CINTA, TAKUT DAN HARAP DALAM BERIBADAH

Salah satu pilar pokok dalam beribadah menurut Ahlussunnah wal Jama’ah adalah menggabungkan tiga hal yaitu perasaan cinta, takut dan harap secara bersamaan. Tidak boleh dengan salah satunya saja.

Pertama, cinta. Di antara dalil yang menunjukkan akan hal ini adalah firman Allah:

قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah: 24)

Kedua, takut. Di antara dalilnya adalah firman Allah ketika menyebutkan ciri orang-orang yang bertakwa:

الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُم بِالْغَيْبِ وَهُم مِّنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُونَ

 Yaitu orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat. (QS. Al-Anbiya’: 49)

Ketiga, harap. Di antara dalilnya yaitu firman Allah dalam hadits qudsi, Allah berfirman:

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ مَا كَانَ مِنْكَ وَلَا أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي

“Wahai anak Adam sesungguhnya selama engkau berdo’a dan berharap kepadaku maka niscaya akan Aku ampuni dosa-dosamu dan Aku tidak akan mempedulikannya. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu setinggi langit kemudian engkau meminta ampunan-Ku maka Aku akan ampuni dan Aku tidak peduli.” (HR. Tirmidzi: 3463)

Kaum Yang Tersesat

Apabila seorang hanya mengedepankan salah satu saja di antara ketiga hal itu dalam beribadah maka ia akan menjadi kaum yang tersesat. Dahulu sebagian salafush shalih mengatakan:

مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِالْحُبِّ وَحْدَهُ فَهُوَ زِنْدِيقٌ، وَمَنْ عَبَدَهُ بِالْخَوْفِ وَحْدَهُ فَهُوَ حَرُوْرِيٌّ، وَمَنْ عَبَدَهُ بِالرَّجَاءِ وَحْدَهُ فَهُوَ مُرْجِيءٌ

“Siapa yang mengibadahi Allah dengan perasaan cinta saja maka ia adalah seorang zindiq. Siapa yang mengibadahi-Nya dengan perasaan takut saja maka dia adalah seorang Haruri (Khawarij). Dan siapa yang mengibadahi-Nya dengan perasaan harap saja maka dia adalah seorang Murjiah.” (Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil Aqidah: 13)

Imam Ibnul Mubarak rahimahullah meriwayatkan dari Wahab bin Munabbih rahimahullah, bahwa dahulu seorang bijak pernah mengatakan:

إِنِّي لَأَسْتَحْيِ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ أَعْبُدَهُ رَجَاءَ ثَوَابِ الجَنَّةِ – أي فَقَطْ – فَأَكُوْن كَالأَجِيْرِ السُّوْءِ إِنْ أُعْطِىَ عَمِلَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَعْمَلْ، إِنِّي لَأَسْتَحْيِ مِنَ اللَّهَ تعالى أَنْ أَعْبُدَهُ مَخَافَةَ النَّارِ – أي فَقَطْ – فَأَكُوْنَ كَالعَبْدِ السُّوْءِ إِنْ رَهِبَ عَمِلَ وَإِنْ لَمْ يَرْهَبْ لَمْ يَعْمَلْ

“Sungguh aku malu kepada Allah jika aku mengibadahinya hanya karena mengaharapkan surga, sehingga aku menjadi seorang pekerja yang buruk. Jika diberi ia bekerja dan jika tidak diberi ia tidak berkerja. Aku juga malu kepada Allah mengibadahinya hanya karena takut neraka, sehingga aku menjadi seorang budak yang buruk. Jika takut ia bekerja dan jika tidak ia tidak bekerja.” (Buhuruz Zakhirah fi Ulumil Akhirah: 2/321)

Oleh sebab itu, seorang mukmin yang benar yang berada di jalan Ahlussunnah wal Jama’ah harus menggabungkan tiga perasaan ini tatkala beribadah kepada Allah. Waallahul muwaffiq. (Art0266)

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !