Empat Mafsadat Mencela Masa

Sebagai seorang muslim, kita harus mengetahui bahwa mencela zaman adalah suatu yang terlarang dan tidak layak, baik secara syariat maupun secara akal sehat. Mencela masa mengandungi mafsadat (kerusakan), diantaranya:

1. Mencela sesuatu yang tidak berhak untuk dicela

Masa atau waktu adalah makhluk Allah yang akan berjalan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya. Dia tidak bersalah sehingga berhak untuk dicela. Makanya Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan:

نَعِيبُ زَمَانَنَا وَالعَيْبُ فِينَا ** وَمَا لِزَمَانِنَا عَيْبٌ سِوَانَا
وَنَهجُو ذَا الزَّمَانَ بِغيرِ ذَنْبٍ ** وَلَوْ نَطَقَ الزَّمَانُ لَنَا هَجَانَا

Kita mencela zaman kita, padahal celaan itu ada pada diri kita. Zaman kita tidaklah memiliki aib selain kita. Kita mencela zaman tanpa dosa, seandainya zaman bisa bicara niscaya ia akan balik mencela kita. (Diwan Asy-Syafi’i: 106)

Mencela sesuatu yang tidak berhak untuk dicela, mencaci sesuatu yang tidak bersalah tentu adalah sebuah kezaliman. Sedangkan kezaliman pasti mencelakakan. Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

  اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Hindarilah kezaliman, karena kezaliman itu adalah mendatangkan kegelapan pada hari kiamat kelak.” (HR. Bukhari: 2447, Muslim: 2578)

2. Mencela Allah

Saat seorang mencela satu makanan karena makanan tersebut tidak enak misalnya, pada hakikatnya ia sedang mencela tukang masaknya. Meskipun dia tidak mengungkapkannya. Begitu pula ketika seorang mencela zaman, pada dasarnya dia sedang mencela yang menciptakan zaman tersebut. Berarti, sadar atau tidak, dia sedang mencela Allah. Oleh sebab itu, Allah akan tersakiti jika ada hamba-Nya yang mencela zaman atau masa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ بِيَدِي الْأَمْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

Allah berfirman: ’Anak Adam telah menyakiti-Ku. Ia mencela masa padahal Akulah (yang menciptakan) masa. di tangan-Ku segala urusan, Akulah yang membolak-balikan malam dan siang.’” (HR. Bukhari: 4826, Muslim: 2246)

3. Menyerupai orang-orang jahiliyah

Mencela zaman adalah perangainya orang-orang jahiliyah. Allah berfirman:

وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّون

Dan mereka berkata: ’kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.’ Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja.” (QS. al-Jatsiyah: 24)

Ibnu Jarir menyebutkan sebuah riwayat, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Orang-orang jahiliyyah dahulu mengatakan: ‘Yang membinasakan kita hanyalah malam dan siang. Itulah yang membinasakan kita, mematikan serta menghidupkan kita.’ Maka Allah berfirman: “Dan mereka berkata….(Al-Jatsiyah 24).” (Jami’ul Bayan fi Ta’wili Ayil Qur’an: 22/79)

Sedang kita dilarang untuk menyerupai (tasyabbuh) dengan mereka, dari Ibnu Umar ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa bertasyabuh dengan suatu kaum, maka ia bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud: 4031)

4. Tidak merubah keadaan hanya menambah kekesalan

Jika direnungkan lebih dalam,  mencela zaman adalah perbuatan yang sia-sia. Celaan tidak akan mengubah keadaan sedikit pun. Bahkan justru menambah sesak dada. Udara tidak akan berubah jadi dingin ketika kita mencelanya karena panas. Hari-hari takkan kembali saat kita mengeluhkannya karena cepatnya ia berlalu. Lantas apa gunanya celaan itu?

Al-Mu’afa bin Sulaiman pernah berjalan kaki bersama seorang temannya. Lalu temannya itu bergumam: “Dingin sekali hari ini?!”Apakah kau sudah merasa hangat sekarang?” sahut Al-Mu’afa “Tidak,” jawabnya. Al-Mu’afa berkata: ”Jadi apa gunanya memaki?! Seandainya engkau membaca tasbih, pasti lebih baik.” (Istamti’ Bihayatik hal. 244)

Baca Juga Artikel:

KITABUT TAUHID BAB 45 – Barangsiapa Mencaci Masa Maka Dia Telah Menyakiti Allah

Wallahu a’lam #faidah singkat
Selesai disusun di rumah mertua tercinta Jatimurni Bekasi, Jum’at 11 Rabiul Awal 1441/ 8 Nov 2019

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !