Tanda-tanda Dukun atau Penyihir

Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizhahullah menyebutkan beberapa tanda sebagai indikasi seseorang itu dukun atau tukang sihir, diantaranya:

1. Bertanya kepada yang sakit tentang namanya, nama ibunya.

2. Mengambil bekas-bekas si sakit (baik pakaian, sorban, sapu tangan, kaos)

3. Terkadang meminta hewan dengan sifat tertentu untuk disembelih tanpa menyebut nama Allah l, atau dalam rangka diambil darahnya untuk kemudian dilumurkan pada tempat yang sakit pada pasiennya, atau untuk dibuang di tempat rubuh (kosong)

4. Menulis mantra-mantra

5. Membaca jampi-jampi atau mantra-mantra yang tidak dapat dipahami

6. Memberikan kepada si sakit jimat yang berisi garis segiempat. Di dalamnya terdapat huruf-huruf dan nomor-nomor (rajah)

7. Memerintahkan si sakit untuk menjauh dari manusia dalam waktu tertentu di sebuah tempat yang gelap yang tidak dimasuki sinar matahari yang dikenal oleh orang awam sebagai al-Hijbah (bertapa)

8. Meminta si sakit untuk tidak menyentuh air dalam waktu tertentu, biasanya selama 40 hari.

9. Memberikan kepada si sakit sesuatu untuk ditanam dalam tanah.

10. Memberikan kepada si sakit kertas untuk dibakar dan mengasapi diri dengannya.

11. Terkadang mengabarkan kepada si sakit tentang namanya, asal daerahnya, dan masalah yang menyebabkan dia datang (padahal belum diberitahu oleh si sakit)

12. Menuliskan untuk si sakit huruf-huruf yang terputus-putus baik di kertas atau mangkok putih, lalu menyuruh si sakit untuk meleburnya dengan air lantas meminumnya.

Dinukil dan diterjemahkan dari kitab An-Nusyrah Au Hukmu ‘Ilajis Sihr bis Sihr, karya Abdul Azhim bin Ibrahim Ababthin, Taqdim Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin rahimahullah, hlm. 64-65

Oleh sebab itu, jika indikasi-indikasi yang telah disebutkan oleh para ulama ini terdapat pada seseorang maka kemungkinan besar dia adalah seorang dukun atau penyihir meskipun dia mengobati dengan cara seolah syar’i seperti membacakan ayat-ayat Al-Qur’an atau dzikir, atau dengan penampilan berjubah, bersorban, membawa tasbih, atau dipanggil paranormal, ‘orang pintar’, ‘orang tua’, spiritualis, ahli metafisika, atau bahkan kyai, mbah, ustadz, dll. Sebab sebagaimana kaidah yang dikatakan oleh para ulama: Al-Ibrah bil Haqaiq la bil Asma’, yang menjadi patokan itu adalah hakikatnya bukan nama.

Baca juga Artikel:

Hukum Mendatangi Dukun Dan Peramal

Ditulis di rumah mertua tercinta Jatimurni Bekasi, Sabtu 10 Rabi’ul Akhir 1441H/ 7 Desember 2019M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja untuk dapatkan artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !