AYAH IBU, AJARI AKU UNTUK PUASA DARI SEKARANG!! (RMD Art.007)

Golongan yang wajib puasa adalah mereka yang memenuhi beberapa syarat berikut:

Pertama, muslim. Ibadah orang kafir tidak akan diterima oleh Allah. Namun, mereka di akhirat tetap harus mempertanggungjawabkan semuanya. Coba baca percakapan mereka di surat al-Muddatsir: 40-45.

Kedua, baligh dan berakal. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

“Pena (catatan amal) diangkat dari tiga golongan; orang yang tidur hingga bangun, anak kecil sampai baligh, dan orang gila hingga berakal (kembali normal).” (HR. Abu Dawud: 4405)

Ketiga, tidak ada udzur (halangan). Mereka yang mempunyai udzur seperti sakit, safar (tidak mukim), haid atau nifas (bagi wanita) maka tidak wajib puasa. Lihat QS. Al-Baqarah: 185

ANAK-ANAK DAN PUASA RAMADHAN

Ash-Shabiy (anak kecil), meski belum diwajibkan untuk berpuasa tapi mereka harus dilatih. Orang tua harus mendidik mereka, mengajari mereka menjalankan ketaatan kepada Allah. Sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat. Rubayi’ binti Muawidz radhiyallahu anha menuturkan:

أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ الَّتِى حَوْلَ الْمَدِينَةِ : (مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ) ، فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ، وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ

“Rasulullah mengutus sahabat di pagi hari Asyura untuk mengumumkan, ‘Barang siapa yang sejak pagi sudah puasa, hendaklah dia lanjutkan puasanya. Barang siapa yang sudah makan, hendaknya ia puasa di sisa harinya.’ Para sahabat mengatakan, “Setelah itu, kami pun puasa dan menyuruh anak-anak kami untuk puasa. Kami pergi ke masjid dan kami buatkan mainan dari bulu. Jika mereka menangis karena minta makan, kami beri mainan itu hingga bisa bertahan sampai waktu berbuka.” (HR. Bukhari: 1960, Muslim: 1136)

Itulah para sahabat, sekarang pertanyaan-nya, “Masih adakah orang tua di zaman ini, terkhusus para ibu yang bisa demikian?!” Mungkin jawaban yang paling dekat:“Ya, mudah-mudahan”

Sebab masa telah berganti, yang dulu mungkin saja tidak ada lagi di hari ini. Jangankan untuk mendidik anak-anak berpuasa, “kebersamaan” saja merupakan satu hal yang sulit mereka dapatkan dari orang tua mereka.

Bukan karena apa-apa, tapi banyak orang tua di hari ini yang sudah berangkat kerja sebelum anaknya membuka mata. Kemudian pulang ketika malam telah larut dan si “anak” sudah tertidur bersama “penantiannya.”

Sedikit sekali orang tua yang masih punya perhatian besar terhadap ibadah anak-anaknya. Dan kita berharap mudah-mudahan Anda termasuk yang sedikit itu. Semoga bermanfaat. Zahir al-Minangkabawi

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !