SYIRIK LAGI, SYIRIK LAGI
Kadang kita jadi senyum-senyum sendiri ketika mendengar komentar sebagian orang zaman sekarang tentang syirik. Entah apa sebabnya, seolah ucapannya itu keluar dari hasil penelitian panjang. Padahal, jauh sekali.
Sering kita mendengar ucapan, “Sekarang zaman telah berubah, bukan zaman unta lagi. Tidak tepat kita masih terus-menerus bicara tentang syirik. Manusia di zaman ini sudah sangat tinggi tingkat intelektualnya.” atau
“Syirik, syirik melulu, sekarang saatnya bicara politik. Bagaimana memperbaiki birokrasi kita yang kian hari kian memburuk.” Atau
“Syirik, syirik terus. Ngak sadar banyak kekayaan alam kita sekarang dikuasai orang asing. Itu lihat Freeport, New Mount, Exson, dst.” Atau yang semisalnya.
Sekarang mari kita bicarakan sedikit. Siapa yang tidak kenal dengan Nabi Ibrahim. Apakah ada di antara kita yang masih sangsi terhadap kuatnya tauhid beliau?
Nabi Ibrahim yang dikenal sebagai “Abul Anbiya’ (bapak para nabi)” dan penghulunya orang-orang bertauhid, masih saja khawatir terhadap kesyirikan sampai-sampai beliau berdo’a, sebagaimana yang dihikayatkan oleh Allah dalam firman-Nya:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35)
Ibrahim At-Taimi mengatakan:
وَ مَنْ يَأْمَنُ البَلاَء بَعْدَ إِبْرَاهِيْمَ
“Siapa yang aman dari bala kesyirikan setelah Nabi Ibrahim?” (Fathul Majid hal. 101)
Artinya, jika Nabi Ibrahim saja sebagai ayah para nabi dan penghulunya orang-orang bertauhid merasa tidak aman dari kesyirikan, sampai beliau berdo’a kepada Allah agar dijauhkan darinya, maka selain Nabi Ibrahim lebih layak dan lebih patut untuk takut serta khawatir terhadap kesyirikan.
Kenapa? Karena kesyirikan itu bermacam-macam. Anda mungkin mampu menghindar dari kesyirikan yang jaliy (tampak jelas), tapi bagaimana dengan syirik yang samar-samar? Padahal, ada di antara syirik itu yang lebih samar dari pada suara langkah kaki semut.
Rasulullah pernah bersabda:
” أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا هَذَا الشِّرْكَ ؛ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ ”
“Wahai sekalian manusia, takutlah kalian dari kesyirikan ini, sebab ia lebih samar dari derap langkah kaki semut.” (HR. Ahmad 19606 dihasankan al-Albani dalam Shahih at-Targhib: 36)
Pertanyaannya, siapa gerangan yang mampu mendengar derap langkah kaki semut? Tidak ada manusia yang bisa. Apalagi manusia zaman sekarang,“Boro-boro mendengar suara langkah kaki semut, kadang suara adzan yang pakai speker saja banyak yang tak dengar, itu buktinya masjid banyak yang kosong.”
Oleh sebab itu, kita tidak akan berhenti bicara dan belajar tentang syirik. Kita tidak memungkiri bahwa membicarakan politik, ekonomi, dst itu adalah hal yang perlu. Tetapi, bicara tentang syirik jangan ditinggalkan, justru lebih perlu untuk dibicarakan. Harus jadi prioritas. Semoga bermanfaat.
Gresik, Ma’had al-Furqon al-Islami,