Syarat-Syarat Bolehnya Mengamalkan Hadits Dha’if Menurut Ibnu Hajar

Hadits dha’if (lemah) pada dasarnya tidak boleh untuk diamalkan. Selama hadits shahih masih ada maka mengapa beramal dengan hadits yang dha’if. Boleh mengamalkan hadits dha’if namun harus memenuhi beberapa syarat. Menurut Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah ada tiga syarat.

Al-Hafizh as-Sakhawi rahimahullah mengatakan: “Aku mendengar Syaikh kami (Al-Hafizh Ibnu Hajar) berkata berkali-kali dan beliau bahkan menuliskan untukku dengan tangannya sendiri, ‘Sesungguhnya syarat mengamalkan hadits dha’if ada tiga:

1. Disepakati bahwa hadits tersebut dha’ifnya tidak parah. Maka keluar dari syarat ini hadits yang rawi-rawinya pendusta, dan tertuduh dusta serta yang kekeliruannya berat.

2. Hendaknya hadits tersebut berinduk kepada pokok (dalil) valid yang umum. Maka keluar dari syarat ini hadits yang dibuat-buat yang tidak mempunyai dasar sama sekali.

3. Tidak meyakini bahwa ia hadits yang shahih pada saat mengamalkannya agar tidak dinisbatkan kepada shallallahu ‘alaihi wasallam apa yang tidak beliau sabdakan.

Referensi : Shahih At-Targhib wa At-Tarhib 1/48 Cet. Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh, KSA

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !