Bagaimana Proses Nikah, Dari Ta’aruf sampai Akad?

Soal: Bagaimana cara ta’aruf sampai nikah yang benar?

Jawab:

Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala rasulillah amma ba’du.

Secara umum tuntunan syari’at kepada seorang yang ingin menikah yaitu:

Pertama, ta’aruf

Ta’aruf artinya saling berkenalan. Seorang laki-laki mengenal wanita yang ingin dia nikahi dan wanita pun mengenal laki-laki yang akan menikahinya. Hal ini penting, sebab memilih calon pasangan hidup itu adalah perintah agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari: 5090, Muslim: 1466)

Diantara hal yang perlu diperhatikan ketika ta’aruf yaitu:

1. Meluruskan niat, tujuannya memang untuk menikah. Jika niatnya itu lurus, berta’aruf untuk menikah dan menikah demi menjaga kesucian diri maka pasti Allah akan menolongnya. Sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ

Tiga golongan yang pasti Allah tolong; orang yang berjihad di jalan Allah, budak yang ingin merdeka dari tuannya (dengan tebusan) dan orang yang ingin menikah agar dirinya terjaga dari dosa.” (HR. Tirmidzi: 1655, An-Nasa’i: 3069)

2. Tidak boleh berkhalwat, atau pacaran (jalan bareng), karena belum halal. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ

“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali wanita itu disertai mahramnya.” (HR. Muslim: 1341)

Kedua, nazhar

Nazhar artinya melihat calon pasangan, dan lebih ditekankan melihat bentuk fisik dari calon pasangan, wajah, postur tubuh warna kulit, dst. Hal ini merupakan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda:

إِذَا أَلْقَى اللَّهُ فِي قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ فَلَا بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا

“Jika Allah telah memantapkan pada hati seseorang untuk meminang, maka tidak apa-apa ia melihatnya.” (HR. Ibnu Majah: 1864)

Salah satu hikmah dari nazhar adalah menimbulkan ketertarikan sehingga bisa melanggengkan ikatan pernikahan karena adanya rasa suka. Dari Al-Mughirah bin Syu’bah, dia meminang seorang wanita, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya:

انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

“Lihatlah dia! karena hal itu akan lebih melanggengkan perkawinan kalian berdua.” (HR. Tirmidzi: 1087)

Pada proses ini, keputusan untuk melanjutkan ke proses selanjutnya yaitu khitbah atau menyudahi ada pada pihak laki-laki.

Ketiga, khitbah

Khitbah artinya melamar, cara melamar boleh secara terang-terangan dengan bahasa yang jelas, boleh juga dengan isyarat yang dipahami (sindiran). Allah berfirman:

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِۦ مِنْ خِطْبَةِ ٱلنِّسَآءِ أَوْ أَكْنَنتُمْ فِىٓ أَنفُسِكُمْ

Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. (QS. Al-Baqarah: 235)

Pada proses ini, keputusan ada pada pihak wanita. Ia berhak menerima atau menolak lamaran dari pihak laki-laki tersebut.

Keempat, akad nikah

Setelah tahapan-tahapan yang lalu selesai maka lanjut ke tahap akad nikah. Rukun akad nikah hanya dua yaitu ijab dan qabul. Dan untuk sahnya sebuah akad nikah maka ada dua hal yang harus dipenuhi yaitu:

1. Izin wali, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يُنْكِحْهَا الْوَلِيُّ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنْ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

“Wanita mana saja yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya adalah batil. Nikahnya adalah batil. Jika suaminya telah menyetubuhinya, ia berhak mendapatkan maharnya karena persetubuhan tersebut. Jika mereka berselisih, maka penguasa adalah wali bagi yang tidak mempunyai wali.” (HR. Ibnu Majah: 1879)

2. Hadirnya dua orang saksi. Hal ini berdasarkan hadits bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَي عَدْلٍ

“Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR. Baihaqi: 7/125)

Dan pernikahan perlu diumumkan, bahkan hukumnya wajib. Baca artikelnya:

Banyak mengambil faidah dari Al-Wajiz fi Fiqhi as-sunnah wa al-Kitabi al-‘Aziz, Kitab Nikah hlm. 327-331

Wallahu a’lam #bantu jawab
Selasa, 1 Rabiul Awal 1441/29 Okt 2019

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !