Istighatsah Dan Berdo’a Kepada Selain Allah Adalah Syirik

Istighatsah adalah seorang meminta pertolongan dan perlindungan dalam keadaan sempit untuk dihilangkan kesempitannya. Sedangkan do’a lebih umum yaitu seorang meminta, baik dalam keadaan lapang atau pun sempit. (Lihat: al-Mulakhkhash fi Syarh Kitabit Tauhid: 113)

Istighatsah dan doa adalah ibadah, bilamana ditujukan kepada selain Allah maka ia menjadi sebuah kesyirikan. Allah berfirman:

وَلَا تَدْعُ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ

Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang zalim. (QS. Yunus: 106)

Mungkin ada yang bertanya, apakah masih ada orang yang berdo’a dan beristighatsah kepada selain Allah, padahal zaman sudah maju, tingkat pendidikan manusia telah tinggi?! Jawabnya ya dan bahkan lebih parah dari orang-orang jahiliyyah. Perhatikan Firman Allah:

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan Allah. (QS. Al-Ankabut: 65)

Orang-orang jahiliyah dahulu melakukan kesyirikan pada saat lapang saja. Ketika mereka sudah terdesak dan berada dalam keadaan genting, mereka benar-benar ikhlas berdoa hanya kepada Allah. Bandingkan dengan orang-orang zaman sekarang yang berbuat syirik baik ketika sempit maupun lapang. Lihat apa yang dikatakan al-Bushiri dalam qasidah “al-Burdah” nya:

يَا أَكْرَمَ الخَلْقِ مَالِي مَنْ أَلُوْذُ بِهِ، سِوَاكَ عِنْدَ حُدُوْثِ الحَادِثِ العَمَمِ

“Wahai makhluk termulia (Muhammad), aku tidak memiliki pelindung selain dirimu di kala datangnya petaka.”

Dengan kata lain, ketika terjadi malapetaka, keadaan genting, mereka berlindung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahkan mereka menafikan Allah sebagai pelindung.

Imam At-thabrani menyebutkan sebuah riwayat bahwa: “Pernah ada pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seorang munafik yang selalu menyakiti orang-orang mukmin. Maka salah seorang di antara orang mukmin berkata: ‘Marilah kita bersama-sama memohon perlindungan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam supaya dihindarkan dari tindakan buruk orang munafik ini. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab:

إِنَّهُ لاَ يُسْتَغَاثُ بِيْ وَإِنَّمَا يُسْتَغَاثُ بِاللهِ

“Sesungguhnya aku tidak boleh dimintai perlindungan, hanya Allah sajalah yang boleh dimintai perlindungan.” (Majmu’ zawaid: 10/246)

Bisa dipastikan seandainya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendengar qashidah itu didendangkan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang zaman sekarang, niscaya beliau akan marah besar karena hal itu termasuk dari kesyirikan.

Oleh sebab itu, mintalah pertolongan serta perlindungan kepada Allah saja, baik ketika sempit maupun ketika lapang.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !