Menangislah Karena Kematian Hati!

Saat kematian orang-orang tercinta; ayah, bunda, saudara, karib kerabat atau teman dekat adalah saat-saat berduka. Kehangatan mentari tak mampu mengatasi dinginnya hati. Meskipun bibir bisa tersenyum namun mata tak kuasa menahan. Air mata mengalir tanpa terasa, hati pilu, nafas berat karena isak tangis yang tak kunjung reda.

Selama masih dalam batasannya, tidak ada yang salah dari itu semua, karena memang kita adalah manusia biasa, biasa sedih dan bahagia. Namun yang harus direnungkan , mengapa kita menangis dengan kematian mereka tapi tidak untuk suatu yang lebih berharga?

Kita tidak menangis tatkala kematian hati kita, padahal kematian hati lebih pantas untuk ditangisi. Salah seorang diantara orang-orang shaleh terdahulu pernah mengatakan:

يَا عَجَبًا مِنَ النَّاسِ يَبْكُوْنَ عَلَى مَنْ مَاتَ جَسَدُهُ وَلاَ يَبْكُوْنَ عَلَى مَنْ مَاتَ قَلْبُهُ وَهُوَ أَشَدُّ

“Aduhai manusia, mereka menagisi orang yang mati jasadnya namun tidak menangisi orang yang mati hatinya, padahal itu lebih utama untuk ditangisi” [Tazkiyatun Nufus, Dr. Ahmad Farid, hal: 44].

Oleh sebab itu, tangisilah kematian hati kita sebagaimana tangisan kita saat kematian orang-orang tercinta.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !