KITABUT TAUHID BAB 47 – Memuliakan Nama-nama Allah dan Mengganti Nama Untuk Tujuan Ini

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan, Bab memuliakan nama-nama Allah dan mengganti nama untuk tujuan ini. Diriwayatkan dari Abu Syuraih bahwa ia dulu diberi kunyah (sebutan, nama panggilan) “Abul Hakam”, Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadanya:

إِنَّ اللهَ هُوَ الْحَكَمُ، وَإِلَيْهِ الْحُكْمُ، فَقَالَ: إِنَّ قَوْمِيْ إِذَا اخْتَلَفُوْا فِيْ شَيْءٍ أَتَوْنِيْ فَحَكَمْتُ بَيْنَهُمْ، فَرَضِيَ كِلاَ الْفَرْيْقَيْنِ، فَقَالَ: مَا أَحْسَنَ هَذَا، فَمَا لَكَ مِنَ الْوَلَدِ؟ قُلْتُ: شُرَيْحٌ، وَمُسْلِمٌ، وَعَبْدُ اللهِ، قَالَ: فَمَنْ أَكْبَرُهُمْ؟ قُلْتُ: شُرَيْحٌ، قَالَ: فَأَنْتَ أَبُوْ شُرَيْحٍ

Allah adalah Al Hakam, dan hanya kepada-Nya segala permasalahan dimintakan keputusan hukumnya”, kemudian ia berkata kepada Nabi: “Sesungguhnya kaumku apabila  berselisih pendapat dalam suatu masalah mereka mendatangiku, lalu aku memberikan keputusan hukum di antara mereka, dan kedua belah pihak pun sama-sama menerimanya”, maka Nabi bersabda: “Alangkah baiknya hal ini, apakah kamu punya anak?” Aku menjawab: “Syuraih, Muslim dan Abdullah”, Nabi bertanya: “siapa yang tertua di antara mereka? “Syuraih” jawabku, Nabi bersabda: “kalau demikian kamu Abu Syuraih.” (HR. Abu Daud dan ahli hadits lainnya)

Kandungan bab ini:

1. Wajib memuliakan Nama dan Sifat Allah [dan dilarang menggunakan nama atau kunyah yang ma’nanya sejajar dengan nama Allah] walaupun tidak bermaksud demikian.
2. Dianjurkan mengganti nama yang kurang baik untuk memuliakan Nama Allah.
3. Memilih nama anak yang tertua untuk kunyah (nama panggilan)

================================

Munasabah bab

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Munasabah (kesesuaian) bab ini dengan Kitabut Tauhid adalah bahwasanya memuliakan nama-nama Allah serta mengganti nama dengan tujuan untuk itu merupakan bentuk realisasi dari tauhid.” (Al-Mulakhkhash fi Syarh Kitabit Tauhid: 345)

Hukum memberi nama dengan salah satu dari nama Allah

Nama-nama Allah ada yang khusus dan ada yang umum. Nama-nama yang khusus bagi Allah maka tidak boleh seorang makhluk pun diberi nama dengan nama tersebut. Adapun nama yang umum maka boleh. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Nama-nama Allah terbagi menjadi dua yaitu:

Pertama, nama-nama yang tidak boleh kecuali hanya untuk Allah. Tidak boleh seorang pun diberi nama dengan nama-nama ini, apabila telah terlanjur maka wajib untuk mengubahnya. Seperti nama: Allah, Ar-Rahman, Rabbul ‘Alamin, dan yang semisal.

Kedua, nama-nama yang boleh diberikan kepada selain-Nya. Seperti: Ar-Rahim, As-Sami’, Al-Bashir. Apabila yang diinginkan adalah sifat yang terkandung di dalam nama tersebut maka tidak boleh memberi nama dengannya, apabila tidak maka boleh.” (Al-Qaulul Mufid: 2/260-261)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

ومما يُمنع تسمية الإنسان به : أسماء الرب تبارك وتعالى ، فلا يجوز التسمية بالأحد ، والصمد ، ولا بالخالق ، ولا بالرازق ، وكذلك سائر الأسماء المختصة بالرب تبارك وتعالى ، ولا تجوز تسمية الملوك بالقاهر ، والظاهر ، كما لا يجوز تسميتهم بالجبار ، والمتكبر ، والأول ، والآخر ، والباطن ، وعلام الغيوب

Termasuk penamaan yang terlarang adalah menamai dengan nama Allah tabaraka wata’ala, maka tidak boleh menyamai dengan Al-Ahad, Ash-Shamad, Khaliq, Razzaq, dan seterusnya dari seluruh nama yang khusus untuk Allah. Tidak boleh menamai para Raja dengan Al-Qahir, Azh-Zhahir, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Awwal, Al-Akhir, Al-Bathin, ‘Allamul ghuyub.  (Tuhfatul Maudud: 125)

Berdasarkan hal ini maka boleh memanggil seorang yang bernama Abdurrahim dengan rahim karena rahim bukan nama khusus bagi Allah. Sebaliknya, tidak boleh memanggil seorang yang bernama Abdurrahman dengan rahman karena rahman adalah nama khusus bagi Allah.

Dinukil dari, lihat:

Hal Tasmiyatu an-Nas bi Asmaillah Tu’addu Syirkan?

Nama memiliki pengaruh

Apalah arti sebuah nama, sebuah ungkapan yang sering kita dengar. Seolah-olah ungkapan ini mengatakan bahwa nama itu tidak berpengaruh pada pemiliknya. Padahal di dalam agama justru sebaliknya, nama memiliki pengaruh besar bagi pemiliknya. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

بل للأسماء تأثير في المسميات ، وللمسميات تأثر عن أسمائها في الحسن والقبح والخفة والثقل واللطافة والكثافة

Bahkan, nama-nama itu memiliki pengaruh terhadap yang diberi nama. Dan yang diberi nama akan terpengaruh dengan nama-namanya dalam hal kebaikan, kejelekan, ringan, berat, ramah dan lemah lembut serta kekasaran.” (Zadul Ma’ad: 2/336)

Karena pengaruh nama inilah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengubah beberapa nama sahabatnya. Sebagaimana yang diceritakan oleh Ibnu Umar:

أَنَّ ابْنَةً لِعُمَرَ كَانَتْ يُقَالُ لَهَا عَاصِيَةُ فَسَمَّاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمِيلَةَ

Seorang anak perempuan ‘Umar dahulunya bernama ‘Ashiyah (Durhaka). Maka kemudian diganti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan nama ‘Jamilah’ (Cantik).” (HR. 2139)

Karena ini pulalah banyak para sahabat yang ketika anak-anaknya lahir mereka datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan harapan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan nama terbaik bagi anak-anak mereka. Dari Abu Musa radhiyallahu anhu ia berkata:

وُلِدَ لِي غُلَامٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ وَدَفَعَهُ إِلَيَّ

Aku pernah memliki seorang anak yang baru lahir, lalu aku serahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya (mengunyahkan kurma kemudian menyuapkan ke mulut bayi) dengan kurma, setelah itu beliau mendoakannya dengan keberkahan, lalu beliau mengembalikannya kepadaku.” (HR. Bukhari: 6198)

Nama dapat membawa pengaruh pada orang yang diberi nama. Oleh karena itu, orang Arab mengatakan,

لِكُلِّ مُسَمَّى مِنْ اِسْمِهِ نَصِيْبٌ

Setiap orang akan mendapatkan pengaruh dari nama yang diberikan padanya.

Pengaruh lainnya lagi, dari nama terbaik, seseorang dapat mengetahui bagaimanakah orang tuanya. Orang tuanya dapat diketahui dari nama anaknya, apakah ortunya itu sholih atau tholih (lawan dari sholih). Sebagaimana orang arab pun mengatakan,

مِنْ اِسْمِكَ أَعْرِفُ أَبَاكَ

Dari namamu, aku bisa mengetahui bagaimanakah ayahmu.

Lihat artikel Rumaysho.Com dengan judul:

Nama Terbaik Untuk Si Buah Hati

Apakah wajib menganti nama? 

Dalam hal ini perinciannya:

Pertama, dianjurkan yaitu apabila namanya hanya mengandung makna keburukan tidak ada unsur kesyirikan, semisal namanya Hazn (kesedihan), Zahm (sempit), ‘Ashiyah (wanita yang bermaksiat), dll. Yang menunjukkan bahwa hal ini tidak sampai wajib adalah hadits dari Ibnu Musayyib dari ayahnya, ia menuturkan:

أَنَّ أَبَاهُ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا اسْمُكَ قَالَ حَزْنٌ قَالَ أَنْتَ سَهْلٌ قَالَ لَا أُغَيِّرُ اسْمًا سَمَّانِيهِ أَبِي
قَالَ ابْنُ الْمُسَيَّبِ فَمَا زَالَتْ الْحُزُونَةُ فِينَا بَعْدُ

“Bahwa ayahnya (kakek Ibnu Musayyib) pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau bertanya: “Siapakah namamu?” ayahku menjawab; “(namaku) Hazn (sedih).” Beliau bersabda: “(namamu) adalah Sahl (mudah).” Ayahku berkata; “Tidak, aku tidak akan merubah nama yang pernah diberikan oleh ayahku.” Ibnu Musayyib berkata; “Maka ia masih saja terlihat sedih ketika bersama kami, setelah peristiwa itu.” (HR. Bukhari: 6190)

Jika seandainya wajib tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan membiarkan sahabat itu mempertahankan namanya.

Kedua, wajib yaitu apabila nama tersebut mengandung penghambaan diri kepada selain Allah. Seperti Abdul Ka’bah, Abdul Masih, Abdun Nabi, dll. Imam Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan:

اتفقوا على تحريم كل اسم مُعَبَّد لغير الله كعبد عمرو وعبد الكعبة وما أشبه ذلك

Para ulama sepakat atas keharaman setiap nama yang mengandung penghambaan kepada selain Allah seperti Abdu Amr, Abdul Ka’bah dan yang semisalnya. (Fathul Majid: 531)

Diringkas dari artikel Islamqa yang berjudul:

Hal Yajibu Taghyiri al-Ismi Idza Kana Ma’nahu Ghaira Jayyid?

Dianjurkan mengganti nama namun tidak perlu mengulangi Aqiqah

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Dianjurkan mengubah nama kepada yang lebih baik jika nama tersebut mengandung hal-hal yang terlarang, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengubah sebagian nama yang mubah, dan tidak perlu mengulangi aqiqah sebagaimana yang dikira oleh sebagian orang awam.” (Al-Qaulul Mufid: 2/266)

Wallahu a’lam #materi kajian. Selesai disusun di PMI (Pondok Mertua Indah) Jatimurni Bekasi, Rabu 23 Rabi’ul Awal 1441 H/ 20 November 2019 M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !