Tidak Boleh Malu Dalam Belajar Agama

Sifat malu pada dasarnya adalah sebuah sifat yang terpuji, ia menjadi sifat khusus manusia. Dengan sifat inilah manusia menjadi mulia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إنَّ ممَّا أَدْرَك النَّاس مِن كَلَام النُّبوَّة الْأُولَى : إذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْت

Sesungguhnya diantara yang didapati oleh manusia dari ucapan kenabian yang pertama; apabila kamu tidak malu maka lakukanlah apa yang kamu mau. (HR. Bukhari: 6120)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

الحَيَاء لا يأتي إلَّا بخير

Sifat malu tidak datang kecuali dengan kebaikan. (HR. Bukhari: 6117, Muslim: 37)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

خُلق الحَيَاء مِن أفضل الأخلاق وأجلِّها وأعظمها قدرًا وأكثرها نفعًا، بل هو خاصَّة الإنسانيَّة، فمَن لا حياء فيه، فليس معه مِن الإنسانيَّة إلَّا اللَّحم والدَّم وصورتهما الظَّاهرة، كما أنَّه ليس معه مِن الخير شيء

Sifat malu diciptakan termasuk akhlak yang paling utama, paling mulia dan paling agung kedudukannya serta paling banyak manfaatnya. Bahkan ia adalah yang mengkhususkan sifat kemanusiaan. Barang siapa yang tidak memiliki sifat malu maka tidak ada sifat kemanusiaan bersamanya selain daging, darah dan rupa zahirnya saja, sebagaimana pula dia tidak memiliki kebaikan sedikitpun. (Miftah Daris Sa’adah: 1/277)

Bahkan malu merupakan bagian dari keimanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ -أو بِضْع وستُّون- شُعْبَة ، أَعْلَاهَا : قَوْل : لَا إلَهَ إلَّا اللَّه . وَأَدْنَاهَا : إمَاطَةِ الْأَذَى عَنْ الطَّريق . وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِن الْإِيمَان

Iman ada tujuh puluh sekian -atau enam puluh sekian- cabang. Yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaaha illallah, sedangkan yang paling rendah adalah menyingkirkan ganguan dari jalan. Dan malu merupakan bagian dari iman. (HR. Muslim: 35)

Diringkas dari artikel Islamway.net dengan judul Fadhlu al-Haya’

Namun apabila malu tersebut mengahalangi kita dari mempelajari agama maka itu adalah malu yang tidak pada tempatnya dan malu yang tercela. Karena belajar agama itu hukumnya wajib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.”(HR. Ibnu Majah: 224)

Maka jangan sampai sifat malu menghalangi kita dari belajar agama sehingga menyebabkan kita meninggalkan kewajiban sebagai seorang muslim dan muslimah.

Oleh sebab itulah, salah satu kelebihan para wanita Anshar, mereka mampu menepis rasa malunya jika hal itu untuk kebaikan, yaitu dalam menuntut ilmu. Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu anha pernah menuturkan:

نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَمْنَعْهُنَّ الحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّيْنِ

Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka untuk tafakkuh (mempelajari) agama.” (Shahih Bukhari hal. 34)

Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Ummu Sulaim radhiyallahu anha, ia tidak malu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai hal yang dianggap tabu oleh sebagian besar kaum wanita. Dari Ummu Salamah radliyallaahu anha ia berkata:

جَاءَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي مِنْ الْحَقِّ فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَتْ الْمَاءَ فَغَطَّتْ أُمُّ سَلَمَةَ تَعْنِي وَجْهَهَا وَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَتَحْتَلِمُ الْمَرْأَةُ قَالَ نَعَمْ تَرِبَتْ يَمِينُكِ فَبِمَ يُشْبِهُهَا وَلَدُهَا

Ummu Sulaim datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dalam perkara yang hak. Apakah bagi wanita wajib mandi jika ia bermimpi?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ya, jika dia melihat air.” Ummu Salamah lalu menutupi wajahnya seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah seorang wanita itu bermimpi?” Beliau menjawab: “Ya. Celaka kamu. (jika tidak) Lantas dari mana datangnya kemiripan seorang anak itu?” (HR. Bukhari: 130)

Orang yang malu dalam belajar maka selamanya ia tidak akan mendapatkan ilmu. Imam Bukhari menyebutkan secara mu’allaq dalam Shahihnya Kitabul Ilmi Bab: Al-Haya’ fil Ilmi, sebuah atsar dari Mujahid rahimahullah, ia mengatakan:

لَا يَتَعَلَّمُ العِلْمَ مُسْتَحْي وَلَا مُسْتَكْبِر

Tidak akan mendapatkan ilmu seorang yang pemalu dan seorang yang sombong.” (Shahih Bukhari hal: 34, cet. Darus Salam, Riyadh)

Oleh sebab itu, dalam belajar agama jangan ada sifat malu, karena bukan pada tempatnya. Jangan malu belajar ketika sudah berumur, jangan malu jika sulit paham, jangan malu membahas tentang masalah haidh, mani, jima’, dst. Sebab itu bagian dari agama kita, ada hukum-hukum syari’at yang mesti kita pelajari. Sedangkan memepelajari agama hukumnya wajib. Semoga Allah memberikan kita ilmu yang bermanfaat.

Baca juga Artikel:

NASEHAT UNTUKKU DAN KAMU, PARA PENUNTUT ILMU

Selesai disusun di Jatimurni Bekasi, Sabtu 14 Jumada Akhir 1441 H/ 8 Februari M, Kala hujan turun di pagi hari.

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !