Menjaga Kesehatan Akal Si Kecil

Akal adalah kenikmatan dan rahmat Allah Subhanahu wata’ala yang harus disyukuri. Dengannya, manusia dibedakan dengan hewan. Ibarat pisau bermata dua, dengan akal juga manusia bisa lebih buas dari hewan lantaran akal telah mendukung nafsunya. Oleh karena itu yang membedakan orang kafir dengan orang Islam adalah iman, karena akal yang mau beriman kepada Allah Azza wajalla dan Rasul-Nya tidak berbuat kerusakan di permukaan bumi, tetapi sebaliknya, berbuat kebajikan. Berbeda dengan orang kafir, karena mereka tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sekalipun punya akal, tetapi mereka sama dengan hewan akibat akal mereka disetir oleh hawa nafsu. Kita bisa melihat tingkah mereka yang tidak bisa membedakan barang halal dan haram. Prinsip mereka yang penting berhasil. Tak heran bila Allah menyifati mereka layaknya hewan (QS. Muhammad: 12), Bahkan lebih jelek dari hewan (QS. al-Furqan: 44).

Kemampuan akal tiap anak berbeda-beda

Orang tua dan pendidik hendaknya memaklumi bahwa kemampuan berpikir anak berbeda. Ada yang cerdas dan ada yang lemah. Ini harus kita pahami agar kita tidak memarahi atau membebani anak di luar kemampuannya. Allah Ta’ala berfirman,

فاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ 

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (QS. at-Taghābun: 16)

Allah tidak menghukum orang yang kurang sempurna akalnya, semisal orang yang gila, yang belum baligh dan yang lupa bila mereka melakukan pelanggaran. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الْمُبْتَلَى حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَكْبُرَ

“Hukuman tidak berlaku atas tiga orang: orang yang tidur hingga ia terjaga, orang yang gila hingga ia waras dan anak kecil hingga ia dewasa.” (Shahih. HR. Abu Dawud: 4398 dishahihkan oleh al-Albani)

Allah yang menciptakan manusia. Apabila hamba ada kelainan akal tidak dihukum, apakah kita sebagai orang tua dan pendidik menghukum anak yang belum sempurna akalnya? Allah tidak memerintah ibadah kepada hamba yang akalnya tidak sempurna, maka apakah pendidik membebani anak yang belum sempurna akalnya dengan pekerjaan yang tidak mampu dikerjakannya sehingga akal mereka terbebani dengan sangat berat. Ini semua hendaknya menjadi pertimbangan bagi pendidik, khususnya orang tua, sehingga tidak menyamakan dirinya yang sudah dewasa dengan anak didiknya yang lamban dalam berpikir.

Agar akal anak tetap sehat

Akal anak bisa rusak karena makanan dan minuman. Anak hendaknya dijauhkan dari makanan dan minuman yang merusak akal, semisal makanan dan minuman yang memabukkan. Hindarkan juga dari permainan yang ada unsur judi, karena akan merusak akalnya. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. al-Mā`idah: 90)

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ

“Setiap minuman yang memabukkan hukumnya haram.” (HR. Bukhari: 5158)

Layar TV dan semisalnya boleh jadi merusak akal anak bila mereka melihat perkara yang haram, seperti tayangan joget, menyanyi dan keyakinan yang batil. Dengan melihat yang haram, anak akan malas membaca al-Qur’an dan hadist, karena tertarik dengan permainan di TV atau yang lainnya. Bukankah para pemuda dan pemudi rusak akal dan moralnya karena salah menggunakan ponsel dan alat komunikasi lainnya?

Akal anak juga bisa menjadi rusak bila sering dimarahi dan dicaci oleh pendidiknya, atau dipukul kepalanya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:

أَنْ لاَ تَضْرِبَ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحَ وَلاَ تَهْجُرَ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ

“.. Jangan kamu pukul wajah istrimu, jangan kamu ejek dia dan jangan kamu pisah kecuali (masih) di rumah.”

Jika istri yang kurang akal tidak boleh dipukul wajahnya, maka anak kecil pun sama. Jika terpaksa harus dicambuk, bukan berarti merusak tulang atau berarti harus kepada yang menjadi sasaran.

Jika anak lemah pikirannya, sekalipun pendidik capek mengurusi dan mendidiknya, namun tidak boleh mendoakan jelek kepadanya, karena doa suatu saat akan terkabulkan bila bertepatan dengan waktu yang mustajab. Bila demikian yang rugi adalah pendidik atau orang tua sendiri. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لاَ تُوَافِقُوا مِنَ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ

“Janganlah kalian mendoakan kejelekan atas diri kalian, anak-anak kalian dan harta kalian. Karena boleh jadi (waktu) itu merupakan bertepatan dengan saat pemberian Allah, sehingga permohonanmu itu dikabulkan.” (HR. Muslim: 1532)

Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata, Hadits ini menunjukkan bahwa doa orang yang sedang marah boleh jadi dikabulkan, apabila bertepatan pada saat dikabulkannya doa. Oleh karena itu hendaknya kita tidak mendoakan jelek kepada diri kita, anak, keluarga dan harta pada saat kita marah.

Akal anak menjadi rusak juga karena sering bergaul dengan kawan yang rusak mulut dan moralnya. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Orang itu mengikuti agama temannya. Karena itu lihatlah agama temannya.”

Maka berhati-hatilah ketika kita hendak menyekolahkan anak, ke mana kita sekolahkan?, bagaimana kurikulumnya? bagaimana akidah pengajarnya? Karena ini semua akan berpengaruh terhadap akal anak kita.

Menuju akal cerdas

Tidak mesti anak yang lemah akalnya selamanya lemah. Demikian pula sebaliknya. Karena petunjuk hanya milik Allah, kemudian otak bisa berubah kerjanya dengan yang dilihat dan yang didengar serta dengan yang diajarkan. Hal ini bisa dirasakan oleh pendidik yang sudah lama terjun dalam dunia pendidikan. Suatu saat ia menjumpai anak didiknya yang lemah otaknya berubah menjadi cerdas karena karunia dari Allah kemudian usaha yang mendukungnya untuk berubah menjadi seperti itu.

Untuk melatih kecerdasan anak, pendidik hendaknya lincah menyampaikan materi yang diajarkan dan sering bertanya (aktif) dengan pertayaan yang sekiranya anak mampu menjawabnya. Jika tidak mampu, pendidik atau orang tualah yang menjawab. Bukankah Rasulullah pernah menanyai anak kecil yang menangis karena burungnya mati, “Wahai Abu Umair, apa yang diperbuat oleh Nughair (burung) ini?”. Beliau sering bertanya kepada sahabatnya, semisal bertanya kepada Muadz, “Wahai Muadz, apa hak Allah kepada hamba-Nya dan sebaliknya?”. Karena pertanyaan akan membangkitkan daya ingat dan kecerdasan, juga memudahkan komunikasi dengan orang lain.

Upaya lainnya adalah dengan menuntun mereka untuk giat belajar dan mengulang-ulangi sesuatu yang belum hafal atau belum paham. Sebab, setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Begitulah yang kita rasakan. (QS. asy-Syarh: 5-6)

Permudahlah mereka, gembirakan dan jangan dibuat sedih, agar otak bisa berjalan dengan lancar. Maksudnya, bila tidak mampu mengerjakan sesuatu perlu dibantu, dibuat optimis, dipuji, diberi hadiah, karena ini semua akan melapangkan pikiran, in syaa Allah. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengutus Mu’adz dan Abu Musa ke negeri Yaman dan beliau berpesan,

يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلَا تَخْتَلِفَا

“Mudahkanlah (urusan) dan jangan dipersulit. Berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari (tidak tertarik), dan bekerja samalah kalian berdua dan jangan berselisih.” (HR. Bukhari: 2811)

Diajak bergaul dengan orang yang cerdas, sebagaimana Ibnu Abbas juga sering bergaul dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Sahabat Umar juga mengajak Ibnu Abbas ketika dia masih kecil ikut dalam majelis para sahabat tua yang ikut perang Badar.

Alat peraga kadang kala juga bisa membantu kecerdasan anak. Misal, dengan dibawa kepada alam nyata. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah menerangkan jalan yang harus ditempuh oleh umatnya. Beliau menggaris dengan garis yang lurus, lalu menggaris di sisi kanan dan kirinya dengan beberapa garis. Ini adalah peragaan yang cukup membantu kecerdasan anak. Dan masih ada cara lain dari hasil pengalaman pendidik yang sabar meladeni anak, in syaa Allah. Semoga anak kita menjadi anak yang shalih dan shalihah. Wallahu alam.

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc adalah mudir Ma'had Al-Furqon Al-Islami Srowo, Sidayu, Gresik, Jawa Timur. Beliau juga merupakan penasihat sekaligus penulis di Majalah Al-Furqon dan Al-Mawaddah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !