RUKUN PUASA (RMD Art. 008)

Kalau dipikir-pikir, sepertinya puasa-lah ibadah yang rukunnya mudah dihafal. Sebab, di samping datangnya setiap tahun, semua kalangan bisa melaksanakannya, jumlah rukunnya pun juga tidak banyak.

Berbeda dengan haji, hanya kalangan yang mampu saja yang bisa melaksanakannya. Sehingga motivasi untuk mempelajari rukun-rukunnya sedikit kurang.

Dan yang sudah mampu pun, banyak juga yang tidak semangat. Kenapa? Karena “ngantrinya” lama. Rata-rata nasional daftar tunggu haji sekarang bisa mencapai 17 tahun. Bahkan di sebagian daerah, jauh dari itu.

Rukun puasa hanya dua saja, yaitu:
Pertama, niat. Kedua, menahan diri dari yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari

Untuk point pertama, ada sebuah hadits dari Ummul Mukminin Hafshah, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

“Barang siapa yang tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Dawud: 2456, al-Irwa’: 914)

Dari hadits di atas, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan:

Pertama, niat sebelum fajar ini khusus untuk puasa wajib saja seperti Ramadhan, Qadha, atau Nazar. Adapun puasa sunnah maka boleh meniatkannya sekalipun sudah terbit matahari.

Kedua, niat tempatnya di dalam hati bukan di lisan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. (Majmu’ Rasa’il Kubra 1/243, Kifayatul Akhyar: 286)

Ketiga, masalah menarik yaitu: “Apakah niat harus setiap hari?”

Masalah ini termasuk masalah yang diperselisihkan oleh para ulama. Dan sebagaimana lazimnya Fiqh Khilafiyah (masalah fikih yang diperselisihkan), sifat kritis dan lapang dada menjadi syarat wajib bagi mereka yang akan mendalaminya.

Kenapa? Karena jika masing-masing masih terkungkung dengan sikap “fanatik golongan,” maka dapat dipastikan di hatinya tidak akan ada tempat untuk yang namanya “toleransi” dan menghormati pendapat orang lain.
Masalah “Apakah niat puasa Ramadhan harus setiap hari?” diperselisihkan menjadi dua pendapat.

Pendapat pertama, wajib setiap hari. Ini pendapat Imam Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad menurut pendapat yang masyhur. (al-Mughni 4/337, al-Majmu’ 6/302)

Pendapat kedua, cukup niat sekali saja pada awal Ramadhan dan itu mencukupi untuk sebulan, selagi puasanya tidak terputus dengan safar atau sakit. Ini pendapat Imam Malik, Ishaq bin Rahawaih dan Ahmad. (al-Irsyad ila Sabili ar-Rasyad: 145, al-Istidzkar 10/35, al-Mughni 4/337)

Dua ulama besar Saudi Arabia; Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dan Syaikh Abdullah al-Bassam, menguatkan pendapat yang kedua yaitu cukup bagi orang yang puasa untuk niat sekali saja pada awal hari Ramadhan selama tidak terputus oleh sakit atau safar. (asy-Syarh al-Mumthi’ 6/370, Taudhihul Ahkam 3/469)

Waallahul muwaffiq. Semoga bermanfaat, sebagai tambahan bekal menyambut Ramadhan. Zahir al-Minangkabawi

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !