Nadzar Dan Macam-macamnya

Pengertian Nadzar

Dalam syari’at, nadzar memiliki dua makna; umum dan khusus.

Pertama, secara umum nadzar bermakna ibadah dan ketaatan. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ

“Mereka menunaikan nadzar mereka.” (QS. Al-Insan: 7)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:  “Mereka beribadah kepada Allah dengan apa-apa yang diwajibkan atas mereka dengan mengerjakan ketaatan yang wajib dengan asal syari’at.” (Tafsir Al-Qur’an al-Azhim: 8/261)

Kedua, nadzar dalam makna khusus yaitu seseorang mewajibkan atas dirinya suatu ibadah yang tidak diwajibkan syari’at atasnya.

Macam-macam Nadzar

Jika ditinjau untuk siapa ditujukan maka secara umum nadzar terbagi menjadi dua:

Pertama, nadzar untuk Allah. Seorang mewajibkan sesuatu atas dirinya sebagai bentuk pengagungan kepada Allah. Nadzar ini terbagi menjadi tiga, yaitu:

1. Nadzar ketaatan, semisal seorang mewajibkan atas dirinya untuk berpuasa selama tiga hari. Hukum nadzar ini adalah wajib untuk ditunaikan, jika tidak maka harus membayar kaffarah sumpah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

كَفَّارَةُ النَّذْرِ كَفَّارَةُ الْيَمِينِ

“Kaffarah nadzar adalah kaffarah sumpah.” (HR. Muslim: 1645)

Nadzar ketaatan ini pun terbagi menjadi dua yaitu muqayyad dan muthlaq.

Nadzar muqayyad adalah nadzar ketaatan yang disyaratkan dengan sesuatu, baik dengan datangnya kenikmatan ataupun dengan hilangnya kemudharatan. Semisal seorang mengatakan, “Aku bernadzar jika aku sembuh maka aku akan berpuasa tiga hari berturut-turut.” Nadzar inilah yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda :

لَا تَنْذِرُوا، فَإِنَّ النَّذْرَ لَا يُغْنِي مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا، وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ

“Janganlah kalian bernadzar, karena sesungguhnya nadzar tidaklah mempengaruhi (mengubah) takdir sama sekali, dan hanya dikeluarkan dari orang yang bakhil.” (HR Muslim No. 1640)

Sehingga para ulama mengatakan hukum memulainya adalah makhruh, bahkan sebagian ulama menyatakan haram diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (Lihat: Al-Qaulul Mufid: 1/248). Akan tetapi jika sudah terlanjur untuk memulainya maka wajib untuk menunaikannya.

Nadzar Muthlaq yaitu mewajibkan diri untuk beramal sholih tanpa mempersyaratkan apapun. Semisal seorang mengatakan, “Aku akan berpuasa tiga hari karena Allah.” Nadzar ini wajib untuk ditunaikan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

“Barang siapa yang bernadzar untuk taat kepada Allah maka hendaknya ia taat kepadaNya, dan barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat keapdaNya maka janganlah ia bermaksiat kepadaNya” (HR. Bukhari: 6696)

2. Nadzar maksiat, seperti seorang yang bernadzar menyembelih untuk Allah namun ditempat kesyirikan, atau seorang yang bersumpah dengan nama Allah untuk memutuskan hubungan silaturrahim. Sebab, nadzar itu termasuk sumpah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا النَّذْرُ يَمِيْنٌ كَفَّارَتُهَا كَفَّارَةُ يَمِيْنٍ

“Nadzar itu adalah sumpah. kaffaroh nadzar adalah kaffaroh sumpah.” (HR. Ahmad: 28/575, As-Shahihah: 2860)

3. Nadzar dengan sesuatu yang tidak dimiliki. Seperti halnya yang terjadi di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, seorang wanita Anshar bersama untanya Nabi yang ditawan oleh musuh. Wanita ini melarikan diri menaiki untanya Nabi, dan ia bernadzar,

إِنْ نَجَّاهَا اللهُ عَلَيْهَا لَتَنْحَرَنَّهَا

“Kalau ia berhasil selamat dengan menaiki unta ini maka ia akan menyembelih unta ini”. Tatkala wanita ini selamat sampai kota Madinah maka dikabarkan kepada Nabi tentang nadzarnya, Nabi berkata :

سُبْحَانَ اللهِ، بِئْسَمَا جَزَتْهَا، نَذَرَتْ لِلَّهِ إِنْ نَجَّاهَا اللهُ عَلَيْهَا لَتَنْحَرَنَّهَا، لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةٍ، وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ الْعَبْدُ

“Subhaanallah, betapa buruk balas jasa wanita tersebut terhadap si unta, ia bernadzar kalau berhasil selamat naik unta maka ia akan menyembelih unta tersebut. Tidak ada penunaian terhadap nadzar dalam kemaksiatan dan tidak juga pada perkara yang bukan milik seorang hamba.” (HR Muslim No. 1641).

Nadzar maksiat dan nadzar dengan sesuatu yang tidak dimiliki, tidak boleh untuk ditunaikan, namun tetap wajib membayar kaffarah sumpah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 لاَ وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ وَلاَ فِيْمَا لاَ يَمْلِكُ ابْنُ آدَمَ

“Tidak boleh dilaksanakan nadzar dalam bermaksiat kepada Allah, dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh seseorang.” (HR. Abu Dawud: 3/607)

Kedua, Nadzar Syirik yaitu nadzar yang ditujukan kepada selain Allah. Seperti seseorang yang bernadzar kepada kuburan atau bernadzar kepada Jibril, kepada Nabi dan yang semisalnya dalam rangka mendekatkan diri kepada mereka. Hal Ini tentu merupakan kesyirikan, karena nadzar adalah ibadah, dan ibadah jika ditujukan kepada selain Allah yaitu kepada salah satu makhlukNya maka itulah kesyirikan.

Nadzar syirik ini tidak boleh untuk ditunaikan dan tidak ada kaffarah, hanya wajib untuk segera bertaubat. (Al-Qaulul Mufid: 1/245)

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !