Kehancuran Suatu Negeri (#5/6)

Sifat Pemimpin Teladan

Tidaklah diragukan bahwa peran pemimpin sangat besar bagi umat untuk membentuk negeri yang diridhoi oleh Allah ﷻ, karena masyarakat akan lebih patuh terhadap perintah pemimpin ketimbang orang lain yang se-level/setingkat dengan rakyat. Hal itu, karena Allah ﷻ menitipkan kekuatan kepada para pemimpin.

Memang tidak mudah menjadi pemimpin. Sang Imam harus menjadi cerminan bagi rakyatnya, dan harus amanah agar negeri yang ia pimpin aman dan jauh dari bencana.

Diantara sifat yang wajib dimiliki oleh para pemimpin, diantaranya adalah :

Beriman dan Bertaqwa Kepada Allah ﷻ

Pemimpin jika ia seorang muslim, lantas meng-ilmui wahyu Allah ﷻ serta beramal shalih dan tinggi perasaan takutnya kepada Allah, yakinlah… negeri dan rakyat akan aman dan tentram. Sebagaimana yang pernah dialami oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.

Perasaan takut kepada Allah yang sangat tinggi inilah yang menjamin pemimpin istiqomah, tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Penciptanya. Karena itulah pesan taqwa yang mengadung makna iman dan beramal shalih senantiasa Allah wasiatkan kepada semua insan bahkan kepada para pemimpin,

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ

Wahai Nabi, bertaqwalah kepada Allah ! (QS. Al-Ahzab: 1)

Jika Nabi ﷺ sebagai pemimpin umat diperintahkan untuk bertaqwa, maka yang lain pun lebih ditekankan lagi.

Amar Makruf Nahi Mungkar

Adalah sarana yang paling tepat untuk menghentikan semua bentuk perbuatan zalim dan meningkatkan nilai hidup rakyat. Oleh sebab itu, semua para utusan Allah ﷻ yang mereka itu adalah pemimpin umat, senantiasa  ber-amar makruf dan nahi mungkar. Bahkan itulah merupakan sifat/ciri khas umat Islam. (Lihat QS. At-Taubah: 71)

Jika pemimpin melaksanakan tugas ini dengan berpegang kepada sunnah Nabi ﷺ, yakinlah… bahwa keamanan dan kemakmuran negeri akan terwujud. insyaaAllah…

Menghukum Orang yang Bersalah

Ketahuilah, meskipun para penjahat dan perusak di permukaan bumi tidak pernah kunjung padam. Setidaknya rakyat pada umumnya masih memiliki perasaan takut kepada pemimpin/pemerintah. Oleh karena itu, bila pemimpin dalam suatu negeri melaksanakan hukum had atau pidana yang ditetapkan di dalam Islam dengan seadil-adilnya, dan tanpa pandang bulu, itulah satu-satunya cara untuk menyelesaikan semua bentuk kejahatan. Jika tidak, jangan berharap kerusuhan akan berhenti. Simak baik-baik firman Allah ﷻ,

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Dan dalam qishaash itu ada (jaminan/kelangsungan) hidup bagi kalian, wahai orang-orang yang berakal, supaya kalian bertaqwa (QS. Al-Baqarah: 179)

Ibnu Katsir رحمه الله berkata: Di dalam hukum Allah ﷻ, membunuh orang yang membunuh faidahnya sangatlah besar, umat akan terlindungi dari bahaya. Jika orang yang ingin membunuh tahu dia akan dibunuh juga, tentu dia akan berhenti dan mengurungkan niat dari perbuatan jahatnya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir: 1/212)

Jika pencuri dipotong tangannya, peminum khomer dicambuk minimal 40 kali sampai 80 kali, yang berzina bagi yang telah menikah dirajam sampai mati dan seterusnya, maka sebuah negeri insyaaAllah akan aman dan tentram.

Yang perlu digarisbawahi adalah semua hukum Allah berlaku bagi siapa pun. Hukuman ditegakkan terhadap rakyat dan juga para pemimpin. Jika hukum ini diabaikan, para pemimpin membuat hukum sendiri, bahkan seperti hukum mata pisau… tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Maka persaksikanlah! Tunggulah kehancuran negeri tersebut.

Bayangkan, bila ada pemimpin yang korupsi, pemimpin berzina, pemimpin mencuri, pemimpin zholim, menganiaya dan yang lainnya dibiarkan begitu saja… bersamaan dengan itu pelanggaran rakyat bisa ditebus dengan uang, maka jangan berharap! Jangan pernah berharap negeri itu akan aman, damai, dan sejahtera.

Untuk lebih jelasnya, lihat kitab “As-Siyasatus Syar’iyyah” oleh Ibnu Taimiyah رحمه الله, Bab: Pelanggaraan Hukum.

Berbuat Adil 

Sungguh, yang ditunggu-tunggu oleh umat dari seorang pemimpin adalah keadilan dan kejujurannya. Pemimpin yang adil bukan hanya membawa kenyamanan hidup dan disenangi oleh rakyat, namun juga mendatangkan rahmat dari Allah ﷻ.

Hal ini sebagaimana yang telah diraih dan dirasakan oleh semua utusan Allah dan para sahabatnya. Bahkan kenikmatan tersebut tidak hanya di dunia, tetapi akan diperoleh pula kelak di akhirat, yakni perlindungan Allah ﷻ dari adzab-Nya besok di hari Kiamat. Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: Nabi ﷺ bersabda,

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ

Ada tujuh golongan, yang mana Allah akan memberi naungan tersebut kepada mereka pada hari Kiamat, yang tiada naungan kecuali naungan-Nya. Diantara mereka adalah Pemimpin yang Adil. (HR. Bukhari: 6/2496)

Adapun yang dimaksud ‘adil’ ialah; Menghukumi orang yang bersalah dengan hukum Allah ﷻ.

Menunaikan Amanat

Khalifah atau pemimpin adalah pemegang amanat dari Allah ﷻ, demikian juga amanat dari rakyatnya. Karena itulah Allah memerintahkan rakyat agar mendengarkan dan mentaati pemimpinnya, sebagaimana disebutkan didalam QS. An-Nisa: 59.

Pada ayat sebelumnya, QS. An-Nisa: 58 disebutkan tugas pemimpin diantaranya adalah berbuat adil dan menunaikan amanat.

Tidaklah diragukan bahwa pemegang amanat yang paling besar adalah ‘umaro’ (para pemimpin). Jika mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menunaikan amanat… insyaaAllah negeri akan aman dan damai.

Bagaimana cara agar para pemimpin menunaikan amanat??

1. Hendaknya yang dipimpin (rakyat) tidak menyerahkan urusan kepada orang yang meminta amanat tersebut. (Dengan kata lain; orang yang sengaja meminta untuk dijadikan pemimpin)

Abdurrahman bin Samuroh رضي الله عنه berkata: Rasulullah ﷺ berkata kepadaku; Wahai Abdurrahman bin Samuroh !

لَا تَسْأَلِ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

Janganlah kamu sengaja meminta untuk menjadi pemimpin, karena jika kamu diberi sebab atas permintaanmu tersebut, kamu tidak akan mendapatkan pertolongan (dari Allah). Tetapi jika kamu diserahi amanat yang tidak kamu minta, niscaya kamu akan ditolong. (HR. Bukhari: 6/2243, Muslim: 3/1273)

2. Hendaknya tidak menyerahkan amanat hanya karena hubungan kerabat atau teman akrabnya, padahal bukan ahlinya.

Umar bin Khatab رضي الله عنه berkata: “Barang siapa menjadi pemimpin kaum muslimin, lalu menyerahkan amanat kepada orang lain karena ia teman akrabnya atau kerabatnya, maka dia telah mengkhianati Allah ﷻ dan Rasul-Nya ﷺ. (Lihat As-Siyasatus Syar’iyyah: 12)

3. Tidak menyerahkan amanat kepada seseorang, sedangkan ada orang yang lain yang lebih berhak untuk memikulnya.

Karena perintah Allah ﷻ,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyampaikan amanat (hanya) kepada ahlinya. (QS. An-Nisa’: 58)

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

فَإِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

Maka tatkala amanat itu disia-siakan, tungguhlah kehancurannya.” Lalu sahabat bertanya: “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Beliau ﷺ menjawab: “Tatkala diserahkan suatu urusan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari: 1/33)

Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata: Pemimpin negara hendaknya mencari orang yang tepat dan berhak menjadi pemimpin untuk membantu dirinya, baik sebagai amir wilayah (gubernur), panglima perang, para hakim dan menteri, penarik zakat, penarik pajak dan yang lainnya. Masing-masing dari mereka hendaknya ada wakilnya, diangkat orang yang ahli sesuai dengan bidangnya masing masing. Bahkan, hendaknya juga selektif didalam memilih imam shalat, mu’adzin, guru, pembimbing jama’ah haji, pengirim (kurir) surat, intelejen, bendahara, penjaga istana, komandan pasukan tempur, pemimpin kabilah dan pasar, kepala desa maupun pengawas perdagangan dan yang lainnya. (As-Siyasatus Syar’iyyah fii Ishlaahirraa’i warra’iyyah: 12)

Selanjutnya beliau رحمه الله berkata: Untuk yang memegang kekuasaan hendaknya dipilih yang kuat lagi amanah. Allah ﷻ berfirman,

إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja/mengabdi (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (QS. Al-Qashas: 26)

Sedangkan istilah ‘kuat’, tentunya sesuai dengan bidangnya masing-masing:

• Untuk Panglima Perang, didahulukan yang pemberani, punya pengalaman perang, pandai mensiasati musuh, karena perang adalah ‘khidah’ (penipuan) sebagaimana disebutkan dalam hadits.

• Untuk Hakim dan Pengadilan, dibutuhkan yang kuat ilmu hukum Islamnya, mendalami hukum pidana menurut Islam, dan mampu melaksanakannya tanpa keraguan.

Adapun istilah ‘amanat’, maka dibutuhkan orang yang takut kepada Allah ﷻ, tidak menjual ayat-ayat Allah, dan tidak takut kepada manusia.

Sifat-sifat diatas (yang telah disebutkan), harus ada pada setiap karakter para pemimpin umat. Sebagaimana disebutkan didalam QS. Al-Maidah: 44. (Lihat As-Siyasatus Syar’iyyah fii Ishlaahirraa’i warra’iyyah: 18-20)

Selanjutnya beliau (Ibnu Taimiyah) رحمه الله melanjutkan: Untuk mencari pemimpin yang amanah lagi kuat, biasanya jarang kita jumpai. Oleh karena itu Umar bin Khotthob  رضي الله عنه  berkata: “Ya Allah aku mengadu kepadamu dari kuatnya orang yang curang  dan lemahnya orang yang dapat dipercaya”. Oleh karena itu, setiap kepemimpinan ditinjau mana yang lebih membawa kepada maslahat. Jika ada dua pilihan, yang satu memiliki kekuatan yang luar biasa, sedangkan yang lain memiliki amanah yang luar biasa, maka didahulukan mana yang lebih membawa maslahat dan lebih kecil mudhorot (bahaya)nya.

Untuk panglima perang didahulukan yang lebih kuat keberaniannya, sekalipun curang. Imam Ahmad رحمه الله ketika ditanya: Ada dua orang yang akan menjadi pemimpin perang, yang satu kuat tapi curang, yang lain baik tapi lemah, mana yang lebih berhak menjadi pemimpin perang? Beliau menjawab: Orang yang curang tapi kuat, karena kuatnya untuk kaum muslimin sedangkan curangnya untuk dirinya sendiri. Adapun orang yang baik tapi lemah, baiknya untuk dirinya sendiri, sedangkan lemahnya membahayakan kaum muslimin. Maka ikutlah perang bersama pemimpin yang curang tapi kuat.

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ

Sesungguhnya Allah akan menolong agama ini dengan pemimpin yang curang. (HR. Ad-Darimi: 2/314, Lihat As-Shahihah: 1649 dan Lihat As-Siyasatus Syar’iyyah fii Ishlaahirraa’i warra’iyyah: 21-22)

Kesimpulannya:
Kuat dan berani serta amanah memang dibutuhkan bagi setiap yang memegang kepemimpinan, tetapi jika tidak terpenuh keduanya, maka dipilih mana yang lebih maslahat, seperti bendahara dibutuhkan orang yang lebih amanah, walaupun fisiknya kurus, tapi satpam yang mendampinya dibutuhkan yang lebih kuat dan berani. Sekretaris dibutuhkan orang yang amanah, teliti, dan punya pengalaman, demikian pula untuk kepemimpinan yang lainnya. Wallahua’lam…

4. Dermawan

Pemimpin bukanlah niatnya untuk menjadi orang kaya, sehingga mengabaikan kepentingan umat, akan tetapi hendaknya mendahulukan kepentingan rakyat. Lihatlah bagaimana suri tauladan yang dicontohkan oleh Nabi ﷺ.

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah ﷺ bersabda,

فَمَنْ تُوُفِّيَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَتَرَكَ دَيْنًا فَعَلَيَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ

Siapa saja orang mukmin yang meninggal dunia sedangkan dia punya hutang, kamilah yang menanggungnya, dan barang siapa wafat meninggalkan harta, maka untuk ahli warisnya. (HR. Bukhari: 2/805, Muslim: 3/1237)

Sejarah telah membuktikan bahwa Beliau ﷺ ketika meninggal dunia, tidaklah mewariskan harta benda kepada kerabatnya. Hal yang demikian dikarenakan sifat dermawan beliau, yang tatkala memiliki harta… Tak lama, segera beliau ﷺ infakkan dan shodaqoh-kan di jalan Allah Subhanahu wata’ala.

Pemimpin disamping pemberani, hendaknya   juga dermawan, karena dua sifat ini menjadi sebab kesejahteraan umat. Sebaliknya, jika dua sifat ini diabaikan, maka akan hancur suatu negara. Abdullah bin Amr رضي الله عنه berkata: Nabi ﷺ berkhotbah lalu bersabda,

   إِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالشُّحِّ

Jauhkan dirimu dari bakhil (pelit), karena hancurnya umat sebelum kamu adalah karena penyakit bakhil. (HR. Abu Dawud: 2/133, Ahmad: 2/191, Dishahihkan oleh al-Albani didalam Shahihul Jami’ as-Shoghir: 2/384)

Pernah suatu hari, Sa’ad bin Abi Waqqos رضي الله عنه menyuruh para sahabat agar berdoa seperti yang diajarkan oleh Nabi ﷺ,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ  …

Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari sifat bakhil dan aku berlindung kepadamu dari rasa takut. (HR. Bukhari: 5/2341)

Dibalik dua sifat yang tercela ini (bakhil dan penakut), hendaknya seorang pemimpin memiliki sifat syaja’ah (pemberani), yang ini dibutuhkan untuk menghadapi musuh dan    perlawanan pemberontak. Kemudian sifat  karom (dermawan), yang ini dibutuhkan bagi kaum dhu’afa. Untuk lebih jelasnya lihat kitab al-Amru bil Makruf wa an-Nahyu anil Mungkar, oleh Ibnu Taimiyah رحمه الله, mulai halaman 62 dan seterusnya. Terbitan Darul Bukhari.

5. Tidak Ambil Upah/Pungutan Liar

Pemimpin yang sudah digaji, hendaknya tidak mengambil harta lain dari orang yang berurusan dengannya, baik berupa upah tambahan atau suap, karena hal ini bila dilakukan akan terjadi peng-khianatan tugas. Mereka hanya mau bekerja bila ada tambahan upah liar, sehingga masyarakat miskinlah yang menjadi korban.

Abu Humaid As-Saidi رضي الله عنه berkata: Rasulullah ﷺ menyuruh seorang pegawai untuk menjalankan tugasnya, ketika pegawai itu selesai menjalankan tugasnya, lalu ia datang sambil berkata: Wahai Rasulullah !, ini untukmu dan ini hadiah untuk diriku. Lalu Beliau ﷺ berkata kepadanya: Mengapa kamu tidak tinggal dirumah ayahmu dan ibumu saja !!, lalu kamu menanti, apakah ada orang yang memberi hadiah kepadamu ataukah tidak ?! (HR. Bukhari: 6/2246)

Dari Buraidah رضي الله عنه Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ

Barang siapa yang kami beri tugas, sedangkan kami telah memberinya gaji, lalu dia mengambil upah lainnya, maka dia adalah seorang penghianat. (HR. Abu Dawud: 3/134, Hadits shahih, Lihat Majama’ Zawaid: 4/151 dan Fathul Bari: 5/162)

Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata: Banyak terjadi kezhaliman pemimpin terhadap rakyat, mereka mengambil harta rakyat yang bukan haknya dan menahan apa-apa yang menjadi hak rakyatnya. (Lihat As-Siyasatus Syar’iyyah fii Ishlaahirraa’i warra’iyyah: 47)

Itulah diantara sifat-sifat teladan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Sehingga sebuah negeri akan benar-benar aman, tentram, nyaman, dan damai. Namun, hal yang demikian tidaklah sempurna jika tidak didukung pula dengan keteladanan sifat dari para rakyatnya.

Apa saja sifat-sifat teladan yang wajib dimiliki oleh setiap rakyat? Penasaran? Simak pembahasan selanjutnya…

Bersambung…

https://maribaraja.com/kehancuran-suatu-negeri-6-6/

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc adalah mudir Ma'had Al-Furqon Al-Islami Srowo, Sidayu, Gresik, Jawa Timur. Beliau juga merupakan penasihat sekaligus penulis di Majalah Al-Furqon dan Al-Mawaddah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !