KHULAID AL-‘ASHARI – BERTADARUS AL-QUR’AN

Diriwayatkan dari Khulaid al-‘Ashari rahimahullah maula Ummu Darda’, bahwasanya ia pernah mengatakan:

إِنَّ لِكُّلِ شيءٍ زِيْنَةً وَإِنَّ زِيْنَةَ المَسَاجِدِ المُتَعَاوِنُوْنَ عَلَى ذِكْرِ اللهِ

“Sesungguhnya segala sesuatu memiliki perhiasan dan perhiasan masjid-masjid adalah orang-orang yang saling tolong menolong dalam berdzikir kepada Allah.” (Hilyatul Auliya’: 3/233) alih bahasa atsar: Dian Santosa

_________________

Dzikir yang paling utama secara mutlak adalah membaca al-qur’an. Bertadarus al-qur’an; saling membaca dan mempelajarinya, itulah yang harus digalakkan di setiap masjid, bukan malah paduan suara untuk bernyanyi bersama-sama. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu di antara rumah-rumah Allah, mereka membaca al-qur’an serta saling mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi oleh rahmat, dinaungi para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi-Nya.” (HR. Muslim: 2699)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa berkumpul bersama membaca al-Qur’an ada beberapa bentuk:

Pertama, membaca bersama dengan satu suara. Hal ini jika dalam rangka pembelajaran maka dibolehkan namun jika dalam rangka ibadah maka tidak boleh, termasuk ibadah yang tidak ada tuntunannya.

Kedua, membaca secara bergantian. Satu orang membaca sedangkan yang lainnya mendengarkan kemudian digantikan orang kedua, ia membaca yang lain mendengarkan, dan begitu seterusnya. Cara ini diperbolehkan, pahala orang yang mendengarkan sama dengan orang yang membaca.

Ketiga, membaca sendiri-sendiri tanpa memperdengarkan kepada yang lain. Cara ini pun dibolehkan. Lihat penjelasan lengkapnya dalam kitab Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah hlm. 393-394

Oleh sebab itu, mari membaca dan bertadarus al-qur’an, menghiasi masjid dengan dzikir yang paling utama. Tapi, tentunya tidak perlu juga memakai speker luar masjid sehingga mengganggu orang lain. Cukup untuk di dalam masjid saja.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !