KITABUT TAUHID BAB 40 – Mengingkari Sebagian Nama Dan Sifat Allah

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata: bab barangsiapa yang mengingkari sebagian nama dan sifat Allah. Firman Allah:

وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَٰنِ ۚ قُلْ هُوَ رَبِّي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ مَتَابِ

“Dan mereka kafir (ingkar) kepada Ar Rahman (Dzat Yang Maha Pengasih).  Katakanlah: “Dia adalah Tuhanku, tiada sesembahan yang hak selain dia, hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat.” (QS. Ar Ra’d: 30).

Diriwayatkan dalam shahih Bukhari, bahwa Ali bin Abi Thalib berkata:

حَدِّثُوْا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُوْنَ، أَتُرِيْدُوْنَ أَنْ يُكَذَّبَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ؟

“Berbicaralah kepada orang-orang dengan apa yang difahami oleh mereka, apakah kalian menginginkan Allah dan Rasul-Nya didustakan?

Abdur Razaq meriwayatkan dari Ma’mar dari Ibnu Thawus dari bapaknya dari Ibnu Abbas, bahwa ia melihat seseorang terkejut ketika mendengar hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah, karena merasa keberatan dengan hal tersebut, maka Ibnu Abbas berkata:

مَا فَرَقُ هَؤُلاَءِ؟ يَجِدُوْنَ رِقَّةً عِنْدَ مُحْكَمِهِ وَيَهْلِكُوْهُ عِنْدَ مَتَشَابِهٍ

“Apa yang dikhawatirkan oleh mereka itu? Mereka mau mendengar dan menerima ketika dibacakan ayat-ayat yang muhkamat (jelas pengertiannya), tapi mereka keberatan untuk menerimanya ketika dibacakan ayat-ayat yang mutasyabihat (sulit difahami)  .

Orang-orang Quraisy ketika mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebut “Ar Rahman”, mereka mengingkarinya, maka terhadap mereka itu, Allah menurunkan firmanNya:

وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَٰنِ

“Dan mereka kafir terhadap Ar Rahman”.

Kandungan bab ini:
1. Dinyatakan tidak beriman, karena mengingkari (menolak) sebagian dari Asma’ dan Sifat Allah.
2. Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat Ar Ra’d.
3. Tidak dibenarkan menyampaikan kepada manusia hal-hal yang tidak difahami oleh mereka.
4. Hal itu disebabkan karena bisa mengakibatkan Allah dan Rasul-Nya didustakan, meskipun ia tidak bermaksud demikian.
5. Ibnu Abbas menolak sikap orang yang merasa keberatan ketika dibacakan sebuah hadits yang berkenaan dengan sifat Allah dan menyatakan bahwa sikap tersebut bisa mencelakakan dirinya.

============================

Tauhid ada tiga

Syaikh Muhammad bin Shalih al-utsaimin rahimahullah mengatakan, Tauhid ada tiga macam:

1. Tauhid rububiyah, yaitu mengesakan Allah dalam hal penciptaan, kepemilikan, dan pengaturan. Allah berfirman:

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ

Allah menciptakan segala sesuatu. (QS. Az-Zumar: 62)

2. Tauhid uluhiyyah, yaitu mengesakan Allah dalam ibadah dengan tidak menjadikan apapun bersama Allah sesuatu yang ia ibadahi dan bertaqarub kepadanya sebagaimana ia beribadah dan bertaqarrub kepada Allah.

3. Tauhid asma’ wa shifat, yaitu mengesakan Allah dengan nama dan shifat yang Allah memberi nama dan menyifati diri-Nya dengannya, atau melalui lisan Rasul-Nya. Dan hal itu dengan menetapkan apa yang Allah tetapkan dan menafikan apa yang Ia nafikan tanpa tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil. (Syarh Tsalatah Al-Ushul: 40)

Antara nama dan sifat

Syaikh Shalih bin Abdillah Al-‘Ushaimi hafizhahullah mengatakan: “Nama Allah yaitu apa yang menunjukkan dzat Allah bersama dengan kesempurnaan yang disifati dengannya. Sedangkan sifat Allah yaitu apa yang menunjukkan kesempurnaan yang berkaitan dengan Allah.” (Syarh Kitab At-Tauhid: 209)

Tiga golongan manusia dalam nama dan sifat Allah

Manusia dalam hal nama dan sifat Allah terbagi menjadi tiga golongan, yaitu

1. Ghuluw dalam menetapkan nama dan sifat Allah, sehingga nama-nama dan sifat-sifat yang tidak ada dalilnya mereka tetapkan sebagai nama dan sifat Allah. Kemudian mereka juga menyerupakan Allah dengan makhluk. Sebagaimana yang terjadi pada orang Yahudi, Nasrani dan kaum musyrikin. Allah berfirman:

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَٰنُ وَلَدًا ۞ لَّقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا ۞ تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا ۞ أَن دَعَوْا لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدًا ۞ وَمَا يَنبَغِي لِلرَّحْمَٰنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا ۞ إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَٰنِ عَبْدًا

Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak”. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. (QS. Maryam: 88-93)

Allah juga berfirman berkaitan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَٰلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَاهِهِمْ ۖ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن قَبْلُ

Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. (QS. At-Taubah: 30)

2. Ghuluw dalam menafikan, nama dan sifat Allah yang jelas dalilnya mereka tolak, entah dengan ta’thil (menolak) maupun dengan ta’wil (menyimpangkan makna). Entah itu yang ditolak semuanya maupun sebagian.

3.  Pertengahan, menetapkan apa yang ditetapkan Allah dan Rasul-nya serta menolak apa yang tidak ditetapkan Allah dan Rasul-nya, inilah madzhabnya Ahlussunnah Waljamaah.

Dua golongan manusia dalam menyikapi ayat-ayat mutasyabih

Kebanyakan sebab orang-orang yang tersesat dalam memahami nama dan sifat Allah yaitu ketika mereka salah dalam berinteraksi dengan ayat-ayat mutasyabihat, ditambah lagi dengan niat mereka yang memang busuk. Allah berfirman:

هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran: 7)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: Jalan manusia dalam ayat mutasyabihat ini terbagi menjadi dua golongan:

Pertama, jalan orang yang kokoh dalam ilmu yang mereka beriman dengan ayat yang muhkam serta yang mutasyabihat, mereka mengatakan semuanya berasal dari Allah, mereka meninggalkan pertentangan dalam hal-hal yang tidak memungkinkan untuk diketahui sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah dan Rasul-Nya serta beradab terhadap dalil-dalil syar’i.

Kedua, jalan orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, yang mengikuti ayat-ayat yang mutasyaabihaat untuk menimbulkan fitnah dan menghalangi manusia dari agama Allah dan dari jalan salafush shalih, mereka menta’wil ayat-ayat mutasyabihat ini kepada apa yang mereka inginkan bukan kepada apa yang diinginkan Allah dan Rasul-Nya. (Syarh Lum’atul I’tiqad: 17)

Macam-macam pengingkaran terhadap nama dan sifat Allah dan hukumnya

Pengingkaran terhadap nama dan sifat Allah ada dua bentuk:

Pertama, inkaru takdzib (mendustakan) tanpa diragukan lagi ini adalah sebuah kekufuran. Jika ada seorang yang mengingkari salah satu nama atau sifat Allah yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan sunnah seperti ia mengatakan Allah tidak memiliki tangan, Allah tidak bersemayam di atas Arsy-Nya, atau Allah tidak memiliki mata, maka ia kafir berdasarkan ijma’ kaum muslimin. Karena mendustakan khabar dari Allah dan Rasul-nya adalah sebuah kekufuran yang mengeluarkan dari agama dengan dalil ijma’

Kedua, inkaru ta’wil (menyelewengkan makna) yaitu dia tidak mengingkari namun menta’wilnya kepada makna yang menyelisihi zhahirnya, maka ini ada dua bentuk:

1. Apabila ta’wil ada kemungkinan dari segi Bahasa Arab maka ini tidak kafir

2. Apabila tidak ada kemungkinan dari segi Bahasa Arab, maka hukumnya kafir. (Al-Qaulul Mufid: 2/291)

Beberapa kaidah Ahlussunnah dalam nama dan sifat Allah

1. Semua nama Allah adalah husna (baik). Allah berfirman:

وللهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A’raf: 180)

2. Nama Allah tidak terbatas dengan bilangan. Hal ini berdasarkan hadits, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:“Tidaklah seorang ditimpa duka cita dan kesedihan lalu ia mengucapkan:

اللهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجِلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي

‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba laki-laki-Mu dan anak dari hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Berlaku padaku keputusan-Mu. Ketentuan-Mu adil bagiku. Aku mohon pada-Mu dengan semua nama-Mu baik yang Engkau gunakan menamai diri-Mu sendiri, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu. Jadikanlah al-Qur’an sebagai penggembira hatiku, cahaya dadaku, pengusir kesedihanku, dan pelipur laraku.’ Kecuali Allah akan menghilangkan kesedihan dan duka citanya, lalu diganti dengan kelapangan.” (HR. Ahmad: 3712, dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah: 1/337)

3. Nama dan sifat Allah tauqifiyyah, harus ditetapkan berdasarkan dalil tidak boleh dengan akal.

4. Setiap nama menunjukkan dzat Allah, sifat dan pengaruh dari sifat tersebut. Seperti Ar-Rahman, tidak akan sempurna keimanan seseorang sampai ia meyakini dengan menetapkan bahwa ia adalah salah satu dari nama Allah yang menunjukkan dzat-Nya serta sifat yang terkandung dari nama tersebut berupa rahmat serta pengaruhnya dimana Allah merahmati siapa saja yang Dia kehendaki. (Syarh Lum’atul I’tiqad: 7-9, At-Taujihat Al-Jaliyyah: 1/248-249)

Referensi:
1. Al-Qaulul Mufid, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
2. Syarh Kitab At-Tauhid, Syaikh Shalih bin Abdillah Al-‘Ushaimi
3. Syarh Lum’atul I’tiqad, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
4. Syarh Tsalatah Al-Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
5. At-Taudhihat Al-Jaliyyah, Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumais, Dar Ibn Al-Jauzi

Selesai disusun pada Kamis, 11 Shafar 1441H/10 Oktober 2019M, 11:11WIB, dirumah mertua tercinta, Jatimurni.

Penulis: Zahir Al-Minangkabawi
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom

 

 

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !