Kesalahan Dalam Penerapan Syari’at Poligami

Poligami itu adalah bagian dari syariat Islam. Harus diterima dan tidak boleh dicela. Adapun jika ternyata pada prakteknya terjadi kekacauan dan keributan, maka harus diyakini bahwa kesalahan bukan pada syari’at poligami namun pada person yang melakukannya.

Salah satu sebab kesalahan ini adalah sifat ketergesaan, kurang ilmu dan tidak bisa memandang jauh ke depan. Padahal, di dalam syariat, poligami yang diprediksi akan mendatangkan dampak buruk dan persoalan di kemudian hari dalam kehidupan suami istri, maka lebih baik tidak dilaksanakan.

Al-Miswar bin Makhramah radhiyallahu anhu menuturkan: “Ali meminang anak perempuan Abu Jahal. Begitu mendengar hal itu, Fathimah radhiyallahu anha mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan berkata, “Kaummu menyatakan bahwa engkau tidak marah untuk membela putrimu! Ali hendak menikahi anak perempuan Abu Jahal.”

Begitu mendengar pernyataan ini, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam langsung berdiri, pada saat itu aku mendengar beliau setelah bersyahadat bersabda:

أَمَّا بَعْدُ أَنْكَحْتُ أَبَا الْعَاصِ بْنَ الرَّبِيعِ فَحَدَّثَنِي وَصَدَقَنِي وَإِنَّ فَاطِمَةَ بَضْعَةٌ مِنِّي وَإِنِّي أَكْرَهُ أَنْ يَسُوءَهَا وَاللَّهِ لَا تَجْتَمِعُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِنْتُ عَدُوِّ اللَّهِ عِنْدَ رَجُلٍ وَاحِدٍ

“Hadirin, aku telah menikahkan Abu Al ‘Ash bin ar-Rabi’ lalu dia bercerita kepadaku dan membenarkan aku. Dan sesungguhnya Fathimah adalah bagian dari diriku dan sungguh aku tidak suka bila ada orang yang menyusahkannya. Demi Allah, tidak akan berkumpul putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan putri dari musuh Allah pada satu orang laki-laki.” Akhirnya Ali pun membatalkan pinangannya. (HR. Bukhari: 3729, Muslim: 2449)

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mengharamkan poligami, beliau hanya membantu putrinya untuk menyatakan keberatan terhadap pernikahan ini. Dan lebih dari itu, beliau melihat dampak buruk yang akan timbul dari berkumpulnya putri beliau dengan putri seorang yang sering bersikap sangat buruk terhadapnya.

Dikhawatirkan hal ini akan menimbulkan kecemburuan dan kemarahan Fathimah sehingga ia berani melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki atau membuat kesal suaminya, yang kemudian suaminya tersebut marah kepadanya dan akhirnya ia pun durhaka kepada Tuhannya.

Dari sini kita dapat mencermati bahwa pernikahan dengan wanita kedua bila akan mendatangkan dampak buruk maka tidak boleh dilanjutkan. Karena bisa mengubah kehidupan suami istri dari sebelumnya bahagia menjadi sengsara.

Oleh sebab itu, ketika melakukan syari’at poligami hendaknya seorang tersebut terlebih dahulu berilmu dan bisa melihat jauh kedepan berupa dampak apa yang kiranya akan timbul dari apa yang dia lakukan tersebut. Poligami yang tidak didasari ilmu dan tanpa pertimbangan matang adalah sebuah kesalahan.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !