Rindu Pada Ayah
Kita tentu pernah merasa begitu rindu pada ayah. Apalagi jika beliau telah tiada. Ya, itu adalah hal yang wajar, fitrah seorang anak. Para salaf dan orang-orang shalih terdahulu juga merasakan hal yang sama.
Al-Hafizh Yahya bin Abdul Wahhab (cucu Imam Ibnu Mandah) rahimahumullah pernah bercerita: “Pamanku, Ubaidullah mengutarakan kepadaku;
قَفَلْتُ مِنْ خُرَاسَان ، وَمَعِي عِشْرُوْنَ وَقْرًا مِنَ الكُتُبِ ، فَنَزَلْتُ عِنْدَ هَذَا البِئْر – يَعْنِي بِئْرَ مَجَنَّة – فَنَزَلْتُ عِنْدَهُ اِقْتِدَاءً بِالوَالِدِ
‘Aku kembali dari Khurasan dengan membawa 20 muatan kitab, lalu aku singgah di sumur ini -yakni sumur Majannah- dan aku singgah di sampingnya untuk meneladani ayah.’” (Tadzkirah Al-Huffazh: 3/1035, Min A’lami As-Salaf: 472)
Ubaidullah adalah salah seorang anak dari Imam Ibnu Mandah. Kita bisa melihat bagaimana ia melakukan hal itu untuk mengenang ayahnya yang dahulu juga pernah singgah di sumur itu pada saat ia melakukan perjalanan menuntut ilmu.
Coba kita renungkan, apakah gerangan yang mendorong Ubaidullah melakukan hal itu, apakah karena pentingnya sumur itu? Tentu kita sepakat menjawab, tidak. Yang mendorongnya melakukan hal itu adalah rindu pada ayah.
Oleh sebab itu, marilah kita segera berbakti kepada ayah-ayah kita. Jika ia masih hidup, maka segeralah ambil tangannya, ucapkan kata maaf atas banyak kesalahan kita. Sebab, akan datang masanya dimana kita akan merasa sangat rindu kepadanya terlebih pada saat ia telah meninggal dunia. Percayalah..
Baca juga Artikel:
Rugi Besar Karena Enggan Berbakti
Maktabah Az-Zahiriy Jatimurni, Kamis 26 Syawwal 1441H/ 18 Juni 2020 M
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom
Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK