Antara Kita dan Keluarga

Jujur saja, banyak di antara kita yang lebih ramah dan berakhlak baik kepada orang lain entah itu sahabat, rekan kerja, atau pun orang yang tidak kita kenal dibanding keluarga kita sendiri.

Maaf saja, bukankah jika diajak untuk ini itu dan kesana kesitu oleh teman, ringan rasanya kaki kita. Tapi kalau anak istri sebaliknya. Untuk orang lain mudah saja kita memberikan uang dan sebagainya, namun untuk keluarga sendiri status hutang pun harus ada hitam putihnya. Padahal, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” (HR. Tirmidzi: 3895, ash-Shahihah: 1174)

Jika orang yang terbaik adalah orang yang paling baik kepada keluarganya, maka artinya juga sebaliknya, orang yang paling buruk adalah orang yang bersikap buruk pada keluarganya. Dan pada yang kedua inilah seringnya kita berada, baik sadar ataupun tidak. Imam Syaukani rahimahullah mengatakan:

وَكَثِيرًا مَا يَقَعُ النَّاسُ فِي هَذِهِ الْوَرْطَةِ، فَتَرَى الرَّجُلَ إذَا لَقِيَ أَهْلَهُ كَانَ أَسْوَأَ النَّاسِ أَخْلَاقًا وَأَشْجَعَهُمْ نَفْسًا وَأَقَلَّهُمْ خَيْرًا، وَإِذَا لَقِيَ غَيْرَ الْأَهْلِ مِنْ الْأَجَانِبِ لَانَتْ عَرِيكَتُهُ وَانْبَسَطَتْ أَخْلَاقُهُ وَجَادَتْ نَفْسُهُ وَكَثُرَ خَيْرُهُ، وَلَا شَكَّ أَنَّ مَنْ كَانَ كَذَلِكَ فَهُوَ مَحْرُومُ التَّوْفِيقِ زَائِغٌ عَنْ سَوَاءِ الطَّرِيقِ

“Kebanyakan orang terjatuh pada keadaan ini. Engkau melihat seorang yang apabila bertemu dengan keluarganya adalah orang yang paling buruk akhlaknya, pelit dan paling sedikit kebaikannya. Dan apabila ia bertemu dengan orang lain yang bukan keluarganya, maka wataknya pun menjadi lunak, akhlaknya baik, dermawan dan banyak kebaikannya. Tidak diragukan lagi bahwa barang siapa yang seperti ini maka akan terhalang dari taufik dan menyimpang dari jalan yang benar.” (Nailul Authar: 6/245-246, Qawaid Nabawiyyah: 230)

Maka sebagai introspeksi bagi kita semua, lihatlah kembali hubungan kita dengan keluarga. Bisa jadi terhalangnya kita dari mendapat hidayah Allah adalah akibat dari perlakuan buruk kita terhadap keluarga.

Oleh sebab itu, marilah kembali meniti jalan yang benar. Lihat lagi hubungan kita dan keluarga. Jadilah orang yang terbaik bagi mereka. Ingat bahwa ibadah itu bukan hanya shalat dan puasa saja, tetapi berakhlak mulia pada keluarga pun merupakan salah satunya.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !