Haruskah Anak Kita Kaya?
Sebagian orang tua yang kurang dalam imannya, mereka bingung ketika mau menyekolahkan anaknya; kemana akan disekolahkan? Pada umumnya mereka tertarik menyekolahkan anaknya ke pendidikan umum. Mengira bahwa anak akan mapan rezekinya dan bisa mencari nafkah di mana-mana bila disekolahkan di pendidikan umum. Sehingga anak mampu meraih kekayaan sesuai bidang keilmuannya.
Dari sinilah mereka menjauhkan anaknya dari pendidikan agama Islam yang membantu ketenangan hati dan kesejahteraan hidup. Inilah sebagian musibah yang menimpa generasi umat akhir zaman, kekhawatiran mereka takut anak miskin dan takut mereka tidak bisa makan.
Makna kaya
Kaya menurut pandangan orang umum, berbeda sekali dengan makna kaya menurut sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, sebagaimana bangkrut di dunia berbeda dengan bangkrut di akhirat. Kaya menurut masyarakat umum adalah orang yang berharta banyak, dan terpenuhi apa yang menjadi keinginannya. Namun kaya menurut syar’i tidak demikian.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kaya hati.” (HR. Bukhari: 5965)
Imam Ibnu Bathal berkata, “Bukanlah yang dinamakan orang itu kaya karena memiliki harta yang banyak, karena umumnya mereka miskin hati, tidak merasa puas dengan yang dimiliki, selalu merasa kurang sehingga terus mencari tambahan. Tak peduli dari mana dia peroleh harta. Seolah-olah dia fakir karena sangat tamaknya mengumpulkan harta.
Adapun hakikat kaya adalah kaya hati, merasa ridha dengan rezeki Allah yang dia terima, walau sedikit. Tidak ada rakus dunia, tidak pula ada keinginan memaksa diri mencarinya, sehingga dia merasa cukup kapan dan di mana saja berada. Ia merasa ridha dengan ketentuan Allah dan dia tahu bahwa pemberian Allah yang dia terima, itulah yang lebih baik.” (Syarah Ibnu Bathal: 19/219)
Imam an-Nawawi berkata, “Kaya yang terpuji adalah jiwa yang merasa cukup dan puas dengan pemberian Allah, sedikit atau banyak dan tidak ambisi dunia. Bukanlah kaya orang yang banyak harta dan senantiasa ingin bertambah hartanya, karena orang yang senantiasa mencari tambahan, berarti dia bukan orang yang kaya.” (Syarah Muslim, an-Nawawi: 4/3)
Dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa yang merasa cukup dan ahli ibadah.” (HR. Muslim: 8/214)
Abul Faraj Ibnul Jauzi berkata, “Ketahuilah, bahwa orang yang qana’ah (ridha dengan rezeki yang ada) itulah orang yang kaya, bukanlah orang kaya karena banyak harta tetapi orang kaya adalah yang merasa puas dengan pemberian yang ada.” (Kasyful Musykil min Ahadits ash-Shahihain: 1/167)
Anak wajib memperkaya ilmu agama
Orang tua wajib mendahulukan anaknya agar memiliki kekayaan ilmu agama untuk menjaga fitrah mereka, apalagi anak kita hidup pada zaman sekarang yang berbeda dengan masa muda kita. Fitnah yang dihadapi oleh anak zaman sekarang lebih berat dan berbahaya, lantaran kecanggihan teknologi yang kurang bijaksana disikapi. Demikian juga media cetak dengan majalah dan buku bacaannya, belum lagi medsos yang berbahaya bila tidak bijak penggunaanya, di samping itu banyak fitnah syubhat yang dipasarkan oleh musuh-musuh Islam di luar sana.
Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, “Di antara sebab hancurnya akidah umat Islam, adalah bertumpang tindih sarana informasi dan teknologi seluruh dunia, sehingga umumnya kurikulum pendidikan tidaklah memperhatikan pelajaran agama kecuali sedikit atau sama sekali tidak disentuh. Di sisi lain sarana teknologi seperti TV, radio, hp, buku bacaan, majalah pada umumya merusak akidah Islam, sarana ini hanya mengedepankan keindahan dunia dan lezatnya, dan sama sekali tidak menyentuh akhlak yang mulia apalagi menanamkan akidah yang benar, sehingga generasi menjadi generasi sekuler.” (Kitab Aqidatu at-Tauhid: 1/13)
Bagaimana agar anak menjadi kaya ilmu agama?
Tidak ada jalan untuk memperkaya ilmu agama bagi anak kita melainkan orang tua harus berilmu agama yang cukup, lalu mendidik anaknya, terutama anak ketika masih kecil, karena orang tua pengasuh pertama kepada anak-anaknya. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tualah yang meyahudikannya atau menasranikannya atau yang memajusikannya, seperti lahirnya binatang ternak, apakah kamu melihatnya dia cacat hidung dan telinganya?” (HR. Bukhari: 5/321)
Apabila orang tua tidak mampu mendidik anaknya, karena keterbatasan ilmu agama atau sibuk mencari penghidupan, hendaknya anak disekolahkan di madrasah atau tempat ilmu yang betul-betul kurikulumnya lebih mementingkan ilmu agama. Pendidiknya dari orang yang berakidah tauhid, Ahli Sunnah, sekalipun pendidikan itu tidak diakui oleh kebanyakan manusia.
Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, “Solusi untuk mengembalikan umat kepada akidah yang benar, hendaknya digalakkan pendidikan akidah Islam, akidah salafiyah untuk semua jenjang pendidikan, dan mengutamakan kurikulum akidah ini dengan cara menguji anak didik sampai dia mapan akidahnya.” (Kitab Aqidatu at-Tauhid: 1/14)
Apakah anak dilarang mempelajari pengetahuan umum?
Ini di antara pertanyaan yang sering dilontarkan oleh orang tua ketika kita mengajak supaya anak kita disekolahkan di madrasah yang lebih mementingkan pelajaran agama. Sebelum dijawab, sudahkah orang tua mendasari anak mendalami ilmu agama di tempat pendidikan yang bisa kita percaya kurikulum, pengajarnya dan dipercaya akidahnya??
Karena ilmu agama adalah ilmu awal (dasar) yang harus menjadi bekal ibadah kita. Ataukah sebaliknya, biarlah anak kita tidak tahu ilmu agama, yang penting anak bisa mengejar pendidikan umum dulu??!!
Tentu kita sebagai umat yang mencintai Islam bisa menjawabnya dengan jujur.
Umumnya kita yang awam menilai pelajaran agama Islam tidak begitu penting. Padahal kalau kita mengenal sejarah para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan para ulama yang kita kagumi, semisal Imam madzhab empat,… Mengapa Imam asy-Syafi’i dan Imam lainnya, mereka telah hafal al-Quran ketika berumur 7 tahun??, tapi mengapa sebagian besar anak kita yang sudah lulus SMA saja, boro-boro hafal!! Bahkan belum lancar membaca al-Qur’an!?? Innalillaahi wainnailaihi raji’un… Inilah yang kita sayangkan.
Apakah anak kita tidak boleh kaya?
Ini juga di antara pertanyaan yang dilontarkan oleh sebagian orang tua ketika kita bicara, “mari kita sekolahkan anak di tempat pendidikan islami”. Memang kami tidak menjumpai dalil dari al-Qur’an atau hadits yang shahih tentang larangan anak kita menjadi kaya. Mengapa demikian? Satu hal penting yang harus digarisbawahi, karena kekayaan dan kemiskinan bukan tanda (barometer) baiknya dan hinanya manusia, akan tetapi itu semua ujian untuk orang yang beriman.
Bahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengajarkan kita agar berlindung dari kufur dan musibah akibat kemiskinan, sebagaimana dzikir yang kita baca pagi dan petang. Tetapi di sisi lain, beliau pun khawatir kepada para sahabat -manusia yang tak tertandingi ilmu dan amal shalihnya- bila mereka ditimpa kekayaan.
Maka dapat kami simpulkan -wallahu a’lam- bahwa kita tidak dilarang memiliki anak yang kaya harta, tetapi bagaimana anak juga diupayakan kaya iman dan rajin beramal shalih, sehingga kekayaan dunianya bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya.
Bahaya anak bila kaya harta, tetapi miskin agama
Tidak menjamin anak yang kaya harta akan menjadi baik pula agamanya, diridhai oleh Allah kehidupan dunianya. Apalagi jika kekayaan tersebut tidak didampingi dengan ilmu agama dan iman. Bahkan berapa banyak orang tua dibuat sedih dan hancur oleh anaknya, bukan karena anak terlalu banyak mendalami ilmu agama dan beramal shalih. Tetapi karena anak kelebihan harta sedangkan hati mereka keras, mereka miskin iman dan krisis akhlak.
Perhatikan kenyataan ini !!!. Karena kebanyakan orang tua lambat menyadarinya. Sehingga setelah menjadi korban anaknya, baru orang tua merintih kepada pemangku pondok pesantren agar bisa menyelamatkan dan mengobati kenakalan anaknya. Sayang, nasi sudah menjadi bubur. Bagaimana anak menjadi baik jika sudah parah terkena penyakit syahwat dan syubhat??! Kecuali yang diselamatkan oleh Allah. Jika di dunia dirundung kesedihan, bagaimana tanggung jawab kita di sisi Allah besok pada hari kiamat? Wallahul mustaan. Semoga Allah Subhanahu wata’ala senantiasa memberi hidayah kepada kita semua.
Mungkinkah anak bisa kaya harta seketika?
Ini bagian yang paling penting. Anak miskin harta bisa menjadi kaya seketika bila orang tuanya kaya, lalu meninggal dunia. Sebab anak akan mewarisinya, jika tidak ada penghalangnya. Atau mungkin saja anak lancar usahanya. Tetapi ilmu agama??? Beda. Ilmu Agama memang berbeda dengan kekayaan dunia. Tidak menjamin anak bisa mewarisi ilmu orang tua yang berilmu agama cukup jika orang tua meninggal. Karena ilmu agama tidak bisa diwariskan secara instan, dijual-belikan, dipinjamkan, digadaikan, atau dicuri. Ilmu agama hanya bisa diperoleh dengan belajar, itu pun butuh waktu yang lama dan taufiq dari Allah Azza wajalla. (Lihat HR. Bukhari: 1/130)
Bahayakah jika anak kita miskin harta, tetapi kaya iman?
In syaa Allah tidak akan berbahaya. Bahkan hati orang tua yang beriman menjadi sejuk. Karena ilmu agama adalah imam hidup orang beriman, dengan ilmu agama anak sanggup menghadapi semua tantangan hidup, karena ia adalah modal utama untuk kebaikan hidup di dunia dan di akhirat.
Banyak sahabat Nabi yang miskin harta, namun sejuk hati mereka karena kaya iman dan amal shalih. Maka, untuk menjadi anak yang shalih tidak perlu banyak harta, cukup diraih dengan ilmu agama. Sehingga dengan ilmu tersebuh ia mampu berbuat baik untuk dirinya, orang tua, dan masyarakat. Bahkan ia akan senang mendoakan orang tuanya walaupun setelah meninggal dunia.
Ya Allah, karuniailah kami anak yang shalih dan shalihah, bukan anak yang kaya namun miskin iman. Kami berdoa sebagaimana doa utusan-Mu Nabi Ibrahim Alaihissalam tatkala meminta anak yang sholeh. Kalau pun anak kami ditakdirkan kaya, maka semoga ilmu agama dapat membimbing mereka melewati ujian tersebut. Semoga Allah Subhanahu wata’ala senantiasa memberkahi kita, anak cucu kita dengan ilmu agama yang cukup, memudahkan kita dan keturunan kita untuk beramal shalih. Aamiin…
Penulis: Ustadz Aunur Rofiq, Lc
Instagram @maribarajacom
Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK
Ayo belanja kitab arab di maribaraja store
Belanja sambil beramal. Dengan belanja di maribaraja store maka anda akan ikut andil dalam kegiatan dakwah dan pendidikan islam. Karena keuntungan dari penjualan 100% akan digunakan untuk operasional dakwah dan pendidikan di Maribaraja.com