Saya Rasa Sudah Cukup

Sekarang, banyak di antara kita yang katanya sibuk  sekali. “Banyak pekerjaan, tugas belum selesai deadline sudah datang.” Akhirnya, tak sempat belajar, nggak punya waktu menuntut ilmu agama lagi. Tak ada  kesempatan untuk hadir di kajian-kajian.

“Sudahlah, saya rasa pelajaran di TPA dulu sudah cukup. Agama itu kan tidak memberatkan, agama itu mudah.” Itu kira-kira yang ada di kepala kita.

Padahal, tidak ada batas umur, tidak ada batas gelar, siapa pun kita selama hayat di kandung badan dan selama berstatus muslim atau muslimah, selama itu pula kewajiban tersebut tetap ada pada pundak kita. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

Inilah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu, ia juga bekerja, punya keluarga dan tanggung jawab, sibuk juga. Tapi, beliau berusaha untuk terus belajar. Ia pernah bercerita:

كُنْتُ أَنا وجارٌ لِي مِنَ الأنْصارِ فِي بَنِي أُمَيَّةَ بنِ زَيْدٍ، وهْيَ مِنْ عَوالِي المَدِينَةِ، وكُنَّا نَتَناوَبُ النُّزُولَ عَلَى رسولِ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم، يَنْزِلُ يَوْماً وأنْزِلُ يَوْماً، فَإذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِخَبَرِ ذَلِكَ اليَوْمِ مِنَ الوَحْي وغَيِرهِ، وإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذلِكَ

“Dahulu aku pernah bersama seorang tetanggaku dari kaum Anshar di Bani Umayyah bin Zaid. Sedang bani Umayyah ini berada di pinggir kota Madinah. Kami bergantian berangkat ke majelisnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Satu hari dia dan hari berikutnya aku. Apabila aku yang berangkat, maka aku akan sampaikan kepadanya khabar hari itu berupa wahyu dan yang lainnya. Dan apabila giliran ia yang berangkat, ia pun melakukan hal yang sama.” (HR. Bukhari: 89)

Semampunya,” dengan kata lain bersungguh-sungguh dalam mendapatkan ilmu. Itulah para sahabat, sedangkan kita “semaunya.”

Sebenarnya bukan masalah waktu, sibuk, atau banyak pekerjaan, hanya masalah kemauan. Merasa cukup dengan apa yang telah ada, itulah yang membuat kita semaunya. Padahal, jika kita jujur kita sendiri menyadari bahwa bekal ilmu agama kita masih jauh dari cukup. Tapi itulah kita, yang masih terlalu cinta pada dunia.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !