Riyadhus Shalihin – Nadzar Maksiat Tidak Boleh Dilaksanakan

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia menuturkan:

بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ ، إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ : فَسَأَلَ عَنْهُ ؟ فَقَالُوا : أَبُو إِسْرَائِيلَ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ ، وَلَا يَقْعُدَ ، وَلَا يَسْتَظِلَّ ، وَلَا يَتَكَلَّمَ ، وَيَصُومَ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُرْهُ فَلْيَتَكَلَّمْ ، وَلْيَسْتَظِلَّ ، وَلْيَقْعُدْ ، وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ

“Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam tengah berkhutbah, tiba-tiba terdapat seorang laki-laki sedang berdiri. Maka beliau shallallahu alaihi wasallam bertanya tentang orang ini. Lalu para sahabat pun mengatakan: Abu Israil telah bernadzar untuk berdiri di bawah terik matahari tidak akan duduk, bernaung dan berbicara serta akan berpuasa. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Perintahkanlah ia untuk bicara, bernaung dan duduk dan hendaklah ia menyempurnakan puasanya.'” (HR. Bukhari: 6704)

________________________

Dari hadits yang mulia ini ada beberapa pelajaran berharga yang dapat kita petik, di antaranya:

Pertama, Allah tidak akan menerima sebuah amalan yang tidak disyari’atkan serta tidak izinkan oleh-Nya. Ibadah itu harus dibangun diatas syariat serta ittiba’; mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Kedua, nadzar taat harus ditunaikan sedangkan nadzar maksiat tidak boleh untuk ditunaikan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ

Barang siapa yang bernadzar untuk mentaati Allah maka taatilah Ia dan barang siapa yang bernadzar untuk memaksiatinya maka jangan memaksiatinya. (HR. Bukhari: 6696)

Dalam riwayat yang lain beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةٍ وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ الْعَبْدُ

Tidak boleh menunaikan nadzar maksiat dan tidak boleh juga dalam sesuatu yang tidak dimiliki. (HR. Muslim: 1641)

Ketiga, larangan untuk membebani diri dengan amalan-amalan yang tidak sanggup untuk dilakukan.

Oleh sebab itu, jangan pernah berbuat zalim termasuk pada diri sendiri. Lakukanlah amalan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saja, tidak perlu melampaui. Sebab, betapa banyak amalan yang kita anggap baik tapi justru terlarang. Art0310

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !