BEKAL DALAM MENCARI NAFKAH

Memang benar tujuan utama seorang muslim itu adalah akhirat, kehidupan yang hakiki. Bagaimana ia bisa menapaki kaki di surga-Nya Allah, negeri kebahagiaan yang abadi. Tidak ada air mata dan kata duka. Semuanya kesenangan dan kenikmatan, kekal terus menerus tidak terputus.

Namun meskipun begitu, sekarang kita masih hidup di alam dunia. Dan inilah dunia sebagaimana yang ada di hadapan kita. Kita membutuhkan sesuatu yang bisa menopang kehidupan, menegakkan tulang punggung dan menguatkan persendian; makan, minum, pakaian dan tempat tinggal serta kebutuhan yang lain. Walaupun dunia hanyalah tempat persinggahan sementara tapi kita tidak boleh melupakannya. Oleh karena itu Allah berfirman :

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) akhirat dan janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (QS. al-Qashash: 77)

ISLAM TIDAK MELUPAKANNYA

Islam sebagai agama yang sempurna, tidak melupakan sisi kehidupan dunia seorang muslim. Bahkan Islam menganjurkan mereka untuk berusaha dan mencari rezeki. Allah berfirman:

وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا

“Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.” (QS. an-Naba’: 11)

Dalam ayat yang lain:

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah. Dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. al-Jumu’ah: 10)

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

“Tidaklah seorang makan makanan yang lebih baik daripada hasil usahanya sendiri. Sungguh Nabi Dawud ‘Alaihissalam, beliau makan dari hasil jerih payahnya sendiri.” (HR. Bukhari: 2072)

Inilah para Nabi dan Rasul Allah, orang-orang yang paling paham dengan hakikat kehidupan, yang paling terdepan dalam menjadikan akhirat sebagai tujuan. Paling takwa dan paling zuhud terhadap dunia. Namun mereka tetap bekerja dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka.

Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

كَانَ زَكَرِيَّاءُ نَجَّارًا

“Nabi Zakariya adalah seorang tukang kayu.” (HR. Muslim: 2379)

Ibnu ‘Abbas pernah mengatakan:

“Nabi Adam adalah seorang petani, Nabi Nuh seorang tukang kayu, Nabi Idris seorang penjahit baju, Nabi Ibrahim dan Luth bercocok tanam, Nabi Shalih seorang pedagang, Nabi Dawud pembuat baju besi, Nabi Musa, Syu’aib dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pengembala kambing.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin hlm. 105)

Tidak ada celaan bagi seorang yang berusaha dan bekerja untuk kehidupannya, selama tujuannya adalah kebaikan dan dalam batasan-batasan yang telah ditetapkan.

Bahkan bisa jadi setiap tetesan keringat, rasa penat dan keletihan akibat bekerja seharian menjadi nilai ibadah bagi dirinya. Karena ia bekerja untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami dan ayah; menafkahi istri dan anak-anaknya. Ia bekerja untuk menjalankan dan menegakkan agamanya. Menjaga dirinya dari menampungkan tangan, meminta-minta kepada manusia.

Abdullah bin Mubarak. Suatu ketika pernah dijumpai oleh seorang sahabatnya dalam keadaan menangis.
“Apa gerangan yang membuatmu menangis wahai Abu Abdirrahman?” tanya sahabatnya.
“Aku kehilangan semua barang daganganku” jawab Abdullah bin Mubarak.
“Apakah engkau menangis karena harta?” tanya sahabatnya lagi. Maka Abdullah bin Mubarak menjawab:
“Barang-barang itu adalah sumber penghidupan untuk menegakkan agamaku.” (Raudhatul Uqala’ hlm. 225, dinukil dari majalah Al-Furqon edisi 74 hlm. 46)

Oleh karena itu, agar usaha kita dalam mengais rezeki Allah diberkahi, membawa kebaikan untuk dunia dan akhirat maka ada beberapa hal yang harus kita perhatikan:

1. Meluruskan Niat

Untuk apa sebuah kapal berlayar kalau bukan untuk suatu tujuan; sebuah tempat atau pelabuhan. Ada banyak tujuan dalam mencari rezeki dan penghidupan. Beragam seperti beragamnya bentuk dan rupa manusia.

Ada yang tujuannya untuk kesenangan semata. Untuk hidup bahagia dengan berfoya-foya menurut mereka. Ada yang mencari rezeki untuk ditumpuknya, untuk persiapan membangun istana dunia. Namun ada pula untuk tujuan  lain yang baik; untuk menjaga diri dari meminta-minta, menghinakan diri di hadapan manusia. Atau untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Maka luruskanlah niat. Jadikanlah tujuan kita untuk kebaikan; kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup setelahnya.

Ingatlah bahwa semua amalan dan apa yang kita kerjakan tergantung kepada niatnya. Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Semua amalan tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari: 1)

Niatkanlah usaha mencari rezeki tersebut sebagai sarana untuk menunjang ibadah kepada Allah serta untuk menunaikan kewajiban nafkah yang telah diembankan, agar usaha mencari rezeki tersebut bernilai ibadah di sisi Allah, karena para ulama mengatakan: ”Hukum sarana atau wasilah itu sesuai dengan tujuannya.”

2. Memilih usaha dan pekerjaan yang halal

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada Ka’ab bin Ujrah:

يَا كَعْبَ بْنَ عُجْرَةَ ، إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Wahai Ka’ab, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta haram. Neraka lebih berhak baginya.” (HR. Tirmidzi: 614, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 1729)

Pilihlah usaha yang halal walaupun hasilnya sedikit, karena itu akan mendatangkan keberkahan. Nikmatnya harta bukan pada banyaknya tapi pada keberkahannya. Betapa banyak orang yang menderita justru karena banyaknya harta yang dia punya. Hidup resah dan gelisah, hati gundah. Tidak ada ketenangan dan ketenteraman, yang ada hanyalah kesibukan serta rasa letih yang berkepanjangan.

3. Jangan menuruti hawa nafsu

Memperturutkan hawa nafsu tiada baiknya, karena Allah berfirman:

 إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yusuf: 53)

Dapat makan dua kali sehari, pakaian dua persalinan, rumah sederhana yang bisa melindungi diri dan keluarga dari panasnya terik mentari, dinginnya malam serta guyuran hujan, kita sudah bisa hidup. Tapi nafsulah yang meminta lebih dari itu, sehingga dalam memenuhi keperluan hidup kerap kali kita lupa dengan kesederhanaan. (Diambil dari perkataan Buya Hamka dalam Lembaga Hidup dengan sedikit gubahan)

Menuruti hawa nafsu memang tiada habisnya. Karena watak dan tabiat manusia selalu merasa tidak puas, senantiasa merasa kurang.

Kalau tabiat ini yang diperturutkan pasti manusia lebih hina dari binatang. Sifat rakus, loba dan tamak bercokol di dalam dada. Tidak peduli lagi halal haram. Asal keinginan bisa terpenuhi semua akan dilakukan. Terjang semua batasan, campakkan rasa malu. Tutup mata dari pandangan manusia, sumbat telinga dari ocehan mereka.

Tidak ada yang bisa menghentikan ketamakannya ini selain apabila telah sampai waktunya, saat tanah telah menyumbat mulut dan seluruh rongga pada tubuhnya.

4. Meyakini rezeki di tangan Allah

Allah berfirman:

 إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan Lagi Sangat Kokoh. (QS. adz-Dzariyat: 58)

Tanamkanlah ayat ini dalam diri, yakini sepenuh hati bahwa rezeki itu di tangan Allah. Allah-lah yang membagi-bagikannya kepada semua makhluk-Nya agar kita tidak terlalu berbangga dan menyandarkan semua yang diperoleh kepada kemampuan diri dan usaha sendiri.

Saat rezeki lapang, usaha lancar maka yakinilah itu semua dari Allah kemudian syukuri. Saat rezeki sempit, usaha sulit pun yakini bahwa itu dari Allah kemudian bersabar.

Terimalah apa yang telah dianugerahkan Allah. Sedikit atau banyak tidak masalah jika hati mempunyai sifat qana’ah. Nabi bersabda:

وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ

“Ridhalah (terimalah) pembagian yang Allah tetapkan bagimu maka kamu akan menjadi orang yang paling kaya (merasa kecukupan).” (HR. Tirmidzi: 2305, dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 2349)

Berusaha, bersungguh-sungguh dan tawakal, itulah yang harus kita lakukan. Jangan takut dan khawatir karena Allah tidak akan pernah  menyia-nyiakan para hamba-Nya yang senantiasa bersujud dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Andaikan kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada seekor burung. Berangkat di pagi hari dalam keadaan lapar pulang di petang hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi: 2344, dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah no. 310)

5. Perhatikan shalat

Ibadah apa yang lebih agung daripada shalat sedangkan shalatlah ibadah pertama yang akan dihisab, ditanya dan dipertanggungjawabkan di akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلَاتُهُ

“Yang pertama kali di hisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya.” (HR. Ibnu Majah: 1426, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 2574)

Lantas apa yang hendak kita jawab jika seandainya shalat kita rusak akibat terlalu berlebihan dalam mengais rezeki. Seruan adzan terdengar oleh telinga, tapi ia berlalu begitu saja karena kita tengah sibuk mengejar dan menumpuk dunia. Padahal kita sadar sepenuhnya bahwa panggilan itu untuk kita.

Perhatikanlah shalat, beribadahlah kepada Allah dengan sepenuhnya karena itu adalah salah satu kunci di antara kunci-kunci rezeki.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ : يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ ، وَإِلاَّ تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَيْكَ شُغْلاً وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ

“Sesungguhnya Allah berfirman: ’Wahai anak Adam, fokuslah untuk beribadah kepada-Ku niscaya akan Aku penuhi dadamu (hatimu) dengan kekayaan dan Aku cukupkan kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan maka Aku akan penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu.’” (HR. Tirmidzi: 2466, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 3166)

Semoga bermanfaat, wallahul muwaffiq. Srowo, Sidayu, Gresik, 4 November 2016

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !