PEMBANGKANG DAN KEPALA BATU

Mengikuti perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah jalan keberkahan dan kebahagiaan. Sebaliknya, menyelisihi dan kepala batu terhadap perintah beliau shallallahu alaihi wasallam adalah pokok kesengsaraan.

Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menceritakan: “Bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah menjenguk seorang Arab Badui yang sedang sakit. Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam apabila menjenguk orang sakit biasa mendoakannya dengan: ‘La ba’sa thahur in syaa Allah’ (tidak mengapa, in syaa Allah sakit ini bisa menyucikan dari dosa-dosa). Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam pun mendo’akan Arab Badui tersebut; ‘La ba’sa thahur in syaa Allah.’ Namun orang itu justru mengatakan:

قُلْتَ طَهُوْرٌ؟! كَلَّا، بَلْ هِيَ حُمَّى تَفُوْرُ أَوْ تَثُوْرُ عَلَى شَيْخٍ كَبِيْرٍ تُزِيْرُهُ القُبُوْرَ

‘Apa yang kau katakan? Thahur? Akan menyucikan dari dosa-dosa?! Tidak sama sekali, bahkan ini adalah demam panas yang menimpa seorang tua renta yang akan menghantarkannya ke dalam kubur.’

Lantas kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun mengatakan; ‘Iya, tidak apa-apa kalau memang demikian yang kamu inginkan.‘” (HR. Bukhari: 3616) Disebutkan dalam riwayat yang lain, “Lalu laki-laki itu akhirnya pun mati.” (HR. Abdurrazzaq)

Itu adalah diantara contoh nyata akibat menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Menentang ajaran beliau dan tidak mau berittiba’ kepadanya adalah kehinaan dan kerugian karena Allah berfirman:

 وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. an-Nisa’: 115)

Oleh sebab itu, berhati-hatilah jangan sampai menyelisi. Baca dan pelajarilah hadits-hadits beliau. Kalau tidak demikian, bisa jadi kita nanti memang tidak mengucapkan dengan lisan “menyelisihi sunnah beliau” tapi amal perbuatan kitalah yang menunjukkan akan hal itu, karena kita beramal tidak sesuai dengan tuntunan beliau shallallahu alaihi wasallam.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !