NASEHATI DENGAN CARA YANG TEPAT

Nasehat adalah bagian penting dalam kehidupan. Ia merupakan tonggak dan tali kekang kemulian ummat. Sampai-sampai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengatakan bahwa agama ini semuanya adalah nasehat. Tamim ad-Dari radhiyallahu anhu pernah menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ، قُلْنَا لِمَنْ؟، قال: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

“Agama adalah nasehat”, kami (para sahabat) berkata: “Bagi siapa ?” Beliau menjawab: “Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin umat Islam dan kaum muslimin secara umum.” (HR. Muslim: 55)

Nasehat itu wajib, namun yang perlu diingat, bahwa nasehat itu adalah obat bagi luka. Selembut apapun, ia tetap memberikan sakit. Oleh sebab itu, perhatikan cara menyampaikan nasehat. Pahamilah, bahwa hukum asalnya, nasehat hendaknya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Selama tidak ada mashlahat yang lebih besar untuk menampakkannya. Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah pernah mengatakan:

كَانَ السَّلَفُ إِذَا أَرَادُوْا نَصِيْحَةَ أَحَدٍ ، وَعَظُوْهُ سِرًّا ، حَتَّى قَالَ بَعْضُهُمْ: مَنْ وَعَظَ أَخَاهُ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ فَهِيَ نَصِيْحَةٌ، وَمَنْ وَعَظَهُ عَلَى رُؤُوْسِ النَّاسِ فَإِنَّمَا وَبَّخَهَ

“Dahulu generasi salaf jika mereka ingin menasehati seseorang, mereka menyampaikannya dengan sembunyi-sembunyi, sampai-sampai sebagian mereka berkata: ‘Barangsiapa yang menasehati saudaranya antara dia dan saudaranya saja maka itulah nasehat, dan Barangsiapa yang menasehatinya di hadapan halayak, maka ia telah menjatuhkannya.’”

Imam Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata:

المُؤْمِنُ يَسْتُرُ ويَنْصَحُ ، وَالفَاجِرُ يَهْتِكُ وَيُعَيِّرُ

“Seorang mukmin itu menutupi dan menasehati, sementara orang yang jahat adalah mencederai dan menghina”. (Jami Al-Ulum wal Hikam: 1/236)

Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah menjelaskan dengan gamblang perihal cara menasehati yang sesungguhnya ini. Beliau rahimahullah mengatakan:

إِِذَا نَصَحْتَ فَانْصَحْ سِرًّا لَا جَهْرًا، وَبِتَعْرِيْضٍ لَا تَصْرِيْحٍ، إِلَّا أَنْ لَا يَفْهَمَ المَنْصُوْحُ تَعْرِيْضَكَ، فَلَا بُدَّ مِنْ التَّصْرِيْحِ …. فَإِِنْ تَعَديْتَ هَذِهِ الْوُجُوْهَ فَأَنْتَ ظَالِمٌ لَا نَاصِحٌ

“Jika kamu ingin menasehati, maka nasehatilah dengan sembunyi-sembunyi tidak dengan terang-terangan, dengan bahasa kiasan tidak dengan bahasa lugas, kecuali jika yang dinasehati tidak memahami bahasa kiasan maka diperlukan bahasa yang lugas dan jelas. Jika kamu melampaui hal tersebut maka kamu adalah seorang yang zhalim, bukan sebagai pemberi nasehat”. (Al-Akhlak Was Siyar: 45)

Oleh sebab itu, sebelum menasehati orang lain. Perhatikanlah banyak hal, salah satunya yaitu cara kita menyampaikan nasehat itu. Nasehat itu penting, tapi lebih penting lagi cara menyampaikannya. Nasehat untuk memperbaiki bukan membuat orang semakin lari dan benci.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !