Lima Kiat Istiqamah Dalam Hijrah – Khutbah Jum’at

KHUTBAH PERTAMA

ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩْ ﻭَﻧَﻌُﻮﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ، ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ. ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ.

ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬﺎَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﺣَﻖَّ ﺗُﻘَﺎﺗِﻪِ ﻭَﻻَ ﺗَﻤُﻮْﺗُﻦَّ ﺇِﻻَّ ﻭَﺃَﻧﺘُﻢْ ﻣُّﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ.

ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺍﺗَّﻘُﻮْﺍ ﺭَﺑَّﻜُﻢُ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺧَﻠَﻘَﻜُﻢْ ﻣِّﻦْ ﻧَﻔْﺲٍ ﻭَﺍﺣِﺪَﺓٍ ﻭَﺧَﻠَﻖَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺯَﻭْﺟَﻬَﺎ ﻭَﺑَﺚَّ ﻣِﻨْﻬُﻤَﺎ ﺭِﺟَﺎﻻً ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ ﻭَﻧِﺴَﺂﺀً ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺗَﺴَﺂﺀَﻟُﻮْﻥَ ﺑِﻪِ ﻭَﺍْﻷَﺭْﺣَﺎﻡَ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺭَﻗِﻴْﺒًﺎ.

ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﻗُﻮْﻟُﻮْﺍ ﻗَﻮْﻻً ﺳَﺪِﻳْﺪًﺍ. ﻳُﺼْﻠِﺢْ ﻟَﻜُﻢْ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟَﻜُﻢْ ﻭَﻳَﻐْﻔِﺮْ ﻟَﻜُﻢْ ﺫُﻧُﻮْﺑَﻜُﻢْ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻄِﻊِ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟَﻪُ ﻓَﻘَﺪْ ﻓَﺎﺯَ ﻓَﻮْﺯًﺍ ﻋَﻈِﻴْﻤًﺎ.

ﺃَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪُ؛ ﻓَﺈِﻥَّ ﺃَﺻْﺪَﻕَ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻛِﺘَﺎﺏُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺧَﻴْﺮَ ﺍﻟْﻬَﺪﻱِ ﻫَﺪْﻱُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ صَلَّى ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ، ﻭَﺷَﺮَّ ﺍﻷُﻣُﻮْﺭِ ﻣُﺤَﺪَﺛَﺎﺗُﻬَﺎ، ﻭَﻛُﻞَّ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٍ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻭَﻛُﻞَّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟﺔٍ ﻭَﻛُﻞَّ ﺿَﻼَﻟَﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ.

Kaum muslimin jama’ah Jum’at yang berbahagia…

Hijrah adalah kata yang sedang trend sejak beberapa tahun belakangan ini. Berpindah dari kebiasaan buruk menuju kebaikan Islam, dari masa yang kelam berpindah menuju terangnya iman. Hijrah dari kemaksiatan kepada ketaatan, dari kesyirikan menuju tauhid. Dan inilah salah satu makna dari hijrah yang sesungguhnya, yang tidak akan terputus sampai hari kiamat kelak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang. (HR. Bukhari: 6484)

Alhamdulillah, hijrah ini menyapu rata di berbagai kalangan mulai dari politikus, anak jalanan, pegawai, polisi, tentara, pedagang, para musisi, artis dst. Pakaian dan penampilan ciri khas muslim bukan lagi menjadi barang yang tabu. Jubah, gamis, celana cingkrang, cadaran, jenggot, jilbab besar, dst. Kajian-kajian sunnah tersebar dimana-mana, sekolah dan lembaga pendidikan agama penuh dengan muridnya. Semua ini tentu adalah hal yang membahagiakan.

Namun, ada hal yang perlu kita renungi bersama. Jangan terlalu bahagia dulu, hijrah saja belum tentu dapat menyelamatkan kita dan mengantarkan ke dalam surga. Siapa yang menjamin bahwa kita akan tetap istiqamah berada dalam ketaatan sampai meninggal dunia?! Tidak ada. Padahal penentu itu justru ada pada akhirnya. Dari Sahal bin Sa’d radhiyallahu anhu, ia menceritakan:

Ada seorang laki-laki muslim yang gagah berani dalam peperangan ikut serta bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memperhatikan orang itu dan berujar; “Barangsiapa ingin melihat lelaki penghuni neraka, silakan lihat orang ini.” Seorang sahabat akhirnya menguntitnya, dan rupanya lelaki tersebut merupakan orang yang paling ganas terhadap orang-orang musyrik. Hingga akhirnya lelaki tersebut terluka dan dia ingin segera dijemput kematian sebelum waktunya, maka ia ambil ujung pedangnya dan ia letakkan di dadanya kemudian ia hunjamkan hingga tembus diantara kedua bahunya. Sahabat yang menguntit lelaki tersebut pun langsung bergegas menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berujar; ‘Aku bersaksi bahwa engkau utusan Allah.’ ‘Apa itu? ‘ Tanya Nabi. Sahabat itu menjawab; ‘Engkau tadi berkata; ‘Siapa yang ingin melihat penghuni neraka, silakan lihat orang ini,’ Dia merupakan orang yang paling pemberani diantara kami, kaum muslimin. Lalu aku tahu, ternyata dia mati tidak diatas keislaman, sebab dikala ia mendapat luka, ia tak sabar menanti kematian, lalu bunuh diri.’ Seketika itu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

“Sungguh ada seorang hamba yang melakukan amalan-amalan penghuni neraka, namun berakhir menjadi penghuni surga, dan ada seorang hamba yang mengamalkan amalan-amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka, sungguh amalan itu ditentukan dengan penutupnya.” (HR. Bukhari: 6607)

Istiqamah adalah hal yang harus kita miliki. Dari Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafi radhiyallahu anhu, dia berkata:

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ غَيْرَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ

Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku dalam Islam suatu perkataan yang tidak aku tanyakan kepada seorang pun setelahmu -dan dalam riwayat hadits Abu Usamah- selainmu.’ Beliau menjawab: ‘Katakanlah, ‘aku beriman kepada Allah’ lalu beristiqamahlah.” (HR. Muslim: 38)

Kiat agar istiqamah dalam hijrah telah dirangkumkan oleh para ulama kita, diantaranya:

1. Ikhlas kepada Allah

Hijrah tak semudah diucapkan, karena meninggalkan kebiasaan buruk memang tak semudah membalik kedua telapak tangan. Akan tetapi dengan niat ikhlas karena Allah, benar-benar jujur, maka pasti ada jalan, Allah akan memudahkan. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

‏إنَّمَا يَجِدُ المَشَقَّةَ فِي تَرْكِ المَأْلُوْفَاتِ مَنْ تَرَكَهَا لِغَيْرِ اللَّهِ، فَأَمَّا مَنْ تَرَكَهَا صَادِقًا مُخْلِصًا مِنْ قَلْبِهِ فَإِنَّهُ لَا يَجِدُ مَشَقَّةً إِلَّا فِي أَوَّلِ وَهْلَةٍ؛ لِيُمْتَحَن

Yang akan mendapatkan kesulitan dalam meninggalkan kebiasaan buruk hanyalah orang yang meninggalkannya karena selain Allah. Adapun seorang yang meninggalkannya dengan jujur ikhlash karena Allah yang keluar dari hatinya maka ia tidak akan mendapatkan kesulitan kecuali pada awalnya saja sebagai ujian untuk dirinya. (Al-Fawaid: 156)

Karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ هَاجَرَ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Hai manusia, sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang mendapatkan sesuai yang diniatkan, barangsiapa hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya,, maka hijrahnya dihitung karena Allah dan rasul-Nya, barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin diperolehnya, atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sekedar mendapat yang diniatkan.” (HR. Bukhari: 6953, Muslim: 1907)

Memang tidak mudah melupakan masa lalu dan meninggalkannya untuk selamanya. Namun barang siapa yang ikhlas dan bersungguh-sungguh maka Allah akan beri ganti dengan yang lebih baik. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا للهِ إلاَّ أَبْدَلَكَ اللهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah melainkan Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik dari hal itu untukmu.” (HR. Ahmad: 21996)

Hal itu adalah satu hal yang benar adanya. Jika kita memperhatikan, terlalu banyak buktinya, di antaranya sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah:

وَلَمَّا تَرَكَ المُهَاجِرُوْنَ دِيَارَهُمْ لِلَّهِ ، وَأَوْطَانَهُمْ الَّتِي هِيَ أَحَبُّ شَيْءٍ إِلَيْهِمْ : أَعَاضَهُمُ اللَّهُ أَنْ فَتَحَ عَلَيْهِمُ الدُّنْيَا ، وَمَلَّكَهُمْ شَرْقَ الأَرْضِ وَغَرْبَهَا

Tatkala kaum Muhajirin meninggalkan kampung halaman dan tanah kelahiran mereka karena Allah, padahal ia (Makkah) adalah hal yang paling mereka cintai, maka Allah memberikan ganti kepada mereka dengan menaklukkan dunia serta menjadikan timur dan barat bumi milik mereka.” (Raudhatul Muhibbin: 313)

Maka inilah kiat pertama agar istiqamah, meluruskan niat. Hijrah memang hanya karena Allah bukan karena ikut-ikutan.

2. Menuntut ilmu syar’i

Menuntut ilmu syar’i adalah jalan untuk dapat terus senantiasa istiqamah di atas ketaatan. Karena dengan ilmu itulah seorang dapat mengetahui jalan yang benar, bisa membedakan antara hak dengan bathil. Makanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits bersabda:

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Siapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka akan Allah fakihkan dalam agama.” (HR. Bukhari: 71, Muslim: 1037)

Oleh sebab inilah, langkah pertama Iblis untuk menggelincirkan manusia adalah dengan menghalangi mereka dari belajar agama Allah. Imam Ibnul Jauzi rahimahullah mengatakan:

‏اِعْلَمْ أَنَّ أَوَّلَ تَلْبِيْسِ إِبْلِيْسَ عَلَى النَّاسِ صَدُّهُمْ عَنِ العِلْمِ ، لِأَنَّ العِلْمَ نُوْرٌ ؛ فَإِذَا أَطْفَأَ مَصَابِيْحَهُمْ خَبَطَهُمْ فِي الظَلَامِ كَيْفَ شَاءَ

Ketahuilah, bahwa talbis Iblis yang pertama kepada umat manusia adalah menghalangi mereka dari ilmu agama. Karena ilmu itu adalah cahaya. Sehingga apabila ia telah dapat memadamkan lampu-lampu mereka maka ia akan dengan mudah membanting mereka ke dalam kegelapan sekehendaknya.” (Talbisu Iblis: 309, Cet. Darul Kutub Ilmiah, Beirut)

Inilah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu, beliau juga bekerja, punya keluarga dan tanggung jawab. Tapi, beliau berusaha untuk terus belajar sekuatnya dan semampunya. Ia pernah bercerita:

كُنْتُ أَنا وجارٌ لِي مِنَ الأنْصارِ فِي بَنِي أُمَيَّةَ بنِ زَيْدٍ، وهْيَ مِنْ عَوالِي المَدِينَةِ، وكُنَّا نَتَناوَبُ النُّزُولَ عَلَى رسولِ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم، يَنْزِلُ يَوْماً وأنْزِلُ يَوْماً، فَإذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِخَبَرِ ذَلِكَ اليَوْمِ مِنَ الوَحْي وغَيِرهِ، وإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذلِكَ

“Dahulu aku pernah bersama seorang tetanggaku dari kaum Anshar di Bani Umayyah bin Zaid. Sedang bani Umayyah ini berada di pinggir kota Madinah. Kami bergantian berangkat ke majelisnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Satu hari dia dan hari berikutnya aku. Apabila aku yang berangkat, maka aku akan sampaikan kepadanya khabar hari itu berupa wahyu dan yang lainnya. Dan apabila giliran ia yang berangkat, ia pun melakukan hal yang sama.” (HR. Bukhari: 89)

Mengapa hal ini dilakukan oleh Umar radhiyallahu anhu? Karena beliau tahu dengan belajarlah seorang dapat tetap istiqamah di atas jalan yang benar.

3. Cari lingkungan yang baik

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ لَا فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ قَالَ قَتَادَةُ فَقَالَ الْحَسَنُ ذُكِرَ لَنَا أَنَّهُ لَمَّا أَتَاهُ الْمَوْتُ نَأَى بِصَدْرِهِ

Pada zaman dahulu dari umat sebelum kalian ada seorang laki-laki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Kemudian orang tersebut bertanya tentang orang yang paling alim di muka bumi. Lalu ditunjukan kepada seorang rahib (ahli ibadah) dan ia pun langsung mendatanginya. Kepada rahib tersebut ia berterus terang bahwasanya ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang dan apakah taubatnya itu akan diterima? Ternyata rahib itu menjawab; ‘Tidak. Taubatmu tidak akan diterima.’ Akhirnya laki-laki itu langsung membunuh sang rahib hingga genaplah kini seratus orang yang telah dibunuhnya. Kemudian laki-laki itu mencari orang lain lagi yang paling banyak ilmunya. Lalu ditunjukan kepadanya seorang alim yang mempunyai ilmu yang banyak. Kepada orang alim tersebut, laki-laki itu berkata; ‘Saya telah membunuh seratus orang dan apakah taubat saya akan diterima? ‘ Orang alim itu menjawab; ‘Ya. Tidak ada penghalang antara taubatmu dan dirimu. Pergilah ke daerah ini dan itu, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah. Setelah itu, beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke daerahmu, karena daerahmu itu termasuk lingkungan yang buruk.’ Maka berangkatlah laki-laki itu ke daerah yang telah ditunjukan tersebut. Di tengah perjalanan menuju ke sana laki-laki itu meninggal dunia. Lalu malaikat Rahmat dan Azab saling berbantahan. Malaikat Rahmat berkata; ‘Orang laki-laki ini telah berniat pergi ke suatu wilayah untuk bertaubat dan beribadah kepada Allah dengan sepenuh hati.’ Malaikat Azab membantah; ‘Tetapi, bukankah ia belum berbuat baik sama sekali.’ Akhirnya datanglah seorang malaikat yang berwujud manusia menemui kedua malaikat yang sedang berbantahan itu. Maka keduanya meminta keputusan kepada malaikat yang berwujud manusia dengan cara yang terbaik. Orang tersebut berkata; ‘Ukurlah jarak yang terdekat dengan orang yang meninggal dunia ini dari tempat berangkatnya hingga ke tempat tujuannya. Mana yang terdekat, maka itulah keputusannya.’ Ternyata dari hasil pengukuran mereka itu terbukti bahwa orang laki-laki tersebut meninggal dunia lebih dekat ke tempat tujuannya. Dengan demikian orang tersebut berada dalam genggaman malaikat Rahmat.’ (HR. Bukhari: 3470, Muslim: 2766)

Dari hadits ini jelas bagaimana seorang yang bertaubat hendaknya mencari lingkungan yang baik dan teman-teman yang baik, agar dapat istiqamah dalam kebaikan sampai meninggal dunia.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلَّهِ رب العالمين أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

Kaum muslimin jama’ah Jum’at yang berbahaga, diantara kiat untuk istiqamah yaitu:

4. Minggalkan semua kenangan masa lalu dan menjauhi sumber-sumber fitnah

Jika sudah berhijrah maka jangan pernah mengungkit apalagi menceritakan tentang maksiat yang pernah kita lakukan di masa lalu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang keras untuk membuka aib sendiri dengan menceritakan perbuatan dosa kepada orang lain. Beliau bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

Setiap umatku dimaafkan dosanya kecuali orang-orang menampak-nampakkannya. Dan sesungguhnya diantara orang yang menampakkan dosa adalah seorang hamba yang melakukan perbuatan dosa di waktu malam sementara Allah telah menutupinya kemudian di waktu pagi dia berkata: ‘Wahai fulan semalam aku telah melakukan ini dan itu, ‘ padahal pada malam harinya dosanya telah ditutupi oleh Rabbnya. Ia pun bermalam dalam keadaan dosanya telah ditutupi oleh Rabbnya dan di pagi harinya ia menyingkap apa yang telah ditutupi oleh Allah.” (HR. Bukhari: 6069, Muslim: 2990)

Kemudian jangan mendekat lagi ke sumber-sumber fitnah yang akan mengingatkan dan menyeret kita kepada masa kelam tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ فَلْيَنْأَ عَنْهُ فَوَاللَّهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيهِ وَهْوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَيَتَّبِعُهُ مِمَّا يُبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ أَوْ لِمَا يُبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ

“Barang siapa mendengar (kedatangan) ad-Dajjal maka hendaklah ia menjauhinya (menyingkir). Demi Allah, sesungguhnya seorang laki-laki akan mendatanginya sedangkan ia menyangka bahwa ia adalah seorang mukmin, tapi kemudian ia mengikuti setiap syubhat yang ditebarkannya.” (HR. Abu Dawud : 4321 dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Misykah no. 5488)

Maka tinggalkan perkumpulan, pertemuan, reunian, group-group whatsapp dengan teman-teman dimasa lalu yang buruk tersebut karena itu bisa jadi salah satu sebab kita kembali ke masa itu sehingga tidak dapat istiqamah dalam hijrah.

5. Berdo’a

Berdo’a dan bersungguh-sungguh meminta istiqamah kepada Allah. Karena telah berjanji akan mengabulkan permintaan hamba-Nya Allah berfirman:

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. (QS. Ghafir: 60)

Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata dari Allah bahwa Ia berfirman:

يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ

Hai hamba-Ku, kamu sekalian berada dalam kesesatan, kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk. Oleh karena itu, mohonlah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepadamu. (HR. Muslim: 2577)

Beberapa do’a untuk meminta istiqamah:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيم

Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus. (QS. Al-Fatihah: 6)

اللَّهُمَّ اهْدِنِي وَسَدِّدْنِي وَاذْكُرْ بِالْهُدَى هِدَايَتَكَ الطَّرِيقَ وَالسَّدَادِ سَدَادَ السَّهْمِ

“Ya Allah, berikanlah petunjuk kepadaku. Berilah aku jalan yang lurus. Jadikan petunjuk-Mu sebagai jalanku dan kelurusan hidupku selurus anak panah.” (HR. Muslim: 2725)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering berdo’a dengan do’a:

يَا مُقَلِّبَ القُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi: 2140, Ibnu Majah: 3834 Dihasankan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah no. 2091)

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 7-8)

Istiqamah sampai mati

Sampai kematian itu menjelang maka seorang muslim tidak boleh lengah sedikit pun, jangan ada kata istirahat dari ketaatan. Sebab istirahat yang sesungguhnya itu hanyalah ketika kita berhasil menginjakkan kaki di surga Allah. Karenanya, ketika Imam Ahmad rahimahullah ditanya, “Kapan seorang hamba mendapatkan lezatannya istirahat?” Beliau menjawab:

عِنْدَ أَوَّلِ قَدَمٍ يَضَعُهَا فِي الْجَنَّةِ

Ketika langkah pertama yang ia cecahkan di surga.” (Al-Maqshad Al-Arsyad: 2/398 dinukil dari: Sual Al-Imam Ahmad Mata Yajidu al-‘Abdu Tha’ma ar-Rahah)

Oleh sebab itu, berusaha keraslah untuk istiqamah di atas Islam dan iman. Jangan pernah merasa aman dari ketergelinciran. Lakukanlah kiat-kiat istiqamah tersebut. Mudah-mudahan Allah memberikan kita husnul khatimah, dan memberikan anugerah kepada kita untuk dapat menginjakkan kaki di surga-Nya. Amiin.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

ربنا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ    الْعَالَمِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْن

Baca juga Artikel:

Ya Rabb, Jagalah Kami Dari Kesesatan

Selesai disusun di rumah mertua tercinta Jatimurni Bekasi, Kamis 1 Rabi’ul Akhir 1441H/ 28 November 2019M

Penulis: Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja untuk dapatkan artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !