Betulkah Jika Pengen Umrah Banyakin Shalawat?

Soal: Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh ustadz. Mau ada yang ditanyakan, ada teman bertanya seperti ini, mohon penjelasannya: “Umm ada dalil tentang kalo kita pengen umrah, kita harus banyakin shalawat sebanyak 3333, baca Al-Waqiah dan Ar-Rahman, baca Yasin setelah shalat Maghrib biar apa yang kita inginkan di kabulkan. Maksudnya aku mau minta dalilnya kalo itu tidak ada contoh/amalan yang dilakukan sama Rasulullah shallahu alaihi wasallam.”

Jawab:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala rasulillah amma ba’du.

Seperti yang dikatakan oleh penanya bahwa memang hal ini tidak ada dalilnya sehingga tidak boleh diamalkan. Untuk menambah faidah ada beberapa point penting yang ingin kita sampaikan berkaitan dengan larangan untuk melakukan amalan ini, yaitu:

Pertama, pada dasarnya bershalawat dan membaca al-Qur’an merupakan ibadah yang sangat dianjurkan sekali. Banyak dalil yang menunjukkan perintah bershalawat dan membaca Al-Qur’an, diantaranya firman Allah:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al-Ahzab: 56)

Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

  مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim: 408)

Demikian pula dengan membaca Al-Qur’an, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

Rajinlah membaca al-Quran, karena dia akan menjadi syafaat bagi penghafalnya di hari kiamat.” [HR. Muslim 1910]

Hanya saja, sebagaimana yang kita ketahui bahwa ibadah hanya akan diterima oleh Allah jika memenuhi dua syarat; pertama ikhlas kedua mutaba’ah (mengikuti tuntunan Nabi).

Dalam hal ini anggaplah seorang itu ikhlas membaca shalawat sebanyak itu, ikhlas pula membaca surat-surat tersebut, akan tetapi pertanyaannya bagaimana dengan mutaba’ahnya? Apakah hal ini ada contohnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, kalau memang ada contohnya mana dalilnya? Dan jika kita cari in syaa Allah tidak ada dalilnya, sehingga amalan ini tidak boleh kita amalkan. Karena Allah berfirman:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? (QS. Asy-Syura: 21)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, maka hal itu tertolak.” (HR. Muslim: 1718)

Kedua, masalah ibadah berbeda dengan masalah adat (mu’amalah). Kosep ibadah adalah hukum asalnya terlarang, artinya tidak boleh dikerjakan sampai ada dalilnya. Jadi jangan ada yang kemudian mengatakan “Ini kan baik, tidak ada larangannya.” Sebab membaca shalawat dan Al-Qur’an tidak diragukan lagi ibadah, sehingga jika ada yang menyebutkan cara tertentu dan fadhilah tertentu dari sebuah amal ibadah maka wajib untuk mendatangkan dalil.

Ketiga, para ulama telah menyebutkan bahwa pengkhususan waktu tertentu untuk membaca sebagian ayat al-Qur’an tanpa dalil yang shahih termasuk bid’ah yang mungkar. Karena ibadah itu dibangun di atas tauqif (harus mengikuti dalil), tidak boleh beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang telah Ia syari’atkan dalam kitab-Nya, atau melalui lisan Rasul-Nya. Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa mengamalkan suatu perkara yang tidak kami perintahkan, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim: 1718)

Imam Syathibi rahimahullah mengatakan:

ومنها -أي البدعة الإضافيه- التزام العبادة المعينة في أوقات معينة لم يوجد لها ذلك التعيين في الشريعة

Dan diantaranya (termasuk bid’ah idhafiyyah) membiasakan ibadah tertentu di waktu-waktu tertentu yang tidak ada dalil penentuan (pengkhususan)nya di dalam syari’at. Lihat artikel:

Minal bida’ Takhshish waqtin mu’ayyanin liqira’ati ba’dhi as-Suwar bighairi dalil

Oleh sebab itu, membaca shalawat sebanyak 3333 kali, membaca surat Al-Waqi’ah, Ar-Rahman, dan Yasin setelah shalat Maghrib merupakan pengkhususan amalan tanpa dalil, maka ini termasuk bid’ah, sebagaimana kaidah yang disampaikan oleh Imam Syatibi rahimahullah di atas.

Baca artikelnya:

Wallahu a’lam#bantu jawab, selesai ditulis di rumah mertua tercinta, Jatimurni Bekasi, Kamis, 10 Rabiul Awal 1441/ 7 Nov 2019

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !