busuk dihiasi sehingga terlihat bagus dan wangi. Oleh sebab itu, jangan sampai termakan tipu daya setan. Jangan membuatnya senang, tertawa bahagia karena pahala mangsanya telah hilang.

Ikhlaskanlah niat saat memberi. Beri lantas lupakan, sebagaimana seorang melupakan dan tidak menyebut-nyebut kotoran yang telah ia buang (keluarkan) dari perutnya.

4. Lancang terhadap Allah dan Rasul-Nya
Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya, bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari.” (Al-Hujurat:1-2)

Maksud dari jangan mendahului Allah dan RasulNya adalah tidak boleh mendahului dalam menetapkan hukum. Sebab, penetapan hukum adalah hak mutlak Allah. Tidak diperboleh kepada seorang pun tanpa izinNya.

Termasuk juga dalam larangan ini yaitu mendahulukan perkataan serta pendapat manusia daripada ucapan (hadits) beliau shalallahu ‘alaihi wasallam. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di mengatakan:

“Di dalam ayat ini, terdapat larangan keras mendahulukan ucapan atau pendapat orang lain diatas ucapannya Shalallahu ‘alaihi wasallam. Apabila telah jelas ucapan beliau maka wajib mengikutinya, mengedepankannya dari ucapan siapa saja selain beliau.” (Taisir Karimir Rahman: 864)

Apabila larangan ini dilanggar, maka konsekuensinya adalah terhapusnya pahala amal kebaikan.

5. Menzhalimi orang lain

Perbuatan zhalim terhadap orang lain tidak akan dibiarkan, Allah akan mengungkitnya. Sebab kezhaliman itu tidak berkaitan dengan diri-Nya (hak Allah) akan tetapi berkaitan dengan hak sesama makhluk. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:

عِندَ اللهِ يَومَ القِيَامَةِ ثَلَاثَةُ دَوَاوِين؛ ديوان لا يغفر الله منه شيئا وهو الشرك باالله ثم قرأ(إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ) النساء: ٤٨ ديوان لا يترك الله منه شيئا وهو مظالم العباد بعضهم بعضا، وديوان لا يعبأ الله به وهو ظلم العبد نفسه بينه و بين ربه

“Ada tiga catatan dosa disisi Allah pada hari kiamat nanti; catatan dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah sedikit pun yaitu dosa syirik. Kemudian beliau membaca (firman Allah):’Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik’ (An-Nisa’: 48,116). Catatan dosa yang tidak akan dibiarkan begitu saja oleh Allah, yaitu kezholiman seorang kepada orang lain. Catatan dosa yang tidak dipedulikan oleh Allah (jika Allah berkehendak maka Allah akan mengampuninya), yaitu kezholiman seorang terhadap dirinya sendiri, dosa antara dia dengan Rabbnya.” (HR. Ahmad 6/240)

Setiap orang bertanggung jawab terhadap perbuatannya masing-masing. Setiap kezhaliman harus ada ganti ruginya. Jika di dunia, masih mungkin menggantinya dengan emas atau perak, tapi sayang pada hari itu (hari kiamat) yang ada hanya pahala dan dosa. Dengan itulah ganti ruginya. Rasulullah bersabda:

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا ، فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ ، وَلاَ دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْه

“Barang siapa yang pernah menzhalimi saudaranya maka hendaklah ia segera meminta penghalalan (maaf) darinya. Sesungguhnya disana (pada hari pembalasan) tidak ada lagi dinar dan dirham. Sebelum nanti diambil pahalanya kemudian diberikan kepada saudaranya itu. Apabila ia tidak memiliki kebaikan lagi maka akan diambil kejelekan (dosa) saudaranya tadi lantas kemudian dipikulkan kepadanya.” (HR. Bukhari: 6534)

Barang siapa yang berbuat zhalim lantas mati, padahal ia belum minta penghalalan maka kelak akan menjadi orang yang bangkrut.

Rasulullah suatu ketika pernah bertanya kepada para sahabatnya:

 أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ». قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ « إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ

“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?” Para sahabat menjawab:”orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya harta dan barang berharga.” Lantas Nabi bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah seorang yang datang pada hari kiamat nanti dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun ia juga datang dengan membawa dosa karena mencela orang, menuduh yang lain berzina, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang itu, memukul, maka akan diberikan pahalanya tadi kepada orang ini, diberikan pula pahalanya kepada orang itu. Apabila pahala kebaikannya habis sebelum selesai apa yang ada padanya (tanggungan ganti rugi) maka akan diambil dosa-dosa mereka (yang terzholimi) kemudian dipikulkan kepadanya lantas ia dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim 2581)

Renungkanlah baik-baik! Apakah kita mau hasil kerja keras; pahala yang telah susah payah kita usahakan dengan segala perjuangan hilang, dibagi-bagikan kepada orang lain disebabkan perbuatan zhalim kepada mereka.

Oleh sebab itu, tinggalkanlah kezholiman. Mintalah penghalalan kepada orang-orang yang pernah kita sakiti, sebelum datang kematian. Lebih baik rugi sekarang daripada rugi nanti. Wallahul muwaffiq.

Tulisan ilmiah perdana, Oktober 2016
Ma’had al-Furqon al-Islami, Srowo, Sidayu, Gresik, Jawa Timur 

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !