Salafus Shalih di Ramadhan – Kedermawanan Di Bulan Ramadhan

Kedermawanan adalah sifat mulia. Sungguh sangat dianjurkan untuk menjadi pribadi yang lebih dermawan, bersedekah menyisihkan sebagian harta di bulan Ramadhan yang mulia. Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang sedekah yang paling afdhal, maka beliau menjawab:

أَفْضَلُ الصَدَقَةِ صَدَقَةٌ فِي رَمَضَانَ

“Sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadhan.”[1]

Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau adalah sosok yang sangat dermawan, dan bertambah kedermawanan beliau itu tatkala di bulan Ramadhan. Ibnu Abbas menuturkan:

كَانَ رَسُولُ اللهِ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللهِ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan. Bulan dimana Jibril menemuinya pada setiap malam Ramadhan untuk mengajari Al-Qur’an. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dermawan dalam kebaikan dari pada angin yang berhembus.”[2]

Imam Asy-Syafi’i dalam sebuah petikan kalimatnya berkaitan dengan bulan Ramadhan menuturkan:

أُحِبُّ لِلرَّجُلِ الزِّيَادَةَ بِالجُوْدِ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ إِقْتِدَاءً بِرَسُوْلِ اللهِ وَلِحَاجَةِ النَّاسِ فِيْهِ إِلَى مَصَالِحِهِمْ وَلِتَشَاغُلِ كَثِيْرٍ مِنْهُمْ بِالصَّوْمِ والصَّلَاةِ عَنْ مَكَاسِبِهِمْ

“Aku suka, hendaknya seseorang itu bertambah kedermawanannya di bulan Ramadhan guna meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan karena kebutuhan manusia akan hal itu untuk kemaslahatan hidup mereka serta karena tersibukkannya kebanyakan mereka dengan puasa dan shalat dari pekerjaan (urusan dunia).[3]

Salah satu bentuk kedermawanan di bulan Ramadhan adalah memberi makanan untuk berbuka kepada orang lain yang sedang berpuasa. Hal ini adalah ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ ، غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barang siapa yang memberi makan orang yang berbuka, maka baginya pahala semisal pahala orang itu tanpa dikurangi dari pahalanya sedikit pun.”[4]

Di antara kisah Salafus Shalih dalam hal ini adalah kisah Ibnu Umar. Disebutkan bahwa:

كَانَ ابْنُ عُمَرَ  يَصُوْمُ وَلَا يُفْطِرُ إِلاَّ مَعَ المَسَاكِيْنِ، يَأتِي إِلَى المَسْجِدِ فَيُصَلِّي ثُمَّ يَذْهَبُ إِلَى بَيْتِهِ وَمَعَهُ مَجْمُوْعَةٌ مِنَ المَسَاكِيْنِ، فَإِذَا مَنَعَهُ أَهْلَهُ عَنْهُمْ لَمْ يَتَعَشَّ تِلْكَ اللَيْلَةَ وَكَانَ إِذَا جَاءَهُ سَائِلٌ وَهُوَ عَلَى طَعَامِهِ، أَخَذَ نَصِيْبَهُ مِنَ الطَّعَامِ، وَقَامَ فَأَعْطَاهُ السَّائَلَ، فَيَرْجِعُ وَقَدْ أَكَلَ أَهْلُهُ مَا بَقِيَ فِي الجُفْنَةِ، فَيُصْبِحُ صَائِماً وَلَمْ يَأْكُلْ شَيْئاً

Ibnu Umar saat berpuasa tidak akan berbuka kecuali bersama orang-orang miskin. Ia datang ke masjid untuk shalat kemudian pulang ke rumahnya bersama dengan beberapa orang miskin. Jika keluarganya melarangnya dari mereka maka ia tidak akan mau makan malam pada malam itu. Dan apabila datang kepadanya seorang pengemis saat ia sedang makan, maka ia akan mengambil bagiannya dari makanan yang tersedia lalu memberikannya kepada pengemis tersebut. Kemudian ia kembali sedang keluarganya telah memakan apa yang tersisa dari makanan yang ada di nampan sehingga akhirnya ia tidak makan apa-apa sampai pagi hari.[5]

Termasuk potret menakjubkan pula dalam hal ini datang dari Hamd bin Abi Sulaiman. Diceritakan oleh Ash-Shalt bin Bistham:

كَانَ يُفَطِّرُ كُلَّ يَوْمٍ فِي رَمَضَانَ خَمْسِينَ إِنْسَانًا ، فَإِذَا كَانَ لَيْلَةَ الْفِطْرِ ، كَسَاهُمْ ثَوْبًا ثَوْبًا

Ia (Hamd bin Abi Sulaiman) memberikan makanan untuk berbuka kepada 50 orang setiap hari pada bulan Ramadhan. Dan apabila telah datang malam Idul Fitri (malam takbiran) maka ia memberikan kepada masing-masing mereka baju.[6]

Mudah-mudahan di bulan Ramadhan ini kita bisa menjadi pribadi yang lebih dermawan.

Baca juga Artikel

Ramadhan Mubarak

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

_________________________________

[1]     HR. Tirmidzi: 663

[2]     HR. Bukhari: 6

[3]     Lathaiful Ma’arif: 315

[4]     HR. Tirmidzi: 807

[5]     Lathaif Al-Ma’arif: 218

[6]     Siyar A’lam An-Nubala’: 5/238

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !