Ushul Tsalatsah – Tiga Perkara Yang Wajib Diketahui Dan Diamalkan Oleh Muslim

Pada pembahasan ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah ingin memaparkan tiga perkara yang wajib diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim dan muslimah. Beliau rahimahullah mengatakan:

اعلم رحمك الله أنه يجب على كل مسلم ومسلمة تلعم ثلاث هذه المسائل والعمل بهن ؛

الأولى : أن الله خلقنا ورزقنا ولم يتركنا هملا ، بل إلينا رسولا فمن أطاعه دخل الجنة ، ومن عصاه دخل النار والدليل قوله تعالى : (إِنَّآ أَرۡسَلۡنَآ إِلَيۡكُمۡ رَسُولٗا شَٰهِدًا عَلَيۡكُمۡ كَمَآ أَرۡسَلۡنَآ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ رَسُولٗا فَعَصَىٰ فِرۡعَوۡنُ ٱلرَّسُولَ فَأَخَذۡنَٰهُ أَخۡذٗا وَبِيلٗا)  المزمل : 15-16

المسألة الثانية : أن الله لا يرضى أن يشرك معه أحد غيره في عبادته ، لا ملك مقرب ، ولا نبي مرسل ، والدليل قوله تعالى : (وَأَنَّ ٱلۡمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدۡعُواْ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدٗا)  الجن : 18

الثالثة : أن من أطاع الرسول ووحد الله لا يجوز له موالاة من حاد الله ورسوله ولو كان أقرب قريب ، والدليل قوله تعالى : (لَّا تَجِدُ قَوۡمٗا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ يُوَآدُّونَ مَنۡ حَآدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوۡ كَانُوٓاْ ءَابَآءَهُمۡ أَوۡ أَبۡنَآءَهُمۡ أَوۡ إِخۡوَٰنَهُمۡ أَوۡ عَشِيرَتَهُمۡۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٖ مِّنۡهُۖ وَيُدۡخِلُهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ أُوْلَٰٓئِكَ حِزۡبُ ٱللَّهِۚ أَلَآ إِنَّ حِزۡبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ)  المجادلة : 22

Ketahuilah, – semoga Allah merahmatimu – bahwasanya wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk mengetahui tiga perkara ini dan mengamalkannya:

Pertama: Allah-lah yang telah menciptakan dan memberi rezeki kepada kita, dan Dia tidak membiarkan kita begitu saja. Akan tetapi, Dia mengutus seorang rasul, barang siapa yang menaati rasul tersebut maka akan masuk surga, dan barangsiapa yang mendurhakainya akan masuk neraka. Dalilnya adalah firman Allah:

Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat. (QS. Al-Muzzammil: 15-16)

Kedua: Allah tidak ridha jika dipersekutukan dengan sesuatu yang lain dalam mengibadahinya, tidak dengan malaikat yang dekat (kedudukan dengan Allah), tidak pula dengan nabi yang diutus. Dalilnya adalah firman-Nya:

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. Al-Jinn: 18)

Ketiga: Barangsiapa yang telah mena’ati Rasul serta mentauhidkan Allah maka tidak boleh baginya untuk loyal (mencintai) orang-orang memusuhi Allah dan Rasul-Nya meski orang tersebut adalah karib kerabatnya yang paling dekat. Dalilnya adalah firman-Nya:

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (QS. Al-Mujadilah: 22)

❀•◎•❀

Tiga perkara wajib ini adalah prinsip hidup seorang muslim dan muslimah. Antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Jika seorang muslim atau muslimah meninggalkan salah satu dari tiga hal ini maka keimanannya bermasalah.

Pertama, Wajibnya beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya

Pada point yang pertama ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ingin menunjukkan bahwa pengakuan terhadap rububiyah Allah seharusnya mengantarkan seorang memurnikan ibadah dan ketaatan hanya kepada-Nya.

Seorang wajib beriman bahwa yang menciptakan dan yang memberinya rezeki adalah Allah, kemudian dia harus menyadari bahwa hidupnya di dunia memiliki tujuan yaitu beribadah kepada Dzat yang telah menciptakan serta memberinya rezeki tersebut. Sebagaimana firman Allah:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ , مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ , إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah mengatakan:

الله إنما خلقنا وخلق لنا هذه الأرزاق ، والإمكانيات لحكمة عظيمة وغاية جليلة وهي أن نعبده

Allah hanya menciptakan kita serta menciptakan semua rezeki ini dan kemampuan untuk hikmah yang sangat agung serta tujuan yang sangat mulia yaitu agar kita beribadah kepada-Nya. (Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah: 31)

Untuk mewujudkan tujuan penciptaan tersebut, Allah tidak membiarkan manusia begitu saja kebingungan, akan tetapi Dia mengutus Rasul-Nya ﷺ yang bertugas mengajari tata cara ibadah dan membimbing manusia untuk beribadah dengan benar kepada Allah.

Oleh karena itu, ibadah harus sesuai dengan tuntunan Rasul ﷺ. Jika menyelisihi atau mengamalkan sesuatu ibadah yang tidak diajarkan Rasul ﷺ maka terlarang dan ibadah tersebut tertolak (tidak akan diterima). Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa mengamalkan suatu perkara yang tidak kami perintahkan, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim: 1718)

Dari sinilah para ulama mengatakan, bahwa syarat diterimanya ibadah ada dua yaitu: Pertama, Ikhlas dan kedua, sesuai dengan tuntunan Rasul ﷺ (mutaba’ah)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:

فإن للعمل المتقبل شرطين: أحدهما أن يكون خالصا لله وحده، الآخر أن يكون صوابا موافقا للشريعة، فمتى كان خالصا ولم يكن صوابا لم يتقبل

“Sesungguhnya untuk amalan yang diterima ada dua syarat; Pertama, ikhlas hanya untuk Allah semata. Kedua, amalannya harus shawab dan sesuai dengan tuntunan syariat. Apabila sebuah amalan itu ikhlash namun tidak shawab (mengikuti tuntunan) maka tidak akan diterima.” (Tafsir Ibnu Katsir: 1/231, Ilmu Ushul al-Bida’: 62)

Inilah point pertama dari tiga perkara wajib diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim dan muslimah

❀•◎•❀

Kedua, Tidak boleh mempersekutukan Allah dengan apapun

Setelah seorang tahu akan tujuan hidupnya di dunia yaitu beribadah kepada Allah maka point yang kedua yang ingin disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yaitu tidak boleh seorang itu beribadah kepada selain Allah bersamaan dengan mengibadahi Allah, karena itulah hakikat kesyirikan.

Secara bahasa ibadah bermakna menghinakan diri serta tunduk. Sedangkan secara istilah yaitu sebagaimana yang didefinisikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:

َاِسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ الله وَيَرْضَاهُ مِنَ الأَعْمَالِ والأَقْوَالِ الظَّاهِرَةِ وَالبَاطِنَة

Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin.” (Ighatsatul Mustafid: 1/39)

Ibadah adalah hak khusus Allah, tidak boleh diberikan kepada selain-Nya. Jika ada satu saja di antara jenis ibadah yang diberikan seorang kepada selain-Nya maka ia telah jatuh dalam kesyirikan.

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah mengatakan : “Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam sesuatu yang merupakan kekhususan bagi Allah.” (Mulakhas Fi Syarhi Kitabit Tauhid: 15)

Nakirah fi Siyaqin Nahyi

Dikalangan ahlul ilmi dikenal sebuah kaidah berkaitan dengan bahasa yaitu:

النَكِرَةُ فِيْ سِيَاقِ النَّهْيِ يُفِيْدُ العُمُوْمَ

“Kata nakirah (tidak jelas) yang terdapat pada redaksi larangan bermakna umum.”

Di dalam ayat yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berlaku kaidah ini, Allah berfirman:

وَأَنَّ ٱلۡمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدۡعُواْ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدٗا

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. Al-Jinn: 18)

Di dalam ayat ini kata “ahadan” adalah kata nakirah sedangkan kontek ayat ini adalah larangan. Maka berlakulah kaidah ini. Sehingga, larangan mempersekutukan Allah itu mencakup umum. Tidak boleh mempersekutukan dengan apapun apakah itu seorang nabi, malaikat, wali dan orang shalih, atau pun batu, kayu, laut, gunung, dst. Atau bahkan, urusan dunia.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Dan janganlah engkau jadikan dunia sebagai sekutu bagi Allah. Seorang  apabila tujuan utamanya adalah dunia maka ia menjadi hamba dunia sebagaimana sabda Rasulullah :

تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ، تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamisah dan khamilah.” (HR. Bukhari: 2887)” (Al-Qaulul Mufid: 1/30-31) Artinya ia telah mempersekutukan Allah dengan dunia.

Inilah point kedua dari tiga perkara wajib diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim dan muslimah

❀•◎•❀

Ketiga, Tidak loyal (mencintai) orang-orang kafir

Point yang ketiga yang ingin disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dari tiga perkara yang wajib diketahui dan diamalkan setiap muslim, tidak kalah pentingnya dengan dua point sebelumnya.

Seorang muslim setelah dia beriman, mengikuti tuntunan Rasul dan memurnikan ibadah hanya kepada Allah, maka selanjutnya dia harus bisa menempatkan rasa cinta dan benci pada tempatnya. Tidak boleh dia mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya sebagaimana tidak boleh juga baginya untuk membenci orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Prinsip ini penting dipahami, karena banyak orang yang mengaku beriman kepada Allah, mengikuti Rasul dan beribadah kepada Allah akan tetapi mereka justru mencintai orang-orang kafir, menjadikan mereka figur teladan dan idola yang dikagumi, padahal Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ قَدْ يَئِسُوا مِنَ الْآخِرَةِ كَمَا يَئِسَ الْكُفَّارُ مِنْ أَصْحَابِ الْقُبُورِ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (QS. Al-Mumtahanah: 13)

Prinsip seorang mukmin adalah membenci kekafiran, kesyirikan serta pelakunya. Prinsip ini adalah prinsipnya Abul Anbiya dan penghulunya orang-orang bertauhid yaitu Nabi Ibrahim alaihissalam. Allah berfirman:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. (QS. Al-Mumtahanah: 4)

Inilah salah satu pokok akidah Ahlussunnah wal Jama’ah yaitu mencintai orang-orang yang beriman dan membenci orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya ﷺ. Meskipun mereka adalah orang dekat.

Tidak terbawa perasaan, jika memang jelas mereka memusuhi Allah dan Rasul-Nya ﷺ maka mereka harus dibenci. Allah berfirman:

لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. (QS. Al-Mujadilah: 22)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: Said bin Abdul Aziz dan yang lain mengatakan, ayat ini diturunkan untuk Abu Ubaidah Amir bin Abdillah bin al-Jarrah radhiyallahu anhu ketika ia membunuh ayahnya di perperangan Badr.

Karenanya, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu pada saat menetapkan pemilihan khalifah setelahnya berdasarkan musyawarah, ia mengatakan kepada enam orang ahlu syura tersebut:

وَلَوْ كَانَ أَبُوْ عُبَيْدَةَ حَيًّا لَاسْتَخْلَفْتُهُ

“Andaikata Abu Ubaidah masih hidup niscaya aku akan menjadikannya khalifah.” (Tafsir al-Qur’an al-Azhim: 8/25)

Karena apa?! Karena Abu Ubaidah bin Jarrah dipuji oleh Allah serta direkomendasi bahwa ia memang seorang yang beriman kepada-Nya dan hari akhir. Karena ia meletakkan cinta dan benci pada tempatnya. Tak segan untuk memerangi ayahnya sendiri lantaran ayahnya jelas dan terang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.

Tetapi satu hal yang harus kita pahami pula, bahwa kebencian kita kepada kekafiran yang ada pada seseorang tidak serta merta menjadikan kita berlaku buruk kepadanya, menzalimi dan tidak adil kepadanya. Kita juga diperintakan untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada siapa saja termasuk kepada orang kafir. Allah berfirman:

 لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Allah juga berfirman:

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. (QS. Al-Maidah: 8)

Faidah: Larangan membajak hak cipta seperti software komputer dan aplikasi meski yang memiliki hak cipta itu adalah orang kafir karena itu termasuk kezaliman.

❀•◎•❀

Inilah tiga perkara wajib diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim dan muslimah. Oleh sebab itu, marilah kita menyadari bahwa hidup kita ini untuk ibadah, hanya untuk Allah tidak untuk yang lain dan kemudian kita harus benci kepada kekafiran, kesyirikan serta pelakunya. Wallahu a’lam

Baca juga artikel berikut:

Selesai disusun di Maktabah Az-Zahiriy Jatimurni Bekasi, Sabtu 6 Dzul Qa’dah 1441/ 27 Juni 2020

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !