Bukan Hidup Kita Yang Susah, Namun Kita Saja Yang Selalu Melihat Ke Atas

Jujur saja, sering kali kita merasa bahwa kita inilah manusia yang paling susah. Melihat orang-orang yang memiliki pekerjaan yang mapan menurut anggapan manusia dengan hasil berlimpah tanpa berpanas-panas dibawah terik matahari, hati kita menjadi semakin sedih, menyesali takdir kenapa hidup kita seperti ini, tidak seperti orang-orang itu.

Terkadang, kita merasa orang yang paling repot. Pekerjaan rumah tangga yang banyak, bertumpuk, tidak seperti orang-orang itu yang punya pembantu. Ada tukang cuci, tukang masak, tukang bersihkan rumah, tukang kebun, tukang urus anak-anak, dst.

Kita selalu berangan-angan miliki rumah sendiri, tidak ngontrak lagi, karena orang-orang yang kita kenal, sahabat dan kawan-kawan lama, telah memiliki rumah untuk hidup nyaman bersama keluarganya. Dan itu kita lihat di story IG mereka.

Kenyataan ini, semakin membuat kita yakin dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam; bahwa kalau dalam masalah dunia itu mari kita lihat kepada orang-orang yang di bawah kita. Itulah akan menjadikan kita bisa bersyukur. Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ

Pandanglah orang yang berada dibawah kalian, jangan memandang yang ada di atas kalian, itu lebih baik membuat kalian tidak mengkufuri nikmat Allah.” (HR. Muslim: 2963)

Kita merasa sebagai manusia paling susah tidak lain karena kita selalu melihat ke atas. Cobalah berhenti sejenak, tundukkan kepala dan lihat orang-orang di luar sana yang berada di bawah kita.

Kita yang punya penghasilan kecil, cobalah lihat ke bawah pasti ada yang lebih kecil. Lihatlah kuli-kuli panggul itu, penjual-penjual jajanan bocah yang bersepeda kemana-mana, tukang becak, dan mereka yang mungkin hanya mendapatkan penghasilan 20 atau 30 ribu dalam sehari.

Kita yang merasa pekerjaannya berat, pasti ada orang lain dengan pekerjaan yang lebih berat. Lihatlah bapak-bapak ojol itu, seharian dalam dekapan panas mentari, asap kendaraan dan debu jalanan yang mau tidak mau harus mereka hirup. Lihatlah bapak ibu para petani itu, muka, tangan, kaki mereka telah menghitam karena tak mampu menahan panasnya hari. Semua itu mereka lakukan demi keluarga dan penyambung nasib.

Kita yang merasa repot mengurus rumah tangga cobalah lihat orang-orang diluar sana. Mereka yang tidak memiliki pembantu, suaminya harus bekerja dari pagi hingga petang bahkan terkadang dengan penghasilan yang hanya cukup untuk bayar kontrakan dan makan. Sedangkan dia sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya harus mengurus semuanya di rumahnya.

Kita yang masih ngontrak tidak punya rumah, coba lihat mereka yang harus tinggal dibawah kolong jembatan, atau mereka yang berada di petakan namun kembang kempis memikirkan uang sewa yang harus dibayar setiap awal bulan.

Jadilah pribadi yang selalu bersyukur, lisan senantiasa basah dengan ucapan alhamdulillah dalam segala keadaan. Seperti teladan kita, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau selalu mengucapkan Alhamdulillah dalam segala kondisi beliau. ‘Aisyah radhiyallahu anha berkata;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat sesuatu yang ia senangi, beliau mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya semua kebaikan menjadi sempurna.” dan apabila melihat sesuatu yang dibenci, beliau mengucapkan: “Segala puji bagi Allah atas setiap keadaan.” (HR. Ibnu Majah: 3803)

Oleh sebab itu, cobalah renungkan, sebenarnya bukan hidup kita yang susah. Hanya, kita saja yang selalu melihat ke atas. Cobalah lihat ke bawah maka kita akan terhindar dari perasaan itu. Cobalah tinggalkan sekian banyak media sosial sejenak, coba tinggalkan IG, FB, berhentilah melihat story orang-orang, karena kebanyakan yang ada disana hanyalah kesenangan yang tiada habisnya, semakin kita larut disana semakin kita tidak pandai bersyukur kepada Allah jadinya.

Baca juga Artikel:

Cara Agar Senantiasa Mensyukuri Nikmat Allah

Pondok Jatimurni BB 3 Bekasi, Bekasi, Senin, 10 Sya’ban 1441H/ 3 April 2020 M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !