WAHAI ANAKKU, BAHAGIAKANLAH KAMI DENGAN KESHALIHANMU!

Anak, adalah satu dari sekian banyak kebahagiaan. Tapi, kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika mereka tumbuh besar menjadi orang-orang yang shalih. Anak adalah kebanggaan, namun kebanggaan itu ketika mereka tumbuh menjadi hamba Allah bukan hamba dunia.

Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengabarkan tentang anak-anak yang patut dibanggakan, beliau tidak menyebut pendidikannya yang tinggi, atau pekerjaan yang baik, atau bentuk fisik yang kuat dan rupawan. Hanya satu, yaitu anak yang shalih yang bisa mendo’akan kedua orang tuanya.

 إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila seorang meninggal dunia maka terputuslah semua amalannya kecuali dari tiga; kecuali dari shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak yang shalih yang mendo’akannya.” (HR. Muslim: 1631)

Bukan anak yang tidak bisa menengadahkan tangannya untuk mendo’akan ayah ibunya, lantaran tangan itu terlalu lelah karena mengejar dunia. Bukan anak yang selalu lupa, alih-alih ingat dengan ayah ibunya dengan dirinya saja ia lupa.

Anak yang patut untuk dibanggakan adalah anak yang punya sesuatu yang dapat membanggakan kita di akhirat bukan di dunia. Yaitu tatkala kita dipakaikan mahkota kemuliaan disebabkan anak-anak kita. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ القُرْآنَ وَتَعَلَّمَ وَعَمِلَ بِهِ أُلْبِسَ وَالِدَاهُ يَوْمَ القِيَامَة تَاجاً مِنْ نُوْرٍ ضَوْؤُهُ مِثْلُ ضَوْءِ الشَّمْسِ ، وَيُكْسَى وَالِدَاهُ حِلَّتَيْن لاَ تَقُوْمُ لَهُمَا الدُّنْيَا فَيَقُوْلاَنِ : بِمَ كُسِيْنَا هَذَا ؟ فَيُقَالُ : بِأَخْذ وَلَدِكُمَا القُرْآنَ

“Barang siapa yang membaca al-qur’an, mempelajari serta mengamalkannya maka pada hari kiamat akan dipakaikan kepada kedua orang tuanya mahkota dari cahaya, sinarnya melebihi sinar mentari, dan keduanya akan diberi pakaian yang lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Sehingga keduanya pun bertanya; ‘Karena apa kami dipakaikan ini??’ Maka dikatakan: ‘Karena sebab anak kalian berdua yang mempelajari al-qur’an.'” (HR. Hakim 1/756, ash Shahihah: 2829)

Anak yang shalih, itulah cita-cita orang tua seharusnya. Maka wajarlah yang diminta oleh Nabi Ibrahim adalah anak yang shalih. Sebagaimana firman Allah menghikayatkan do’a itu:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku anak yang shalih.” (QS. Ash Shaffat: 100)

Maka ajarkanlah mereka, jangan sekadar masalah dunia. Didiklah mereka dengan didikan agama. Percuma ia bergelar tinggi, bergaji besar dapat membelikan rumah mewah untuk Anda, tapi tidak bisa mendo’akannya Anda. Katakanlah pada mereka, “Wahai anakku, bahagiakanlah kami dengan keshalihanmu. Hanya satu pinta ayah dan ibu, ‘Jadilah anak yang shalih, doa kanlah kami, mintakan ampun kepada Allah tatkala kami telah menutup mata untuk berbaring di dalam tanah.'”

Dan sebagai seorang anak, ketahuilah dan katakan pada diri kita “Aku harus bisa membahagiakan ayah dan ibu, jika seandainya di dunia aku tak mampu, maka jangan sampai di akhirat pun juga begitu.” Jadilah anak yang shalih bahagiakan orang tua, berikan mahkota pada mereka sebagai ganti dan bentuk balas budi kita.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !