TIGA KEADAAN, DI MANAKAH KITA BERADA?

Jika kita perhatikan, di setiap helaan nafas ini kita tak lepas dari tiga keadaan. Dalam ketaatan (ibadah), atau perkara mubah atau maksiat. Keadaan pertama adalah tujuan sebenarnya hidup kita, bagaimana kita bisa menjadikan semua langkah kaki, gerak gerik dan seluruh bagian dari cerita perjalanan hidup kita menjadi sebuah ibadah yang berpahala. Itulah harapan dan do’a kita. Bukankah Allah berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al An’am: 162)

Namun, jika kita tak mampu menjadikan semua hidup kita menjadi ibadah maka hendaknya kita berhenti dan pada perbuatan yang mubah, yaitu kita tidak berpahala dan tidak juga berdosa. Jangan sampai lewat dari batas itu.

Memang akan datang dimana saatnya kita merasa futur tidak semangat dalam kebaikan, tapi ingat jangan sampai bermaksiat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

“Setiap amal perbuatan memiliki masa semangat dan setiap semangat memiliki masa futur (kurang semangat). Barang siapa yang masa futurnya menuju sunnahku maka ia telah berjalan di atas petunjuk. Dan barang siapa yang masa futurnya kepada selain sunnahku maka ia telah binasa.” (HR. Ahmad, Shahih at-Targhib wat Tarhib: 56)

Intinya kalau futur jangan sampai bermaksiat, itu saja. Dengan kata lain, jika kita tak mampu mendulang pahala maka jangan sampai merajut dosa. Oleh sebab itulah sebagian salafunas shalih dahulu ada yang mengatakan:

إِنْ ضَعَفْتَ عَنْ ثَلاَثٍ فَعَلَيْكَ بِثَلاَثٍ: إِنْ ضَعَفْتَ عَنِ الْخَيْرِ؟ فَأَمْسِكْ عَنِ الشَّرِّ، وَإِنْ كُنْتَ لاَ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تَنْفَعَ النَّاسَ، فَأَمْسِكْ عَنْهُمْ ضُرَّكَ، وَإِنْ كُنْتَ لاَ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تَصُوْمَ، فَلاَ تَأْكُلْ لُحُوْمَ النَّاسِ

“Jikalau engkau tidak mampu melakukan tiga hal maka wajib bagimu melakukan tiga hal. Jika engkau tidak mampu berbuat baik, maka tahanlah dirimu dari berbuat buruk. Apabila engkau tidak bisa memberikan manfaat bagi kepada orang lain maka tahanlah dirimu dari memberikan madharat kepad mereka. Dan apabila engkau tidak bisa berpuasa, maka tahanlah dirimu dari memakan daging manusia (ghibah).” ( Al I’laam bihurmati Ahlil ‘ilmi wal Islam:61)

Maka dari itu, lihatlah di mana kita. Pada posisi mana kita berada. Mari menjaga agar kita selalu dalam keadaan pertama dan tak berkubang pada keadaan yang ketiga.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !