SEBELUM TAMU ITU DATANG (Art.Salayok76)

Sebagai seorang anak alangkah seringnya kita menyakiti ayah dan bunda. Ucapan yang mengoreskan luka. Tindak tanduk yang mengalirkan air mata.

Ego telah menjadikan kita tidak lagi peduli, menghilangkan rasa, mematikan nurani, hingga kita tak hiraukan lagi beban apa yang harus mereka derita.

Seyum mereka, demi kebahagiaan kita. Tapi pernahkah kita berfikir, bisa jadi senyum itu harus dibangun dengan kerikil tangis dan batu bata harapan yang tak kunjung tiba.

Peluh yang bercucuran, harus mati-matian, tak pedulikan lagi letih, entah itu letih badan, entah itu letih perasaan, semua demi yang namanya “cita-cita kita.” 

Perhatikan kisah ini. Ini nyata terjadi, semoga memberikan pelajaran untuk kita di hari ini.

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : ((اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا))

“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” 

Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))

Sahabat itu meninggalkan kedua orang tuanya bukan untuk bekerja, atau mengukir sejarah kariernya, tapi untuk ikut berhijrah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ibadah teragung kala itu.

Sekarang kita bagaimana?? Mereka orang tua kita, entah sebanyak apa air matanya yang telah tertumpah, padahal kita hanya untuk mengukir nama dan dunia. Apakah bisa kita ganti semuanya dengan harta yang kita punya itu??

Apakah dapat ijazah  pendidikan kita yang tinggi itu merekatkan kembali hati mereka yang telah rekah??

Mereka telah berada di waktu senja. Sebentar lagi matahari akan tenggelam, malam akan datang, maka jangan jadikan dirimu akhirnya harus menangis dalam gelapnya malam bersama kesendirian.

Oleh sebab itu, sebelum “tamu” itu datang, obatilah luka mereka. Buat mereka tertawa, buat mereka bahagia. Karena tamu itu akan membuat kita tersiksa untuk selamanya. Tahukah Anda siapa tamu itu?? Tamu itu bernama “penyesalan.” 

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !