NADZAR; JALAN-JALAN KE CANDI BOROBUDUR (Art.SalayangAkidah008)

cr pic: wisatadijogja.id

Bilamana ada orang yang mengatakan: “Jika aku lulus nanti, aku akan ajak kamu nonton konser musik di London.” Atau seorang ayah yang mengatakan: “Anakku,  jika ayah naik pangkat, kita sekeluarga akan jalan-jalan ke candi Borobudur.” Atau penduduk desa yang mendengar ada “Pak Prof” yang membolehkan sehingga mereka mengatakan: “Kalau hasil panen kali ini baik, kita akan persembahkan sebagiannya untuk Dewi Sri.”
Semua hal di atas dan yang semisal adalah haram dan terlarang bagi seorang mukmin. Karena nadzar itu adalah ibadah. Allah berfirman memuji orang-orang yang menunaikan nadzarnya:

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا

Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. (QS. Al-Insan: 7)
Pada ayat yang lain Allah berfirman:
{وَمَا أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ ۗ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ} [البقرة : 270]
Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya. (QS. Al-Baqarah: 270)
Syaikh Shalih al-fauzan menjelaskan: “Dua ayat tersebut menunjukkan bahwasanya nadzar adalah sebuah ibadah, ketika Allah memuji orang-orang yang menunaikannya. Padahal Allah tidak memuji kecuali dalam hal mengerjakan perintah atau meninggalkan larangan. Sebagaimana juga Allah mengabarkan bahwa Dia mengetahui segala apa yang muncul dari kita berupa sedekah dan nadzar, Allah akan membalasinya. Hal itu menunjukkan bahwa nadzar adalah ibadah sehingga memberikannya kepada selain Allah adalah sebuah kesyirikan.” (al-Mulakhkhas fi Syarh Kitabit Tauhid: 108)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sebuah hadits bersabda:
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَ اللهَ فَلاَ يَعْصِهِ
“Siapa yang bernadzar untuk mentaati Allah maka ia wajib mentaatinya, dan barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah maka ia tidak boleh bermaksiat kepada-Nya.” (HR. Bukhari: 6696)
Oleh sebab itulah, segala bentuk nadzar maksiat adalah haram dan tidak boleh ditunaikan. Menonton konser musik adalah maksiat karena tidak satu pun dari mazdab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) yang menghalalkan musik. Imam al-Baghawi mengatakan:
وَاتَّفَقُوا عَلَى تَحْرِيم المَزَامِيْر والمَلَاهِي وَالْمَعَازِف ” 
“Mereka (para ulama) sepakat atas keharaman nyanyian, alat yang melalaikan, dan alat musik.” (Syarhus Sunnah: 12/383 cet. Al Matab al Islami)
Rekreasi ke candi atau sejenisnya dari tempat-tempat kesyirikan dan ibadah orang-orang kafir adalah haram. Terlebih jika bernazdar untuk memberikan persembahan kepada Dewi Sri, meskipun dibarengi dengan shalawatan dan sebagainya.
Seorang muslim selayaknya paham bahwa nadzar adalah ibadah. Jika diberikan kepada selain Allah maka jadilah ia sebuah kesyirikan. Oleh sebab itu, jangan bermudah-mudahan dalam bernadzar. Kembali belajar agar nadzar tersebut tidak jatuh pada kesyirikan dan maksiat.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !