UMAR DAN MAKANAN LEZAT

Dari Qatadah rahimahullah ia menuturkan, ketika Umar radhiyallahu anhu mengunjungi Syam, dibuatkanlah makanan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Tatkala makanan itu dihidangkan, maka Umar radhiyallahu anhu pun mengatakan:

هَذَا لَنَا؟ فَمَا لِفُقَرَاءِ المُسْلِمِيْنَ وَ الَّذِيْنَ مَاتُوا وَ هُمْ لَا يَشْبَعُوْنَ مِنْ خُبْزِ الشَّعِيْرِ؟

“Ini untuk kita? Lantas apa untuk orang-orang fakir kaum muslimin dan mereka yang mati dalam keadaan tidak pernah merasakan kenyang meski hanya dengan roti gandum?”

Khalid bin Walid radhiyallahu anhu menjawab: “Bagi mereka adalah surga.” Maka berlinanglah air mata Umar. Kemudian ia radhiyallahu anhu mengatakan:

لَئِنْ كَانَ حَظُّنَا فِي هَذَا وَ ذَهَبَ أُولَئِكَ بِالجَنَّةِ لَقَدْ بَانُوْا بَوْنًا بَعِيْدًا

“Sungguh jika bagian kita hanya pada hal ini saja sedangkan mereka telah pergi membawa surga maka sungguh benar-benar jauh berbeda.” (Rasa’il Ibnu Abid Dunya: 2/262 cet. Al-Markaz al-‘Arabi Lilkitab, UEA 1421H)

Bandingkan dengan kita sekarang!“Sungguh benar-benar jauh berbeda.” Gelak tawa selalu mewarnai wajah kita ketika dihidangkan makanan yang baru lagi lezat. Bahkan, kita sengaja menghabiskan uang hanya untuk “berwisata kuliner” berburu makanan baru.

Tidak pernahkah kita berpikir seperti Umar?! Bisa jadi bagian kita hanya itu saja yaitu makanan-makanan lezat dunia. Sedang di akhirat kita tak dapat mengecap makanan surga. Bukankah Allah telah berfirman:

فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
 

“Di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia.” Dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (QS. Al-Baqarah: 200)

Oleh sebab itu, makanan sejatinya adalah nikmat dari Allah. Karenanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang untuk menghina makanan meski makanan tersebut tidak kita sukai. Kita tidak dilarang menikmati makanan lezat. Hanya jangan sampai makanan lezat itu melupakan kita terhadap orang-orang miskin di sekeliling kita. Di saat kita bersuka cita menikmati makanan lezat, mereka justru mengusap airmata kesedihan kerena tidak punya apa-apa untuk mereka makan. Silahkan nikmati makanan dunia, namun jangan sampai membuat kita lupa terhadap akhirat.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !