KITABUT TAUHID BAB 63 – Dzimmah (Jaminan) Allah dan Nabi-Nya

Firman Allah:

وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلَا تَنقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا ۚ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu sesudah mengukuhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An Nahl: 91).

Buraidah berkata: “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat komandan pasukan perang atau batalyon, beliau menyampaikan pesan kepadanya agar selalu bertakwa kepada Allah, dan berlaku baik kepada kaum muslimin yang bersamanya, kemudian beliau bersabda:

اغْزُوْا بِاسْمِ اللهِ فِي سَبِيْلِ اللهِ، قَاتِلُوْا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ، اغْزُوْا وَلاَ تَغُلُّوْا، وَلاَ تَغْدِرُوْا، وَلاَ تُمَثِّلُوْا، وَلاَ تَقْتُلُوْا وَلِيْدًا، وَإِذَا لَقِيْتَ عَدُوَّكَ مِنَ المُشْرِكِيْنَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلاَثِ خِصَالٍ – أَوْ خِلاَلٍ – فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوْكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ، وَكُفَّ عَنْهُمْ

“Berperanglah dengan menyebut nama Allah, dan di jalan Allah, perangilah orang-orang yang kafir kepada Allah, seranglah dan janganlah kamu menggelapkan harta rampasan perang, jangan mengkhianati perjanjian, jangan mencincang korban yang terbunuh, dan jangan membunuh anak-anak. Apabila kamu menjumpai musuh- musuhmu dari kalangan orang-orang musyrik, maka ajaklah mereka kepada tiga hal: mana saja yang mereka setujui, maka terimalah dan hentikanlah penyerangan terhadap mereka.

ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ، فَإِنْ أَجَابُوْكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ، ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ المُهَاجِرِيْنَ، وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوْا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِيْنَ، وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى المُهَاجِرِيْنَ

Ajaklah mereka kepada agama Islam; jika mereka menerima maka terimalah mereka, kemudian ajaklah mereka berhijrah dari daerah mereka ke daerah orang-orang muhajirin, dan beritahu mereka jika mereka mau melakukannya maka bagi mereka hak dan kewajiban sama seperti hak dan kewajiban orang-orang muhajirin,

فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَتَحَوَّلُوْا مِنْهَا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُوْنُوْنَ كَأَعْرَابِ المُسْلِمِيْنَ يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللهِ تَعَالَى، وَلاَ يَكُوْنُ لَهُمْ فِيْ الغَنِيْمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْءٌ إِلاَّ أَنْ يُجَاهِدُوْا مَعَ المُسْلِمِيْنَ

Tetapi, jika mereka menolak untuk berhijrah dari daerah mereka, maka beritahu mereka, bahwa mereka akan mendapat perlakuan seperti orang-orang badui dari kalangan Islam, berlaku bagi mereka hukum Allah, tetapi mereka tidak mendapatkan bagian dari hasil rampasan perang dan fai, kecuali jika mereka mau bergabung untuk berjihad dijalan Allah bersama orang-orang Islam.

فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْأَلْهُمْ الجِزْيَةَ، فَإِنْ هُمْ أَجَابُوْكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ، فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَقَاتِلْهُمْ

Dan jika mereka menolak hal tersebut, maka mintalah dari mereka jizyah, kalau mereka menerima maka terimalah dan hentikan penyerangan terhadap mereka. Tetapi jika semua itu ditolak maka mohonlah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka.

وَإِذَا حَاصَرْتَ أَهْلَ حِصْنٍ فَأَرَادُوْكَ أَنْ تَجْعَلَ لَهُمْ ذِمَّةَ اللهِ وَذِمَّةَ نَبِيِّهِ، فَلاَ تَجْعَلْ لَهُمْ ذِمَّةَ اللهِ وَذِمَّةَ نَبِيِّهِ، وَلَكِنْ اجْعَلْ لَهُمْ ذِمَّتَكَ وَذِمَّةَ أَصْحَابِكَ فَإِنَّكُمْ أَنْ تَخْفُرُوْا ذِمَمَكُمْ وَذِمَّةَ أَصْحَابِكُمْ أَهْوَنَ مِنْ أَنْ تَخْفُرُوْا ذِمَّةَ اللهِ وَذِمَّةَ نَبِيِّهِ

Dan jika kamu telah mengepung kubu pertahanan mereka, kemudian mereka menghendaki darimu agar kamu membuat untuk mereka perjanjian Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah kamu buatkan untuk mereka perjanjian Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi buatlah untuk mereka perjanjian dirimu sendiri dan perjanjian sahabat-sahabatmu, karena sesungguhnya melanggar perjanjianmu sendiri dan sahabat-sahabatmu itu lebih ringan resikonya dari pada melanggar perjanjian Allah dan Rasul-Nya.

وَإِذَا حَاصَرْتَ أَهْلَ حِصْنٍ فَأَرَادُوْكَ أَنْ تُنْـزِلَهُمْ عَلَى حُكْمِ اللهِ، فَلاَ تُنْـزِلْهُمْ عَلَى حُكْمِ اللهِ، وَلَكِنْ أَنْزِلْهُمْ عَلَى حُكْمِكَ فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي أَتُصِيْبُ فِيْهِمْ حُكْمَ اللهِ أَمْ لاَ؟

Dan jika kamu telah mengepung kubu pertahanan musuhmu, kemudian mereka menghendaki agar kamu mengeluarkan mereka atas dasar hukum Allah, maka janganlah kamu mengeluarkan mereka atas dasar hukum Allah, tetapi keluarkanlah mereka atas dasar hukum yang kamu ijtihadkan, karena sesungguhnya kamu tidak mengetahui apakah tindakanmu sesuai dengan hukum Allah atau tidak.” (HR. Muslim: 1731)

Kandungan bab ini:

1. Perbedaan antara perjanjian Allah dan perjanjian Nabi-Nya dengan perjanjian kaum muslimin.
2. Petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memilih salah satu pilihan yang paling ringan resikonya dari dua pilihan yang ada.
3. Etika dalam berjihad, yaitu supaya menyeru dengan mengucapkan: “bismillah fi sabilillah”.
4. Perintah untuk memerangi orang-orang yang kafir kepada Allah.
5. Perintah untuk senantiasa memohon pertolongan Allah dalam memerangi orang-orang kafir.
6. Perbedaan antara hukum Allah dan hukum hasil ijtihad para ulama.
7. Disyariatkan bagi seorang komandan dalam kondisi yang diperlukan seperti yang tersebut dalam hadits, untuk berijtihad dalam menentukan hukum tertentu, walaupun ia tidak tahu apakah ijtihadnya sesuai dengan hukum Allah atau tidak?

_______________________

Dzimmah (jaminan) adalah al-‘ahdu (perjanjian), dinamakan demikian karena perjanjian melazimkan jaminan seperti halnya orang yang berhutang melazimkan hutangnya kedalam jaminan (tanggungannya). (Al-Qaulul Mufid: 2/475)

Munasabah bab dengan Kitabut Tauhid

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata: Munasabah (kesesuaian) antara bab ini dengan Kitabut Tauhid yaitu peringatan bahwa menunaikan janji merupakan bentuk pengagungan kepada Allah dan tidak menunaikannya merupakan tanda tidak adanya pengagungan kepada-Nya, dan ini adalah sebuah cacat dalam tauhid. (Al-Mulakhkhash fi Syarh Kitabit Tauhid: 412)

Makna umum dari ayat QS. An-Nahl: 91

Allah memerintahkan untuk menepati janji dan kesepakatan serta menjaga sumpah yang menyebut nama-Nya. Karena mereka yang bersumpah dengan menyebut nama Allah telah menjadikan-Nya saksi dan pengawas atas mereka sedangkan Allah maha mengetahui perbuatan dan tindak-tanduk merka. Allah akan membalas mereka semua atas perbuatan mereka tersebut. (Al-Mulakhkhash fi Syarh Kitabit Tauhid: 412)

Beberapa faidah dari hadits Buraidah

1. Disyari’atkannya mengirim pasukan untuk berjihad di jalan Allah. Karena jihad adalah salah satu jalan untuk menegakkan agama Allah. Oleh karenanya, ketika umat Islam telah meninggalkan jihad kemudian berlumur dalam dosa dan maksiat maka Allah akan timpakan kehinaan kepada mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ ، وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ ، وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ ، وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ ، سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

Apabila kalian telah berjual beli dengan sistem ‘inah, mengekor hewan ternak kalian, terbuai dengan cocok tanam dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kehinaan. Ia tidak akan mencabutnya hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud: 3462)

2. Ketakwaan adalah sumber kemenangan dan kemuliaan Islam. Rasulullah shallallahu alaihi wasallan bersabda:

إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلاتِهِمْ وَإِخْلاصِهِمْ

“Sesungguhnya Allah hanya menolong umat ini karena orang-orang lemah mereka; karena do’a, shalat dan keikhlasan mereka.” (HR. an-Nasa’i)

Oleh karena itu, pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para panglima pasukan setiap kali melepas keberangkatan mereka adalah pesan ketakwaan.

Demikian pula yang dilakukan oleh para khalifah setelah sepeninggalan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu. Ia penah mengirim surat wasiat kepada Sa’ad bin Abi Waqqash dan para pasukan yang ikut bersamanya. Umar berkata setalah pujian kepada Allah:

أَمَّا بَعْدُ ، فَإِنِّي آمُرُك ، وَمَنْ مَعَكَ مِنْ الْأَجْنَاد بِتَقْوَى اللَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ ، فَإِن تَقْوَى اللَّهِ أَفْضَلُ الْعُدَّةِ عَلَى الْعَدُوِّ ، وَأَقْوَى الْمَكِيدَة فِي الْحَرْبِ ، وَآمُرُك وَمَنْ مَعَكَ أَنْ تَكُونُوا أَشَدّ احْتِرَاساً مِنْ الْمَعَاصِي مِنْكُمْ مِنْ عَدُوِّكُمْ . فَإِن ذُنُوب الْجَيْش أَخْوَف عَلَيْهِمْ مِنْ عَدُوِّهِمْ ، وَإِنَّمَا يُنْصَر الْمُسْلِمُون بِمَعْصِيَة عَدُوّهِم لِلَّه ، وَلَوْلَا ذَلِكَ لَمْ تَكُنْ لَنَا بِهِمْ قُوَّةٌ لِأَنّ عَدَدُنَا لَيْس كعددهم ، وَلَا عدتنا كعدتهم ، فَإِن اسْتَوَيْنَا فِي الْمَعْصِيَةِ ، كَانَ لَهُمْ الْفَضْل عَلَيْنَا فِي الْقُوَّةِ ، وَإِلَّا نُنْصَر عَلَيْهِمْ بفضلنا لَم نغلبهم بِقُوّتِنَا

Sesungguhnya aku memerintahkanmu dan siapa saja yang bersamamu dari pasukan untuk bertakwa kepada Allah dalam setiap keadaan. Karena sesungguhnya ketakwaan kepada Allah adalah bekal yang paling utama untuk menghadapi musuh serta siasat yang paling ampuh dalam perperangan. Dan aku memerintahkanmu dan orang-orang yang bersamamu untuk benar-benar waspada menjaga diri dari kemaksiatan melebihi kewaspadaan kalian terhadap musuh. Karena sesungguhnya dosa pasukan lebih berbahaya bagi mereka daripada musuh mereka. Umat Islam hanya ditolong disebabkan kemaksiatan musuh mereka kepada Allah. Kalaulah bukan karena itu, kita tidak memiliki kekuatan atas mereka. Karena jumlah kita tidak seperti jumlah mereka. Perbekalan kita juga tidak seperti perbekalan mereka. Maka apabila kita menyamai mereka dalam maksiat, tentu mereka memiliki kelebihan dari kita dalam kekuatan. Kita diberi kemenangan karena keutamaan kita, kita tidak dapat mengalahkan mereka dengan kekuatan kita. (Al-Aqdu Al-Farid 1: 40)

Hal ini sebagaimana dalam Al-Qur’an, Allah berjanji memberikan kekuasaan kepada hamba-Nya yang bertakwa. Allah berfirman:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Ku. (QS. An-Nur: 55)

3. Perang (Jihad) bukan memaksa manusia untuk masuk Islam

Jelas dalam al-Quran Allah berfirman tentang tidak ada paksaan untuk masuk ke dalam agama Islam. Allah berfirman:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. (QS. Al-Baqarah: 256)

Dari hadits yang mulia ini kita bisa mengambil pelajaran penting bahwa perang (jihad) bukanlah untuk memaksa manusia untuk masuk Islam. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana syariat menetapkan jizyah. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan:

Hadits ini merupakan isyarat bahwa perang bukanlah untuk memaksa manusia masuk kedalam agama Islam, kalau seandainya demikian tentu tidak disyariatkan jizyah. (Al-Qaulu Al-Mufid: 2/490)

Beliau juga menjelaskan, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

وَلَا تقتلوا وليدا

Jangan kalian membunuh waliid…(HR. Muslim: 1371)

Maksudnya janganlah kalian membunuh anak kecil karena dia tidak ikut berperang dan karena bisa jadi dia masuk Islam.

Disebutkan di dalam hadits-hadits yang lain bahwa tidak boleh membunuh rahib, orang tua, dan wanita. Kecuali apabila mereka ikut berperang, atau sebagai pihak yang memotivasi untuk berperang, atau pihak yang memiliki ide dalam perperangan sebagaimana dibunuhnya Darid bin Ash-Shammah pada perperangan Tsaqif padahal ia adalah seorang yang tua dan buta.

Hadits ini dijadikan dalil bahwa perang bukanlah karena tujuan agar mereka masuk Islam, akan tetapi tujuannya adalah untuk melindungi Islam. Dengan dalil bahwa kita tidak boleh membunuh mereka (anak kecil, orang tua, wanita). Jika memang tujuan perang adalah demikian maka tentu kita akan diperintahkan membunuh mereka apabila mereka tidak masuk Islam. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul Islam, dan beliau memiliki sebuah tulisan dalam hal ini dengan judul Qitalu Al-Kuffar. (Al-Qualu Al-Mufid: 2/482)

4. Disyari’atkan hijrah (pindah) ke daerah yang lebih baik agar mendapatkan ilmu

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: 

ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ المُهَاجِرِيْنَ

Kemudian ajaklah mereka berhijrah dari daerah mereka ke daerah orang-orang muhajirin. (HR. Muslim: 1731)

Kalimat ini sebagai isyarat bahwa yang diperangi adalah orang-orang badui, apabila mereka masuk Islam maka mereka diharapkan berpindah ke negeri orang-orang Muhajirin untuk belajar agama Allah. Karena seorang yang berada di pedalaman kondisinya sangat jauh dari ilmu agama, sebagaimana Firman Allah:

الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ

Orang-orang Arab baduwi itu, lebih parah kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. (QS. At-Taubah: 97)

Karena hijrah ketempat yang lebih baik sehingga dapat berkumpul bersama dengan orang-orang shalih adalah sebab keistiqamahan diatas ketaatan. Karenanya, disebutkan dalam hadits tentang kisah pembunuh 100 nyawa, ahli ilmu itu mengatakan kepadanya:

انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ

‘Pergilah ke daerah ini dan itu, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah. Setelah itu, beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke daerahmu, karena daerahmu itu termasuk lingkungan yang buruk.’ (HR. Bukhari: 3470, Muslim: 2766)

5. Mengagungkan Allah dan syari’at-Nya

Hadits ini salah satu dalil yang menunjukkan wajibnya mengagungkan Allah dan syari’at-Nya. Sebab larangan tidak bolehnya membuatkan jaminan Allah dan Nabi-Nya kepada musuh tidak lain dalam rangka untuk mengagungkan Allah. Karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda menjelaskan sebab akannhal ini:

وَإِذَا حَاصَرْتَ أَهْلَ حِصْنٍ فَأَرَادُوْكَ أَنْ تَجْعَلَ لَهُمْ ذِمَّةَ اللهِ وَذِمَّةَ نَبِيِّهِ، فَلاَ تَجْعَلْ لَهُمْ ذِمَّةَ اللهِ وَذِمَّةَ نَبِيِّهِ، وَلَكِنْ اجْعَلْ لَهُمْ ذِمَّتَكَ وَذِمَّةَ أَصْحَابِكَ فَإِنَّكُمْ أَنْ تَخْفُرُوْا ذِمَمَكُمْ وَذِمَّةَ أَصْحَابِكُمْ أَهْوَنَ مِنْ أَنْ تَخْفُرُوْا ذِمَّةَ اللهِ وَذِمَّةَ نَبِيِّهِ

Dan jika kamu telah mengepung kubu pertahanan mereka, kemudian mereka menghendaki darimu agar kamu membuat untuk mereka perjanjian Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah kamu buatkan untuk mereka perjanjian Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi buatlah untuk mereka perjanjian dirimu sendiri dan perjanjian sahabat-sahabatmu, karena sesungguhnya melanggar perjanjianmu sendiri dan sahabat-sahabatmu itu lebih ringan resikonya dari pada melanggar perjanjian Allah dan Rasul-Nya. (HR. Muslim: 1371)

Baca juga Artikel:

KITABUT TAUHID BAB 62 – Larangan Banyak Bersumpah

Pondok Jatimurni BB 3 Bekasi, Bekasi, Kamis, 26 Jumadal Akhir 1441H/ 20 Februari 2020 M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja untuk dapatkan artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !