Seorang Da’i Harus Sabar dan Siap Disakiti

Jika kita ingin menjadi pewaris para Nabi, yang mengajak manusia ke jalan Ilahi, maka kita harus siap untuk disakiti. Menjadi da’i dan penyeru kebaikan bukan tugas yang mudah, jalannya bergelombang mendaki serta penuh dengan onak dan duri.

Akan ada saja tantangannya dan itu pasti, datang dari arah yang kadang tidak kita duga sebelumnya. Mulai dari orang-orang yang memang tidak suka, menentang dan berseberangan dari awal, sampai kawan-kawan yang pada awalnya sejalan, bahkan dari keluarga kita sendiri, atau dari yang lainnya. Tapi yang jelas, kita harus siap dengan segala kemungkinan tersebut.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan:

“Hendaknya seorang da’i senantiasa bersemangat dalam mendakwahkan agama Allah meski disakiti. Karena menyakiti para da’i yang mengajak manusia pada kebaikan adalah tabiat dasar manusia kecuali mereka yang diberi petunjuk oleh Allah. Allah berfirman:

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِّن قَبْلِكَ فَصَبَرُوا۟ عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا۟ وَأُوذُوا۟ حَتَّىٰٓ أَتَىٰهُمْ نَصْرُنَا

Dan sesungguhnya rasul-rasul sebelum engkau (Muhammad) pun telah didustakan, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. (QS. Al-An’am: 34)

Semakin kuat gangguan itu maka semakin dekat pertolongan. Dan pertolongan Allah tidak hanya dalam bentuk Allah menolong seorang ketika dia masih hidup sehingga ia dapat melihat hasil dari dakwahnya, akan tetapi pertolongan terkadang datang setelah ia meninggal dunia, dengan cara Allah menjadikan hati manusia mau menerima apa yang telah ia dakwahkan, mereka mau mengambil dan berpegang teguh dengannya. Ini juga merupakan bentuk pertolongan Allah kepada seorang da’i meskipun ia telah meninggal dunia.

Maka wajib bagi seorang da’i untuk sabar dan senantiasa terus berdakwah. Sabar dengan apa yang ia dakwahkan dari agama Allah, sabar dari semua yang merintangi dakwahnya, sabar dari semua yang menyakiti dirinya. Inilah para rasul yang mana mereka disakiti dengan ucapan dan perbuatan, Allah berfirman:

كَذَٰلِكَ مَآ أَتَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِم مِّن رَّسُولٍ إِلَّا قَالُوا۟ سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ

Demikianlah setiap kali seorang rasul yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, mereka (kaumnya) pasti mengatakan, “Dia itu pesihir atau orang gila.” (QS. Adz-Dzariyat: 52)

Allah juga berfirman:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّا مِّنَ ٱلْمُجْرِمِينَ

Begitulah, bagi setiap nabi, telah Kami adakan musuh dari orang-orang yang berdosa. (QS. Al-Furqan: 31)

Akan tetapi, wajib bagi seorang da’i untuk menghadapi semua itu dengan kesabaran. Perhatikanlah firman Allah kepada Rasul-Nya shallahu alaihi wasallam:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْقُرْءَانَ تَنزِيلًا

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an kepadamu (Muhammad) secara berangsur-angsur. (QS. Al-Insan: 23)

Yang ditunggu-tunggu dari lanjutan ayat ini adalah dikatakan, “Maka syukurilah nikmat Tuhanmu,” akan tetapi Allah justru berfirman:

فَٱصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ

Maka bersabarlah untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu. (QS. Al-Insan: 24)

Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwasanya setiap orang yang mengamalkan Al-Qur’an maka pasti akan memperoleh hal-hal yang membutuhkan kesabaran. Lihatlah keadaan Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika beliau dipukul (dilempari) oleh kaumnya hingga melukainya, dalam keadaan beliau mengusap darah dari wajahnya beliau berdo’a:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka wajib bagi seorang da’i untuk menjadi orang yang sabar dan mengharapkan pahala dari Tuhannya. (Syarh Tsalatsatil Ushul: 24-25)

Oleh sebab itu, seorang da’i harus sabar dan siap untuk disakiti. Marilah kita berdo’a kepada Allah semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang sabar dalam mendakwahkan agama-Nya. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk mengemban dan menyampaikan warisan para Nabi-Nya. Amin

Disusun di rumah Kranggan, Selasa, 1 Rabiul Awal 1441/29 Okt 2019

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !