Teladani Nabimu Dalam Mendidik Anakmu (bagian II)

Pada edisi yang lalu telah dibahas, lima cara Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mendidik anak, di antaranya; mendoakan anak didiknya agar menjadi anak yang baik, Rasulullah mencintai anak-anak, Rasulullah mencium anak kecil, Rasul memberi teladan yang baik, Beliau pun memaafkan kesalahan anak-anak. Dan kali ini adalah lanjutannya:

• Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berjiwa lembut kepada anak

Di antara keberhasilan Rasulullah dalam mendidik anak, keluarga serta umat, adalah karena karunia Allah Tabaaraka wata’ala berupa jiwa yang lembut. Karena lazimnya anak yang serba kurang dalam segalanya, untuk keberhasilan pendidikannya butuh pendidik yang berjiwa lembut. (Lihat QS. Ali Imran: 159)

Sahabat Aisyah Radhiallahu’anha mengatakan, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menjelaskan tentang keutamaan berlaku lembut dan bahayanya jika sifat ini tidak dimiliki oleh pendidik:

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ.

”Sesungguhnya kasih sayang itu tidak akan berada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya (dengan kebaikan). Sebaliknya, jika kasih sayang itu dicabut dari sesuatu, niscaya ia akan membuatnya menjadi buruk.” (HR. Muslim 8/22)

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam juga menasihati istrinya agar berlaku lembut, beliau bersabda:

يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِى عَلَى مَا سِوَاهُ.

”Wahai Aisyah, Bahwasanya Allah Mahalembut, mencintai kelembutan. Dia memberi terhadap kelembutan apa yang tidak diberi terhadap kekasaran dan apa yang tidak diberi terhadap apa yang selainnya.” (HR. Muslim: 2594)

Yang demikian, karena sangat besarnya faedah dalam berlaku lembut dan bahayanya kekerasan jika bukan pada tempatnya, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wajalla kebaikan untuk pendidik yang berjiwa lembut dan peringatan keras terhadap pemimpin dan pendidik yang berjiwa keras, di dalam doa beliau;

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ

“Ya Allah, barangsiapa yang menjadi pemimpin umatku dalam suatu hal, lalu dia menyusahkan mereka, maka balaslah perbuatannya itu dengan kesusahan. Dan barangsiapa yang menjadi pemimpin umatku dalam suatu hal, lalu dia bersikap lembut terhadap mereka, maka berikanlah kelembutan (kasih sayang) kepadanya.” (HR. Muslim 6/7)

Itu semua karena akal anak yang belum sempurna dan masih memerlukan kelembutan yang banyak dari orang tua dan pendidik.

❀•◎•❀

• Memberi hadiah berupa pujian atau bingkisan

Hadiah sangat menarik simpati anak didik daripada hukuman. Hadiah banyak macamnya, bukan hanya berupa uang, tetapi bisa dengan penghargaan dan pujian, semisal penghargaan kepada anak yang tekun belajar, rajin beribadah, bersabar atas musibah yang menimpa. Perhatikan pujian Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam kepada cucunya saat di atas mimbar;

ابْنِى هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Anakku ini seorang pemimpin. Dan semoga Allah akan mendamaikan dua kelompok yang bertikai dari kaum muslimin lewat tangannya.” (HR. Bukhari: 2557, 3357)

Maka, seyogyanya bagi orang tua dan pendidik untuk lebih mengedepankan pujian ketimbang hukuman. Sebagaimana pujiannya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam maupun pujian yang semakna dengan tanpa berlebihan.

❀•◎•❀

• Kasih sayang Rasulullah kepada anak yang menangis

Beliau tidak menelantarkan anak kecil yang menangis, sekalipun beliau dalam shalat, beliau kasihan kepada mereka dan kepada ibunya. Beliau tidak marah kepada orang tuanya, tidak pula memarahi anak yang sedang menangis. (Lihat HR. Bukhari: 666)

Anak yang menangis tentu ada sebabnya, maka pendidik yang arif tentu mempelajari penyebabnya, sehingga menemukan solusinya, menolong anak yang menangis membahagiakan dirinya dan memudahkan mereka untuk taat ketika diperintah atau dilarang, karena dirinya merasa ditolong kesulitannya.

❀•◎•❀

• Rasulullah menghibur anak ketika bersedih

Anak terkadang sedih, ketika dimarahi oleh keluarga atau pengasuhnya, atau ketika berkelahi, tidak bisa menjawab pertanyaan, atau tidak bisa mengerjakan tugas, atau tidak bisa beraktivitas seperti temannya, hal ini tentu mengganggu kejiwaan mereka, bahkan boleh jadi putus asa.
Maka pendidik hendaknya menghibur dan menghilangkan kesedihannya, sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menghibur anak kecil (Abu Umair) yang sedang sedih karena burungnya mati. Beliau bertanya kepadanya, “Wahai Abu Umair, apa yang sedang dilakukan oleh nughair (burung kecilmu)?” (HR. Abu Dawud: 4318, 4971 dishahihkan oleh al-Albani)

Ibnu Baththal Rahimahullah berkata, Pendidik perlu berlapang dada kepada semua lapisan manusia (miskin/kaya, besar/kecil, dst) sebagaimana sahabat Anas Radhiallahu’anhu berkata, ‘Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam senantiasa bergaul dengan kita yang masih belia, dan juga bergaul dengan saudaraku yang masih kecil.

❀•◎•❀

• Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabar atas kenakalan anak

Di antara keberhasilan pendidikan anak adalah kesabaran pendidik dan berhati-hati ketika memberikan tindakan dan hukuman kepada anak yang nakal. Rasulullah juga bersabar ketika menjumpai cucunya menunggangi punggungnya pada saat shalat, ketika cucunya jatuh pada saat beliau sedang berkhutbah. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ شَيْئًا هُوَ خَيْرٌ وَأَوْسَعُ مِنْ الصَّبْرِ

“Tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (Shahih, at-Ta’liq ar-Raghib 2/11, Shahih Abu Dawud: 1451)

Sahabat Umar bin Khaththab Radhiallahu’anhu berkata, “Kami menjumpai kebahagiaan hidup kami dengan kesabaran.” (Fathul Majid: 1/436)

Sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu juga berkata, “Sesungguhnya kedudukan sabar di dalam iman bagaikan kepala dari tubuh manusia, ketahuilah tidaklah orang itu sempurna imannya bila dia tidak bersabar.” (Syu’abul Iman: 7/124)

❀•◎•❀

• Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam memberi kesempatan anak bermain

Anak tidak bisa diforsir tenaga dan pikirannya hanya untuk belajar. Anak perlu dihibur dengan permainan. Anak tentu bergembira bila diajak main-main, tetapi hendaknya dibatasi waktunya, baik ketika mereka bermain di rumah atau di sekolah, sehingga tidak mengorbankan waktu untuk ibadah dan belajar mereka. Perhatikan kisah di bawah ini. ‘Uqbah bin al-Harits Radhiallahu’anhu mengatakan bahwa,

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ صَلَّى أَبُو بَكْرٍ الْعَصْرَ ، ثُمَّ خَرَجَ يَمْشِى فَرَأَى الْحَسَنَ يَلْعَبُ مَعَ الصِّبْيَانِ ، فَحَمَلَهُ عَلَى عَاتِقِهِ وَقَالَ بِأَبِى شَبِيهٌ بِالنَّبِىِّ لاَ شَبِيهٌ بِعَلِىٍّ . وَعَلِىٌّ يَضْحَكُ

“Abu Bakar Radhiallahu’anhu mengerjakan shalat ‘Ashar kemudian keluar berjalan kaki, lalu dia melihat al-Hasan (cucu Nabi) sedang bermain dengan anak-anak kecil lainnya, lalu Abu Bakar menggendongnya di atas pundaknya dan berkata, ‘Demi bapakku, kamu mirip sekali dengan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam dan tidak mirip dengan Ali. Ali pun tertawa karenanya.” (HR. Bukhari: 3278)

Demikian juga pada masa kecil Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam pernah bermain main dengan temannya, sebagaimana tertera dalam hadits pembelahan dada oleh Jibril tatkala Rasul tengah menggembala kambing. (Lihat HR. Muslim: 236)

Mainan untuk anak bisa dengan hewan semisal burung, asalkan diberi makan, atau mobil-mobilan, atau berupa kegiatan fisik semisal berlarian dan memanjat di tempat yang tidak membahayakan. Lebih baik bila diawasi oleh pengasuhnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian pula untuk anak perempuan, bisa dihibur dengan kesukaannya asal tidak merusak badan dan pikirannya.

Jauhkan mereka dari permainan yang merusak akidah dan akhlak seperti joget, menari, menyanyi, cerita dusta, menggunakan permainan yang merusak badannya seperti petasan, terompet, main domino atau yang berbau judi, dan jauhkan anak dari bermain di tempat yang kotor. Jauhkan permainan yang mengakibatkan anak tidak beradab dengan orang tua, semisal menonton televisi yang banyak maksiatnya dan yang lainnya.

❀•◎•❀

• Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mempermudah urusan kesulitan anak.

Orang tua dan pendidik bisa menyayangi anaknya dengan cara mempermudah urusannya, pada saat dia kesulitan membaca al-Quran, sulit menghafal atau mengerjakan pekerjaan, maka orang tua atau pendidik bisa membantu dan mempermudah urusannya agar dia tetap optimis dan tidak putus asa.

Abu Musa Radhiallahu’anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bila mengutus salah seorang sahabatnya untuk menunaikan tugasnya, beliau berpesan:

بَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا

“Gembirakanlah dan jangan kamu buat mereka benci, dan mudahkan urusannya dan jangan kamu persulit.” (HR. Muslim: 3262)

Jika orang dewasa merasa senang dipermudah urusannya, maka anak yang masih kecil tentu lebih suka dipermudah urusannya dan dibantu kebutuhannya.

❀•◎•❀

• Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam memeluk anak kecil

Pendidik dan orang tua bisa menggaet kecintaan anak atau cucunya dengan cara memeluknya tatkala sedang merasa sedih atau ketakutan, sehingga anak gampang mengikuti arahan orang tua. Hal ini bisa dipraktikkan pada usia anak sekolah TK, PAUD dan sebelumnya. Abu Hurairah Radhiallahu’anhu pernah mengisahkan, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam juga memeluk al-Hasan. (Lihat HR. Bukhari Bab 22). Rasulullah juga pernah mendekap Ibnu Abbas yang masih kecil seraya berdoa,

اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الْكِتَابَ

“Ya Allah, ajarkanlah padanya al-Kitab (al-Qur’an).” (HR. Bukhari: 6728)

• Beliau Shallallahu’alaihi wasallam juga mengajak anak-anak bercanda

Kapan saja bapak, ibu serta pengasuh bisa bercanda dan menghibur anaknya, lakukanlah agar hati mereka tetap mesra dengan bimbingan orang tuanya. Semisal, pada saat ibu sedang memakaikan baju untuk anaknya, dengan kata-kata, “Bagus, kan..?” Sambil diajari doa ketika mengenakan baju. Demikian juga dibetulkan tangan mana yang didahulukan bila mengenakan baju atau ketika menanggalkannya. Tetapi ketika bercanda tidak boleh berdusta, menghina, dan tidak boleh membuat mereka menangis atau bersedih.

Semoga kita sebagai orang tua dan pendidik bisa meneladani Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ketika mendidik anak dan umat. Wallahu a’lam…

Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc adalah mudir Ma'had Al-Furqon Al-Islami Srowo, Sidayu, Gresik, Jawa Timur. Beliau juga merupakan penasihat sekaligus penulis di Majalah Al-Furqon dan Al-Mawaddah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !