Jadilah Para Perintis Kebaikan

Perintis adalah orang pertama melakukan sesuatu dan mula-mula membuka jalan. Menjadi perintis dalam kebaikan adalah hal yang sangat luar biasa, pahalanya
berlipat ganda. Selain mendapat pahala dari apa yang dikerjakan saat itu, mereka juga mendapat pahala dari peninggalan kebaikan yang telah mereka rintis. Allah berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ

Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (QS. Yasin: 12)

Said bin Jubair rahimahullah, seorang Imam dari generasi tabi’in mengatakan: “Yakni, apa yang mereka contohkan (mereka rintis).” (Hilyatu al-Auliya’: 4/284)

Ayat diatas dikuatkan oleh hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, dari Jarir radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا ، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ

“Barang siapa yang memberikan contoh yang baik dalam Islam kemudian diamalkan oleh orang lain setelahnya maka ia akan mendapat pahala semisal pahala orang yang mengamalkannya tanpa dikurangi dari pahala mereka sedikit pun.” (HR. Muslim: 1017)

Memang merintis kebaikan itu tidak mudah, banyaknya pahitnya. Semak belukar harus kita rambah, padahal banyak durinya. Terkadang, harus sendirian atau dengan segelintir orang saja. Iya pada awalnya akan banyak orang yang mengatakan bersedia membantu, namun pada kenyataannya seiring berjalannya waktu, entah kemana mereka itu. Tapi percayalah, itu adalah sunnatullah, dan akhir dari semua akan manis dirasa.

Oleh sebab itu, tidak perlu sedih dalam merintis kebaikan. Walau serba kekurangan, meski sendirian atau hanya segelintir orang. Yang penting luruskan dan jaga niat, berbuatlah untuk Allah, memang kita lemah tapi Allah Maha Kuat, memang kita miskin tapi Allah Maha Kaya. Yang kita harapkan hanyalah pahala dari Allah, baik sekarang, lebih lagi ketika mata telah terpejam dan badan terbaring di kuburan.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !