Anak Perlu Bermain dan Bercanda

Di antara kesukaan anak kecil, dia lebih senang bila diberi kesempatan untuk bermain. Bahkan, bila perlu orang tua menyempatkan diri untuk menemani anaknya bermain sekalipun hanya sebentar. Bermain jika tidak melampau batas dan tidak membahayakan, diizinkan oleh Islam. Allah menjelaskan tentang saudara Nabi Yusuf ketika berkata kepada ayahnya:

أَرْسِلْهُ مَعَنَا غَدًا يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Biarkanlah dia pergi bersama Kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main.” (QS. Yūsuf [12]: 12)

Syaikh Mushthafa al-Adawi berkata, “Tidaklah ayahnya melarang anaknya (Nabi Yusuf) diajak bermain main oleh saudaranya melainkan karena takut dimakan serigala atau kelengahan saudaranya, sebagaimana kelanjutan ayat sesudahnya. Ini menunjukkan bahwa menurut asal, anak kecil boleh bermain-main.” (Fiqhu Tarbiyatil Abnā`1/70)

Berilah kesempatan anak bermain dengan temannya

Karena pembawaan anak kecil suka bermain, hendaknya orang tua memberi kesempatan dia bermain. Tetapi ingat, harus diawasi, terutama bila bermain dengan temannya. Maklum, si kecil belum sempurna akalnya. Boleh jadi dia bermain merusak fisiknya, atau mengganggu temannya. Jika dia salah, orang tua hendaknya meluruskannya.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي

Aisyah berkata, “Aku pernah bermain bersama anak-anak perempuan di dekat Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan aku juga mempunyai teman-teman yang biasa bermain denganku. Bila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masuk, mereka bersembunyi dari beliau. Sehingga beliau memanggil mereka supaya bermain bersamaku.” (HR. Bukhari: 5665)

Anak hendaknya diajak bercanda dan tertawa

Bercanda dan tertawa bagi anak menunjukkan hati senang dan gembira. Dengan gembira, wawasan anak akan luas, pun pola berpikir dan gerakannya. Hal ini sangat membantu keterampilan anak berbicara dan mengungkapkan isi hatinya kepada temannya. Bahkan, bila perlu orang yang alim bisa mengajak mereka bercanda. Mahmud bin ar-Rabbi’ berkata, “Aku mengingat dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, saat beliau melumurkan air ludahnya di wajahku, saat itu aku baru berumur lima tahun.” (HR. Bukhari: 75)

Kita boleh bercanda dan tertawa dengan anak kecil, karena tertawa dapat menghibur hati anak dan terkadang menghentikan tangisan. Bahkan, dapat menghilangkan kesedihan hati dan lelah kita, namun tidak boleh berlebih-lebihan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

“Dan janganlah kamu sering tertawa, karena sering tertawa akan mematikan hati.” (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani dalam as-Shahīhah 2/18)

Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu berkata, “Barangsiapa sering bergurau, maka dia akan menjadi hina.” (Syu’abul Imam al-Baihaqi 11/233)

Berilah kesempatan putri kita untuk bercanda dengan temannya

Tidaklah heran bila anak perempuan lebih banyak bicara dibandingkan dengan anak lelaki. Hal ini insya Allah akan membawa perkembangan berpikir bagi anak dan melatih untuk mengungkapkan isi hati mereka. Kelak masa depannya bisa berdakwah, mendakwahi keluarga dan temannya.

Aisyah radhiyallahu anha berkata, “Aku melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam menutupiku dengan pakaiannya, sementara aku melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain di dalam masjid, sampai aku sendirilah yang merasa puas. Karenanya, sebisa mungkin kalian bisa seperti gadis belia yang suka bercanda.” (HR. al-Bukhari: 4835)

Anas radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghampiriku ketika aku sedang bermain bersama beberapa anak sebayaku. Beliau mengucapkan salam kepada kami.” (HR. Muslim: 4533)

Bercanda pada saat mengenakan baju

Kapan saja bapak dan ibu bisa bercanda dan menghibur anaknya agar hati mereka tetap mesra dengan bimbingan orang tuanya. Semisal saat sang ibu sedang memakaikan baju anaknya, dengan kata-kata, “Waduh, bagusnya!” sambil diajari doa ketika mengenakan baju. Demikian juga dibetulkan tangan mana yang didahulukan bila mengenakan atau mencopotnya.

Ummu Khalid binti Khalid radhiyallahu anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah diberi baju yang bersulam sutra, lalu beliau bersabda, ‘Menurut kalian, siapa yang paling berhak untuk memakai kain ini?’ Orang-orang pun diam. Beliau lalu bersabda, ‘Datangkanlah Ummu Khalid kepadaku!’ Beliau lantas memberikan kain tersebut dan memakaikannya kepadanya. Setelah itu beliau bersabda, ‘Semoga tahan lama hingga Allah menggantinya dengan yang baru (panjang umur).’ Beliau mengatakannya hingga dua kali. Lalu beliau melihat corak baju itu, sambil menunjukkan tangannya kepadaku beliau bersabda,

يَا أُمَّ خَالِدٍ هَذَا سَنَا وَيَا أُمَّ خَالِدٍ هَذَا سَنَا

“Wahai Ummu Khalid, ini bagus, wahai Ummu Khalid ini bagus.’” (HR. al-Bukhari: 5397)

Begitulah seharusnya orang yang berilmu berupaya bercanda dengan anak kecil, agar ikatan batin anak kepada orang yang berilmu semakin kuat untuk masa depannya.

Anak laki-laki suka bermain burung

Tidak mengapa bila anak kita ingin dibelikan burung atau bersenang-senang dengannya. Namun harus diberi makan dan minum, agar dia mengamati besarnya kekuasaan Allah. Bila perlu, anak diajak untuk berpikir sejenak. Abu at-Tayyah berkata, saya mendengar Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa bergaul dengan kami, hingga beliau bersabda kepada adikku:

يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ

‘Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan oleh Nughair (nama burung)?’” (HR. al-Bukhari: 5664)

Bila perlu sediakan ayunan untuk mainan anak

Anak boleh dihibur dengan dibuatkan ayunan, agar mereka senang. Seperti Aisyah radhiyallahu anha bermain ayunan dengan temannya ketika berumur enam tahun. Aisyah berkata, “Ketika kami tiba di Madinah, aku terkena penyakit demam selama sebulan. Setelah itu rambutku tumbuh lebat sepanjang pundak. Ummu Ruman radhiyallahu anha lantas mendatangiku waktu aku sedang bermain ayunan bersama beberapa orang teman perempuanku…” (Shahih Muslim: 2547)

Bila perlu, pasutri ikut bercanda pula

Untuk menghilangkan ketegangan dan menghilangkan amarah masa silam. Karena anak pernah dimarahi oleh orang tua. Maka alangkah baiknya bila suatu saat orang tua bercanda untuk menghibur diri dan anaknya juga.

Aisyah radhiyallahu anha berkata: Aku pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedangkan waktu itu aku masih gadis kecil, badanku masih kurus, belum gemuk, lalu beliau berkata kepada sahabat, ‘Silakan kalian berjalan duluan’, mereka pun berjalan duluan. Beliau berkata kepadaku, ‘Ayo, segera kamu berjalan cepat, sehingga aku bisa mengejarmu!” Aku segera mengejar beliau, sehingga aku menang. Lalu beliau diam. Selang beberapa lama tatkala aku bertambah gemuk, badanku menjadi berat dan aku lupa, aku ikut keluar bersama beliau lagi. Lalu beliau bersabda, ‘Wahai orang-orang, silakan kalian pergi duluan!’ lalu mereka pergi duluan. Beliau berkata kepadaku, “Ayo, segera kamu berjalan cepat, agar aku bisa mengejarmu!” lalu aku mendahului Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Tapi tiba-tiba beliau mengejarku dan aku kalah. Mulailah beliau tertawa sambil berkata, ‘Nah, sekaranglah balasan kekalahan dahulu.’” (HR. Ahmad 57, dishahihkan oleh al-Albani dalam as-Shahīhah 1/204)

Larangan pada saat bergurau dan bercanda

Tidak semua permainan dan canda bermanfaat bagi anak. Bahkan sebaliknya, terkadang malah merusak akhlak dan ibadah mereka. Maka ketika Islam membolehkan orang dewasa dan anak-anak bercanda, maksudnya bila hal itu membawa maslahah. Jika tidak ada baiknya, bahkan merusak akidah, ibadah dan akhlak, hukumnya juga haram.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bila anak sedang bermain. Di antaranya: jauhkan mereka dari permainan yang merusak akidah dan akhlak, seperti joget, menari, menyanyi, cerita dusta, menggunakan permainan yang merusak badannya seperti bunga api, petasan, atau permainan yang membuat candu misal main domino, remi, atau yang berbau judi, seperti main kelereng dan semisalnya.

Jauhkan pula anak dari bermain di tempat kotor. Hindarkan anak dari permainan yang mengakibatkan mereka tidak beradab dengan orang tua, misalnya, pernah saya menyaksikan ketika anak melihat orang gulat (smack down) di TV, orang tuanya ditinju, bahkan saudaranya juga.

Imam al-Bukhari berkata, Segala gurauan adalah batil jika memalingkan dari ketaatan kepada Allah. Lalu beliau membawakan hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ تَعَالَ أُقَامِرْكَ فَلْيَتَصَدَّقْ

“Dan barangsiapa mengatakan kepada saudaranya, ‘Mari kita taruhan!’ Hendaknya ia segera bersedekah.” (HR. Bukhari: 5826)

Hal lain yang perlu diperhatikan, hendaknya dibatasi waktunya dan diupayakan berhenti pada waktu shalat, membaca al-Qur`an, pada waktu belajar, waktu makan, waktu istirahat dan waktu tidur. Karena terkadang ketika anak asyik bermain, lupa segala-galanya. Tentu ini berbahaya bagi anak itu sendiri.

Semoga saat kita mengawali pendekatan kepada anak didik dengan diajak bermain dan senda gurau membuahkan ketaatan anak kepada kedua orang tua dan mudah menerima nasihat, sehingga menjadi anak yang shalih dan shalihah. Amin….

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc adalah mudir Ma'had Al-Furqon Al-Islami Srowo, Sidayu, Gresik, Jawa Timur. Beliau juga merupakan penasihat sekaligus penulis di Majalah Al-Furqon dan Al-Mawaddah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !