SA’ID BIN Al-MUSAYYIB – Lantaran Kamu Menyelisihi Sunnah!

Dari Sa’id bin Al-Musayyib rahimahullah seorang tabi’in, bahwa ia pernah melihat seorang yang shalat dua raka’at setelah terbitnya fajar lebih dari dua raka’at, ia melakukan banyak rukuk dan sujud. Maka Sa’id melarangnya melakukan hal itu, lalu lelaki itu berkata kepada Sa’id:

يَا أَبَا مُحَمَّدٍ، أَيُعَذِّبُنِي اللَّهُ عَلَى الصَّلَاةَ ؟!

“Wahai Abu Muhammad, apakah Allah subhanahu wata’ala akan mengadzabku atas shalatku ini?!” Sa’id menjawab:

لَا، وَلَكِنْ يُعَذِّبُكَ عَلَى خِلَافِ السُّنَّةِ

“Tidak, akan tetapi Allah akan mengadzabmu lantaran kamu menyelisihi sunnah.” (Ad-Darimi: 1/404, Al-Baihaqi: 2/466, Abdurrazaq: 4755)

Apa yang diucapkan oleh Sa’id rahimahullah ini adalah berdasarkan dalil. Orang yang menyelisihi sunnah (tuntunan) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam akan mendapat adzab sebagaimana firman Allah:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul itu takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An-Nur: 63)

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata: “Ini termasuk di antara jawaban cerdas Sa’id bin Al-Musayyib, dan menjadi senjata yang ampuh untuk menghadapi para pelaku bid’ah yang kebanyakan mereka menganggap bid’ah-bid’ah yang mereka lakukan adalah kebaikan, dengan atas nama dzikir atau shalat. Lalu ketika Ahlussunnah memberi peringatan kepada mereka tentunya mereka tidak terima, bahkan menuduh bahwa Ahlussunnah mengingkari dzikir dan shalat. Padahal sebenarnya yang diingkari oleh Ahlussunnah adalah karena mereka menyelisihi sunnah dalam melakukan dzikir dan shalat, begitu juga dengan yang lainnya.” (al-Irwa’: 2/236)

Oleh sebab itu, ibadah tidak cukup hanya didasarkan dengan niat yang baik saja, namun harus sesuai juga dengan sunnah (tuntunan) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Niat yang baik (ikhlas) dan mengikuti tuntunan Rasulullah, inilah dua syarat diterimanya ibadah.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !