Jangan Sampai di Tengah Covid-19 Kita Justru Jatuh Kedalam Kesyirikan

Masih tentang Covid-19, mungkin salah satu hikmah dari musibah ini yaitu menampakkan kepada kita keadaan umat islam di hari ini, yang tengah krisis akidah, jatuh dalam kesyirikan tanpa mereka sadari. Parahnya, mereka secara terang-terangan mengajak orang lain untuk melakukan kesyirikan yang tengah mereka lakukan itu.

Beberapa waktu yang lalu ada sebuah video yang dishare oleh Ustadz Maududi Abdullah, Lc hafizhahullah di group Da’i Ranah Minang, yang menunjukkan kepada kita betulnya ucapan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yang mengatakan bahwa:

أَن مشركي زماننا أغلظ شركا من الأولين، لأن الأولين يشركون في الرخاء ويخلصون في الشدة، ومشركو زماننا شركهم دائم في الرخاء والشدة

Orang-orang musyrik zaman kita lebih parah kesyirikannya dibanding orang-orang musyrik terdahulu (di zaman jahiliyah). Karena, orang-orang musyrik terdahulu itu berbuat syirik dalam kondisi lapang, mengikhlaskan ibadah kepada Allah dalam kondisi sempit. Sedangkan orang-orang musyrik zaman kita kesyirikan mereka terus menerus baik dalam kondisi lapang maupun sempit. (Al-Qawaidu Al-Arba’: 31)

Kemudian beliau rahimahullah membawakan dalil berkaitan dengan kondisi orang-orang musyrik terdahulu itu yaitu firman Allah:

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan Allah. (QS. Al-Ankabut: 65)

Dalam video tersebut, ada seorang laki-laki yang sedang memberikan pandangan dan ajakan, tapi lebih cocoknya kita katakan penyesatan, menyikapi tentang musibah Covid-19 yang sedang terjadi, ia mengatakan begini:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di video ini, kami sedikit menyikapi tentang masalah yang lagi viral yaitu wabah yang melanda kita, melanda dunia yaitu virus Corona atau Covid-19.

Disini kita mau membuka pemikiran kita. Sebenarnya salah satu, ingat salah satu daripada obat Corona itu, obat wabah itu ada di rumah kita. Cuman kita tidak menyadari. Kenapa tidak menyadari? Karena kita panik, karena kita takut dengan penyakit itu. Sehingga kita melupakan salah satu obat yang ada di rumah kita.

Siapa obat kita? Ini yang ada dibelakang ini (sambil mengarahkan kamera ke arah foto di belakangnya), foto seorang aulia Allah subhanahu wata’ala yang barusan kita hauli sama-sama foto almarhumah..(dengan menyebutkan nama walinya tersebut). Semoga berkat foto yang ada di rumah kita, wabah penyakit tidak masuk ke dalam rumah kita. Amin amin ya rabbal ‘alamin

Coba perhatikan bagian akhir dari ucapan orang itu, ia mengajak manusia untuk berlindung dengan foto salah satu orang shalih, agar terhindar dari Covid-19 bukan berlindung kepada Allah. Inilah bentuk nyata dari kesyirikan yaitu beristighatsah kepada selain Allah. Dalam keadaan sempit, musibah tengah melanda, ia mengajak manusia mempersekutukan Allah subhanahu wata’ala.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan perkataan Bushiri dalam bait sya’ir Al-Burdahnya dimana dia berkata:

يَا أَكْرَمَ الخَلْقِ مَا لِيْ مَنْ أَلُوْذُ بِهِ
سِوَاكَ عِنْدَ حُلُوْلِ الْحَادِثِ الْعَمِمِ

Wahai makhluk termulia (Muhammad), aku tidak memiliki pelindung selain dirimu di kala datangnya petaka.”

Dengan kata lain, ketika terjadi malapetaka, keadaan genting, mereka berlindung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahkan mereka menafikan Allah sebagai pelindung.

Padahal, jika kita memperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-thabrani, dimana pernah ada pada zaman Rasulullah seorang munafik yang selalu menyakiti orang-orang mu’min, maka salah seorang di antara orang mu’min berkata: “Marilah kita bersama-sama memohon perlindungan kepada Rasulullah  supaya dihindarkan dari tindakan buruk orang munafik ini”, ketika itu Rasulullah menjawab:

إِنَّهُ لاَ يُسْتَغَاثُ بِيْ وَإِنَّمَا يُسْتَغَاثُ بِاللهِ

Sesungguhnya aku tidak boleh dimintai perlindungan, hanya Allah sajalah yang boleh dimintai perlindungan.” (Majmu’ zawaid: 10/246)

Bisa dipastikan seandainya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendengar qashidah itu didendangkan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang zaman sekarang, niscaya beliau akan marah besar karena hal itu termasuk dari kesyirikan.

Dari hadits ini pula kita bisa mendapatkan kesimpulan, jika seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja tidak pantas di-istighatsahi maka selain beliau seperti foto wali yang dikatakan oleh orang di video tadi tentu jauh lebih tidak pantas.

Istighatsah adalah seorang meminta pertolongan dan perlindungan dalam keadaan sempit untuk dihilangkan kesempitannya. Sedangkan do’a lebih umum yaitu seorang meminta, baik dalam keadaan lapang atau pun sempit.  (Lihat: al-Mulakhkhash fi Syarh Kitabit Tauhid: 113)

Istighatsah dan doa adalah ibadah, bilamana ditujukan kepada selain Allah maka ia menjadi sebuah kesyirikan. Karenanya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah membuat bab khusus dalam Kitabut Tauhid dengan judul: “Termasuk Kesyirikan Istighatsah Kepada Selain Allah.” Kemudian beliau membawakan banyak dalil untuk hal ini.

Oleh sebab itu, penting rasanya kita kembali belajar agama. Mengkaji akidah yang benar yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik agar kita dapat terhindar dari kesyirikan yang semakin hari semakin berbahaya dan merajalela. Jangan sampai jasad kita selamat dari musibah wabah Covid-19 namun jiwa kita justru tidak selamat dari musibah kesyirikan. Padahal kesyirikan, lebih parah dari pada musibah wabah yang tengah terjadi.

Baca juga Artikel:

Covid-19, Sudahkah Memberikan Pengaruh Buat Akhirat Kita?

Pondok Jatimurni BB 3 Bekasi, Bekasi, Senin, 6 Sya’ban 1441H/ 30 Maret 2020 M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !