KITABUT TAUHID BAB 19 – Penyebab Utama Kekafiran Adalah Ghuluw Dalam Mengagungkan Orang-orang Shalih

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan: Bab tentang penyebab utama kekafiran adalah ghuluw dalam mengagungkan orang-orang shalih. Firman Allah:

يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ لَا تَغْلُوا۟ فِى دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْحَقَّ

“Wahai orang-orang ahli kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian, dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.” (QS. An-Nisa’: 171).

Dalam shahih Bukhari ada satu riwayat dari Ibnu Abbas yang menjelaskan tentang firman Allah:

وَقَالُوا۟ لَا تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

“Dan mereka (kaum Nabi Nuh) berkata: “janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Tuhan-tuhan kamu, dan janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq maupun Nasr.”(QS. Nuh: 23).

Beliau (Ibnu Abbas) mengatakan: “Ini adalah nama orang-orang shaleh dari kaum Nabi Nuh, ketika mereka meniggal dunia, syetan membisikkan kepada kaum mereka agar membuat patung-patung mereka yang telah meninggal di tempat-tempat dimana, disitu pernah diadakan pertemuan-pertemuan mereka, dan mereka disuruh memberikan nama-nama patung tersebut dengan nama-nama mereka, kemudian orang-orang tersebut menerima bisikan syetan, dan saat itu patung-patung yang mereka buat belum dijadikan sesembahan, baru setelah para pembuat patung itu meninggal, dan ilmu agama dilupakan, mulai saat itulah patung-patung  tersebut disembah”.

Ibnul Qayyim berkata: “Banyak para ulama salaf mengatakan: “setelah mereka itu meninggal, banyak orang-orang yang berbondong-bondong mendatangi kuburan mereka, lalu mereka membuat patung-patung mereka, kemudian setelah waktu berjalan beberapa lama akhirnya patung-patung tersebut dijadikan sesembahan”.

Diriwayatkan dari Umar bahwa Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُوْلُوْا عَبْدَ اللهِ وَرَسُوْلُهُ

“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: Abdullah (hamba Allah) dan Rasulullah (Utusan Allah).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الغُلُوُّ

“Jauhilah oleh kalian sikap berlebih-lebihan, karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu majah dari Ibnu Abbas)

Dan dalam shahih Muslim, Ibnu Mas’ud berkata: bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ- قَالَهَا ثَلاَثًا

“Binasalah orang-orang yang bersikap berlebih-lebihan.” (diulanginya ucapan itu tiga kali).

Kandungan dalam bab ini:

1. Orang yang memahami bab ini dan kedua bab setelahnya, akan jelas baginya keterasingan Islam; dan ia akan melihat betapa kuasanya Allah itu untuk merubah hati manusia.
2. Mengetahui bahwa awal munculnya kemusyrikan di muka bumi ini adalah karena sikap berlebih-lebihan terhadap orang-orang shaleh.
3. Mengetahui apa yang pertama kali diperbuat oleh orang-orang sehingga ajaran para Nabi menjadi berubah, dan apa faktor penyebabnya? padahal mereka mengetahui bahwa para Nabi itu adalah utusan Allah.
4. Mengetahui sebab-sebab diterimanya bid’ah, padahal syari’at dan fitrah manusia menolaknya.
5. Faktor yang menyebabkan terjadinya hal di atas adalah tercampur-aduknya kebenaran dengan kebatilan; Adapun yang pertama ialah: rasa cinta kepada orang-orang shaleh.
Sedang yang kedua ialah: tindakan yang dilakukan oleh orang-orang ‘alim yang ahli dalam masalah agama, dengan maksud untuk suatu kebaikan, tetapi orang-orang yang hidup sesudah mereka menduga bahwa apa yang mereka maksudkan bukanlah hal itu.
6. Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat Nuh.
7. Mengetahui watak manusia bahwa kebenaran yang ada pada dirinya bisa berkurang, dan kebatilan malah bisa bertambah.
8. Bab ini mengandung suatu bukti tentang kebenaran pernyataan ulama salaf bahwa bid’ah adalah penyebab kekafiran.
9. Syetan mengetahui dampak yang diakibatkan oleh bid’ah, walaupun maksud pelakunya baik.
10. Mengetahui kaidah umum, yaitu bahwa sikap berlebih-lebihan dalam agama itu dilarang, dan mengetahui pula dampak negatifnya.
11. Bahaya dari perbuatan sering mendatangi kuburan dengan niat untuk suatu amal shalih.
12. Larangan adanya patung-patung, dan hikmah dibalik perintah menghancurkannya (yaitu: untuk menjaga kemurnian tauhid dan mengikis kemusyrikan).
13. Besarnya kedudukan kisah kaum nabi Nuh ini, dan manusia sangat memerlukan akan hal ini, walaupun banyak di antara mereka yang telah melupakannya.
14. Satu hal yang sangat mengherankan, bahwa mereka (para ahli bid’ah) telah membaca dan memahami kisah ini, baik lewat kitab-kitab tafsir maupun hadits, tapi Allah menutup hati mereka, sehingga mereka mempunyai keyakinan bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Nabi Nuh adalah amal ibadah yang paling utama, dan merekapun beranggapan bahwa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya hanyalah kekafiran yang menghalalkan darah dan harta.
15. Dinyatakan bahwa mereka berlebih-lebihan terhadap orang- orang shaleh itu tiada lain karena mengharapkan syafaat mereka.
16. Mereka menduga bahwa orang-orang berilmu yang membuat patung itu bermaksud demikian.
17. Pernyataan yang sangat penting yang termuat dalam sabda Nabi: “Janganlah kalian memujiku dengan berlebih-lebihan, sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin Maryam”. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada beliau yang telah menyampaikan risalah dengan sebenar-benarnya.
18. Ketulusan hati beliau kepada kita dengan memberikan nasehat bahwa orang-orang yang berlebih-lebihan itu akan binasa.
19. Pernyataan bahwa patung-patung itu tidak disembah kecuali setelah ilmu [agama] dilupakan, dengan demikian dapat diketahui nilai keberadaan ilmu ini dan bahayanya jika hilang.
20. Penyebab hilangnya ilmu agama adalah meninggalnya para ulama.

=================================

Islam adalah agama pertengahan (wasath)

Allah subhanahu wata’ala telah menyebutkan bahwa Islam itu adalah agama yang pertengahan antara ghuluw (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan), Allah berfirman:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. Al-Baqarah: 143)

Semua syari’at baik i’tiqad, ibadah maupun muamalah dibangun di atas konsep ini. Dari Aisyah radhiallahu anha, ia menuturkan:

دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي امْرَأَةٌ فَقَالَ مَنْ هَذِهِ فَقُلْتُ امْرَأَةٌ لَا تَنَامُ تُصَلِّي قَالَ عَلَيْكُمْ مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لَا يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا وَكَانَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ

“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam rumahku, yang saat itu saya bersama dengan seorang wanita. Maka beliau pun bertanya: ‘Siapa wanita ini? ‘ Saya menjawab, ‘Ia adalah seorang wanita yang tidak pernah tidur karena selalu menunaikan shalat sepanjang malam.’ Maka beliau bersabda: ‘Beribadahlah kalian sesuai dengan kemampuan kalian. Demi Allah, Dia tidak akan pernah bosan hingga kalian sendiri yang bosan. Dan amalan agama yang paling dicintai olehNya adalah yang dikerjakan dengan kontinyu oleh pelakunya.'” (HR. Muslim: 785)

Dalam masalah sedekah juga demikian. Ketika Allah menyebutkan tentang Ibadurrahman, maka salah satu sifat mereka adalah :

وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS. Al-Furqon: 67)

Bahkan dalam hal cinta dan benci pun syari’at mengajarkan untuk bersikap pertengahan Ali bin Abi Thalib mengatakan:

أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَكَ يَوْمًا مَا وَأَبْغِضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا

Cintailah orang yang engkau cintai seperlunya, karena bisa saja suatu hari dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah orang yang kamu benci seperlunya, karena bisa jadi suatu hari kelak dia akan menjadi orang yang engkau cintai.” (HR. Tirmidzi: 1997)

Demikian semua syariat yang lainnya.

Ghuluw dan tafrith adalah dua makar setan

Ghuluw (sikap berlebihan) dan tafrith (sikap meremehkan) adalah dua makar setan. Imam Al-Auza’i mengatakan:

ما من أمرٍ أَمَر الله به، إلا عارَضَه الشيطانُ بخَصْلَتين، لا يُبَالِي أيَّهما أصاب: الغُلُو والتقصير

Tidak ada satu pun perintah Allah kecuali akan dihalangi oleh setan dengan dua sifat, ia tidak peduli mana diantara keduanya yang berhasil yaitu ghuluw dan taqshir (meremehkan). Al-I’tidal fi At-Tadayyun: 24

Dinukil dari artikel Al-Ibadat bainal Ifrath wat Tafrith

Dalam masalah menghormati dan memuliakan orang-orang shalih, maka ahlussunnah waljamaah bersikap pertengahan mereka menghormati dan memuliakan karena itu adalah perintah agama, namun mereka tidak ghuluw.

Ghuluw terhadap orang-orang shalih adalah sebab kebinasaan, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sufi. Sedang meremehkan orang-orang shalih juga sebuah kebinasaan, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Khawarij.

Nuh adalah rasul pertama dan kesyirikan pertama di bumi terjadi di masanya

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Rasul pertama adalah Nuh dan terkahir adalah Muhammad shallahu alaihi wasallam. Allah berfirman:

إِنَّآ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ كَمَآ أَوْحَيْنَآ إِلَىٰ نُوحٍ وَٱلنَّبِيِّۦنَ مِنۢ بَعْدِهِ

Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya. (QS. An-Nisa’: 163)

Di dalam Shahih Bukhari dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu di dalam hadits syafa’at bahwa Nabi bersabda

فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُونَ : يَا نُوحُ ، إِنَّكَ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ ، وَقَدْ سَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا ، اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ ، أَلاَ تَرَى إِلَى مَا نَحْنُ فِيهِ

Mereka mendatangi Nuh lalu berkata: Hai Nuh, engkau adalah rasul pertama untuk penduduk bumi, Allah menyebutmu hamba yang sangat bersyukur, berilah kami syafaat kepada Rabbmu, apa kau tidak lihat kondisi kami, apa kau tidak melihat yang menimpa kami? (Bukhari: 4712, Muslim: 194) [Syarh Tsalatsatul Ushul: 96]

Jarak antara Adam dan Nuh adalah sepuluh qurun. Allah berfirman:

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ

Manusia itu adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. (QS. al-Baqarah: 213)

Al-Imam Ibnu Jarir meriwayatkan sebuah atsar dari sahabat Ibnu Abbas, bahwa ia mengatakan:

كَانَ بَينَ نُوْح وَآدَم عَشْرَة قُرُوْن، كُلُّهُم عَلَى شَرِيْعَة مِن الحَقِّ. فَاخْتَلفُوْا، فَبعَث الله النَبِيِّين مُبَشِّرِين وَمُنْذِرِين

Antara Nuh dan Adam sepuluh kurun, semuanya di atas syariat yang benar. Baru kemudian mereka berselisih, lalu Allah mengutus para Nabi untuk memberi kabar gembira dan peringatan. (Tafsir Ibnu Katsir: 1/569)

Itu artinya kesyirikan terjadi di muka bumi setelah sepuluh qurun. Dan ternyata proses terjadinya itu sebagaimana disebutkan dalam atsar Ibnu Abbas dan keterangan dari Ibnul Qayyim yaitu setahap demi setahap.

Langkah setan perlahan tapi pasti

Riwayat dari Ibnu Abbas yang menjelaskan tentang firman Allah:

وَقَالُوا۟ لَا تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

“Dan mereka (kaum Nabi Nuh) berkata: “janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Tuhan-tuhan kamu, dan janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq maupun Nasr.”(QS. Nuh: 23).

Beliau (Ibnu Abbas) mengatakan: “Ini adalah nama orang-orang shaleh dari kaum Nabi Nuh, ketika mereka meninggal dunia, syetan membisikkan kepada kaum mereka agar membuat patung-patung mereka yang telah meninggal di tempat-tempat dimana, disitu pernah diadakan pertemuan-pertemuan mereka, dan mereka disuruh memberikan nama-nama patung tersebut dengan nama-nama mereka, kemudian orang-orang tersebut menerima bisikan syetan, dan saat itu patung-patung yang mereka buat belum dijadikan sesembahan, baru setelah para pembuat patung itu meninggal, dan ilmu agama dilupakan, mulai saat itulah patung-patung  tersebut disembah”.

Riwayat ini jelas menunjukkan bahwa setan itu betul-betul memiliki langkah-langkah, sedikit demi sedikit namun pasti. Pantaslah Allah mengingatkan di dalam Al-Qur’an tentang hal ini, melalui firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah: 208)

Agar selamat dari sifat ghuluw

Di antara cara dan jalan untuk selamat dari sikap ghuluw dalam beragama adalah:

1. Bertakwa kepada Allah. Takwa adalah solusi dari segala bentuk permasalahan. Allah berfirman:

 وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. ath-Thalaq: 2)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Ibnu Abbas radhiyallahu anhu:

احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ

Jagalah Allah niscaya Ia menjagamu, jagalah Allah niscaya kau menemui-Nya dihadapanmu. (HR. Tirmidzi: 2516)

2. Berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Hadits dengan pemahaman salafush shalih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ

“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama masih berpegang pada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik dalam Muaththa’ no. 3338)

3. Mendekat kepada ilmu dan ulama. Karena tanpa ilmu dan bimbingan ulama manusia akan tersesat. Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu anhuma, ia berkata; aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa orang berilmu maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari: 100, Muslim: 2673)

4. Berteman dengan orang-orang yang baik.

#semoga bermanfaat, selesai ditulis di rumah mertua tercinta, Jatimurni Bekasi, Kamis 18 Shafar 1441H/ 17 Okt 2019, 17:35 WIB

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

 

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !