Ushul Tsalatsah – Mengenal Kitab Ushul Tsalatsah dan Urgensi Pembahasannya

Kitab Ushul Tsalatsah adalah sebuah kitab ringkas dalam pembahasan ilmu Akidah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Kitab ini memiliki kedudukan penting dalam ilmu Akidah karena merupakan kitab yang membahas asas inti dalam Akidah.

Meski kitab ini sangat ringkas namun pembahasannya betul-betul sangat urgen. Oleh sebab itu, banyak ulama sepeninggalan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengunakan kitab ini sebagai salah satu kitab panduan dalam ilmu Akidah terutama untuk para pemula sehingga muncullah banyak kitab Syarh (penjabaran) terhadap kitab ringkas ini.

Inti Pembahasan Kitab Ushul Tsalatsah

Ushul Tsalatsah terdiri dari dua kata bahasa Arab yaitu: Al-Ushul artinya pokok, pondasi, asas dan Ats-Tsalatsah artinya tiga. Sehingga secara harfiyah Ushul Tsalatsah artinya adalah: “Tiga Asas Pokok.”

Adapun inti pembahasan yang disampaikan oleh penulis di kitab ini adalah tiga asas penting yang wajib untuk diketahui oleh setiap muslim. Tiga asas itu adalah:

  1. Mengenal Rabb (Allah)
  2. Mengenal Agama Islam
  3. Mengenal Nabi Muhammad

Penulis yaitu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan:

فإذا قيل لَكَ: مَا الأُصُولُ  الثَّلاثَةُ التِي يَجِبُ عَلَى الإنسان معرفتها ؟ فقل : معرفة العبد ربه ودينه ونبيه محمدا صلى الله عليه وسلم

“Jika ditanyakan kepadamu: Apa itu Al-Ushul Ats-Tsalasah (tiga asas) yang wajib untuk diketahui oleh setiap insan? Maka katakanlah: (Ushul Tsalatsah itu adalah) seorang hamba mengenal Rabbnya, agama dan Nabinya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Penulis membahas secara ringkas tiga asas yang sangat mendasar ini disertai dengan dalil-dalilnya, baik dalil dari Al-Quran ataupun dalil dari As-Sunnah.

Pentingnya Pembahasan Kitab Ushul Tsalatsah

Tiga asas yang dibahas dalam kitab ini, merupakan bekal untuk menjawab tiga pertanyaan yang akan diajukan oleh malaikat kepada setiap manusia di hari pertama ia berada di alam kubur. Tiga pertanyaan yang menentukan kebahagian atau kesengsaraan seorang manusia.

Disebutkan dalam sebuah Riwayat, dari Hani’ mantan budak Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, ia menuturkan: ‘Utsman apabila berdiri disisi kuburan maka ia menanggis hingga basah jenggotnya. Sehingga ditanyakan padanya: “Kenapa ketika disebutkan surga dan neraka engkau tidak menangis sementara engkau menangis karena hal ini.?” ‘Utsman menjawab: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنْزِلٍ مِنْ مَنَازِلِ الْآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ

“Sesungguhnya kuburan adalah awal perjalanan akhirat. Barang siapa yang berhasil di alam kubur maka yang setelahnya akan lebih mudah dan barang siapa yang tidak berhasil maka yang setelahnya lebih berat.” (HR. Tirmidzi: 2308, dihasankan oleh Syaikh al-Albani Shahih al-Jami’)

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, tentang perjalanan setiap kita ketika telah meninggal dunia. Dari Al-Barra’ bin ‘Azib radhiyallahu anhu, beliau menuturkan:

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَنَازَةِ رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَبْرِ وَلَمَّا يُلْحَدْ فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَلَسْنَا حَوْلَهُ كَأَنَّمَا عَلَى رُءُوسِنَا الطَّيْرُ وَفِي يَدِهِ عُودٌ يَنْكُتُ بِهِ فِي الْأَرْضِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ اسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا زَادَ فِي حَدِيثِ جَرِيرٍ هَاهُنَا وَقَالَ وَإِنَّهُ لَيَسْمَعُ خَفْقَ نِعَالِهِمْ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ حِينَ يُقَالُ لَهُ يَا هَذَا مَنْ رَبُّكَ وَمَا دِينُكَ وَمَنْ نَبِيُّكَ قَالَ هَنَّادٌ قَالَ وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ مَنْ رَبُّكَ فَيَقُولُ رَبِّيَ اللَّهُ فَيَقُولَانِ لَهُ مَا دِينُكَ فَيَقُولُ دِينِيَ الْإِسْلَامُ فَيَقُولَانِ لَهُ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ قَالَ فَيَقُولُ هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولَانِ وَمَا يُدْرِيكَ فَيَقُولُ قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ زَادَ فِي حَدِيثِ جَرِيرٍ فَذَلِكَ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ { يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا } الْآيَةُ ثُمَّ اتَّفَقَا قَالَ فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنْ السَّمَاءِ أَنْ قَدْ صَدَقَ عَبْدِي فَأَفْرِشُوهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ وَأَلْبِسُوهُ مِنْ الْجَنَّةِ قَالَ فَيَأْتِيهِ مِنْ رَوْحِهَا وَطِيبِهَا قَالَ وَيُفْتَحُ لَهُ فِيهَا مَدَّ بَصَرِهِ قَالَ وَإِنَّ الْكَافِرَ فَذَكَرَ مَوْتَهُ قَالَ وَتُعَادُ رُوحُهُ فِي جَسَدِهِ وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ مَنْ رَبُّكَ فَيَقُولُ هَاهْ هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ لَهُ مَا دِينُكَ فَيَقُولُ هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ فَيَقُولُ هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنْ السَّمَاءِ أَنْ كَذَبَ فَأَفْرِشُوهُ مِنْ النَّارِ وَأَلْبِسُوهُ مِنْ النَّارِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى النَّارِ قَالَ فَيَأْتِيهِ مِنْ حَرِّهَا وَسَمُومِهَا قَالَ وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ زَادَ فِي حَدِيثِ جَرِيرٍ قَالَ ثُمَّ يُقَيَّضُ لَهُ أَعْمَى أَبْكَمُ مَعَهُ مِرْزَبَّةٌ مِنْ حَدِيدٍ لَوْ ضُرِبَ بِهَا جَبَلٌ لَصَارَ تُرَابًا قَالَ فَيَضْرِبُهُ بِهَا ضَرْبَةً يَسْمَعُهَا مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ فَيَصِيرُ تُرَابًا

“Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar untuk melihat jenazah seorang laki-laki Anshar, kami pun tiba di pemakaman. Ketika lubang lahad telah dibuat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk, lalu kami ikut duduk di sisinya. Kami diam, seakan-akan di atas kepala kami ada burung. Saat itu beliau memegang sebatang kayu yang ditancapkan ke dalam tanah, beliau lalu mengangkat kepalanya dan bersabda: “Mintalah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur.” Beliau ucapkan kalimat itu hingga dua atau tiga kali. Demikanlah tambahan dalam hadits Jarir. Beliau melanjutkan: “Sungguh, mayat itu akan dapat mendengar derap sandal mereka saat berlalau pulang; yakni ketika ditanyakan kepadanya, ‘Wahai kamu, siapa Rabbmu? Apa agamamu? Dan siapa Nabimu? ‘ -Hannad menyebutkan; Beliau bersabda: – “lalu ada dua malaikat mendatanginya seranya mendudukkannya. Malaikat itu bertanya, “Siapa Rabbmu?” ia menjawab, “Rabbku adalah Allah.” Malaikat itu bertanya lagi, “Apa agamamu?” ia menjawab, “Agamaku adalah Islam.” Malaikat itu bertanya lagi, “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini? ‘ ia menjawab, “Dia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” malaikat itu bertanya lagi, “Apa yang kamu ketahui?” ia menjawab, “Aku membaca Kitabullah, aku mengimaninya dan membenarkannya.” Dalam hadits Jarir ditambahkan, “Maka inilah makna firman Allah: ‘(Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman…) ‘ hingga akhir ayat. -Qs. Ibrahim: 27- kemudian kedua perawi sepakat pada lafadz, “Beliau bersabda: “Kemudian ada suara dari langit yang menyeru, “Benarlah apa yang dikatakan oleh hamba-Ku, hamparkanlah permadani untuknya di surga, bukakan baginya pintu-pintu surga dan berikan kepadanya pakaian surga.” beliau melanjutkan: “Kemudian didatangkan kepadanya wewangian surga, lalu kuburnya diluaskan sejauh mata memandang.” Beliau melanjutkan: “Jika yang meninggal adalah orang kafir, maka ruhnya akan dikembalikan kepada jasadnya. Saat itu datanglah dua malaikat serya mendudukkannya. Kedua malaikat itu bertanya, “Siapa Rabbmu?” ia menjawab, “Hah, hah, hah. Aku tidak tahu.” Malaikat itu bertanya, “Apa agamamu?” ia menjawab, “Hah, hah. Aku tidak tahu.” Malaikat itu bertanya lagi, “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini? ‘ ia menjawab, “Hah, hah. Aku tidak tahu.” Setelah itu terdengar suara dari langit: “Ia telah berdusta. Berilah ia hamparan permadani dari neraka, berikan pakaian dari neraka, dan bukakanlah pintu-pintu neraka untuknya.” Beliau melanjutkan: “Kemudian didatangkan kepadanya panas dan baunya neraka. Lalu kuburnya disempitkan hingga tulangnya saling berhimpitan.” Dalam hadits Jarir ditambahkan, “Beliau bersabda: “Lalu datang seorang yang buta dan bisu. Dia membawa sebuah pemukul dari besi, sekiranya pemukul itu dipukulkan pada sebuah gunung niscaya akan menjadi debu.” Beliau melanjutkan: “Laki-laki kafir itu kemudian dipukul dengan pemukul tersebut hingga suaranya dapat didengar oleh semua makhluk; dari ujung timur hingga ujung barat -kecuali jin dan manusia- hingga menjadi debu.” (HR. Abu Dawud: 4753, Ahmad: 18534)

Dari hadits diatas kita dapat memahami secara jelas tentang pentingnya kitab Ushul Tsalatsah. Dan perhatian penggalan hadits di atas:

فَيَقُولَانِ لَهُ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ قَالَ فَيَقُولُ هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولَانِ وَمَا يُدْرِيكَ فَيَقُولُ قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ

Malaikat itu bertanya lagi, “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini? ‘ ia menjawab, “Dia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Malaikat itu bertanya lagi, “Apa yang membuatmu bisa tahu?” Ia menjawab, “Aku membaca Kitabullah, aku mengimaninya dan membenarkannya.”

Penggalan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa orang yang bisa menjawab pertanyaan kubur tersebut hanyalah orang yang mau belajar agama, mau membaca dan mendatabburi Al-Qur’an dan hadits Nabi kemudian ia amalkan.

Oleh sebab itu, kitab Ushul Tsalatsah merupakan sebuah kitab yang sangat penting. Ia menjadi salah satu kitab yang dapat dijadikan wasilah untuk menyiapkan bekal agar dapat menjawab tiga pertanyaan di alam kubur tersebut. Sehinga penulis penginginkan setiap orang hendaknya dapat mengenal Rabbnya, agama dan Nabinya melalui kitab ringkas ini, lalu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga ia menjadi orang yang sukses di alam kubur.

Baca juga Artikel:

Tiga Pertanyaan di Alam Kubur, Sudah Siapkah? – Khutbah Jum’at

Peristirahatan Terakhir?

Selesai disusun di Maktabah Az-Zahiry Jatimurni, Selasa, 17 Syawwal 1441H/ 9 Juni 2020 M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !