
Sebab-Sebab Su’ul Khatimah
Kematian Adalah Pasti
Kematian adalah sesuatu yang pasti. Allah berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Setiap yang bernyawa pasti akan mati.” (QS. Ali Imran: 185)
Siapapun kita pasti akan menjumpai kematian. Hanya menunggu waktunya saja. Dan sekarang kita sedang dalam antrian menunggu waktu itu. Kemana kita hendak lari?!
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ
Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu (QS. Al-Jumu’ah: 8)
Kemana kita akan berlindung?! dalam benteng yang kokoh?! dalam banker baja?!
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh (QS. An-Nisa’: 78)
Anggaplah kita hidup sampai tua. Tapi, seberapa lamakah? Rasulullah bersabda:
أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ
“Umur umatku antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun. Sedikit sekali yang lebih dari itu.” (HR. Ibnu Majah: 4236, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah: 757)
Oleh karena itu, orang cerdas adalah orang yang mempersiapkan kematian yang baik dan kehidupan yang baik setelah mati. Ibnu Umar berkata: Seorang laki-laki dari kalangan Anshar bertanya: “Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:
أَكْثَرُهُمْ ذِكْرًا لِلْمَوْتِ، وَأَشَدُّهُمْ اسْتِعْدَادًا لَهُ، أُولَئِكَ هُمُ الأَكْيَاسُ، ذَهَبُوا بِشَرَفِ الدُّنْيَا وَكَرَامَةِ الآخِرَةِ.
“Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk menghadapinya. Mereka itulah orang-orang yang cerdas, mereka telah pergi membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat.” (HR. Ibnu Majah: 4259)
Akhir Adalah Penentu
Nabi bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ، ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ.
“Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dalam waktu yang lama dengan amalan penghuni surga, kemudian diakhiri amalnya dengan amalan penghuni neraka. Dan sungguh seseorang benar-benar beramal dalam waktu yang lama dengan amalan penghuni neraka, lalu diakhiri amalnya dengan amalan penghuni surga.” (HR. Muslim: 2651)
Dalam riwayat lain beliau bersabda:
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada penutupnya (akhirnya).” (HR. Bukhari: 6493)
Hakikat Su’ul Khatimah
Mati dalam keadaaan bermaksiat atau kondisi tidak Allah ridhai, meskipun secara zhahir terlihat baik atau biasa saja. Semua orang kafir dan munafik matinya suul khatimah
Sebab-Sebab Su’ul Khatimah
Suul khatimah pasti disebabkan oleh dosa (akidah yang sesat atau ibadah yang salah atau akhlak yang buruk)
- Syirik dan kekufuran (masuk juga: Liberal, Sekuler, Mengolok ajaran agama)
Allah berfirman:
وَلَوْ تَرَىٰ إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلَائِكَةُ، يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ، وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ (٥٠)
ذَٰلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ، وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ (٥١)
(50) “Dan kalau kamu (Muhammad) melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir, mereka memukul wajah dan punggung mereka (seraya berkata): ‘Rasakanlah azab neraka yang membakar!’” (51) “Itulah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan sesungguhnya Allah tidak menzalimi hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Anfal: 50-51)
Allah juga berfirman:
وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ، وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ، أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمْ، الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ، بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ، وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ.
“Dan (alangkah ngerinya) jika kamu melihat ketika orang-orang zalim berada dalam sakratul maut, dan para malaikat membentangkan tangan-tangan mereka (sambil berkata): ‘Keluarkanlah nyawamu!’ Pada hari ini kamu dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar, dan kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-An’am: 93)
Orang kafir pasti suul khatimah, tapi kita tidak bisa melihat
- Kemunafikan (Tidak ikhlas dalam beramal)
Shalih secara zhahir tapi tidak secara batin
نَظَرَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إلى رَجُلٍ يُقاتِلُ المُشْرِكِينَ، وكانَ مِن أعْظَمِ المُسْلِمِينَ غَناءً عنْهمْ، فقالَ: مَن أحَبَّ أنْ يَنْظُرَ إلى رَجُلٍ مِن أهْلِ النَّارِ، فَلْيَنْظُرْ إلى هذا فَتَبِعَهُ رَجُلٌ، فَلَمْ يَزَلْ علَى ذلكَ حتَّى جُرِحَ، فاسْتَعْجَلَ المَوْتَ، فقالَ بذُبابَةِ سَيْفِهِ فَوَضَعَهُ بيْنَ ثَدْيَيْهِ، فَتَحامَلَ عليه حتَّى خَرَجَ مِن بَيْنِ كَتِفَيْهِ، فقالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: إنَّ العَبْدَ لَيَعْمَلُ، فِيما يَرَى النَّاسُ، عَمَلَ أهْلِ الجَنَّةِ وإنَّه لَمِنْ أهْلِ النَّارِ، ويَعْمَلُ فِيما يَرَى النَّاسُ، عَمَلَ أهْلِ النَّارِ وهو مِن أهْلِ الجَنَّةِ، وإنَّما الأعْمالُ بخَواتِيمِها
Nabi ﷺ memandang seorang laki-laki yang sedang berperang melawan orang-orang musyrik, dan dia termasuk orang yang paling hebat bantuannya bagi kaum Muslimin. Maka beliau ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang ingin melihat seorang penghuni neraka, maka lihatlah orang ini.” Lalu ada seseorang yang mengikutinya, dan dia terus mengamatinya sampai orang itu terluka, lalu dia ingin segera mati, maka dia meletakkan ujung pedangnya di tengah dadanya, kemudian menekannya hingga menembus punggungnya dan dia pun mati bunuh diri. Maka Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya ada seorang hamba yang beramal dengan amalan penghuni surga di mata manusia, namun dia adalah penghuni neraka. Dan ada yang beramal dengan amalan penghuni neraka di mata manusia, namun dia adalah penghuni surga. Sesungguhnya amal itu tergantung pada penutupnya (akhir hidupnya).” (HR. Bukhari: 6493)
Syiar munafik: suka pamer (riya), karenanya Nabi sangat khawatir. Beliau bersabda:
«إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكَ الأَصْغَرُ».قالوا: وما الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يا رَسُولَ اللهِ؟ قالَ: «الرِّيَاءُ».
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya: “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Riya’ (pamer amal).”
Tiga golongan pertama diazab adalah orang yang berjihad, belajar dan mengajar agama, bersedekah tapi riya. (dalam HR. Muslim1905)
- Terus menerus dalam kemaksiatan dan menunda taubat
Seorang tidak tercela saat ia berbuat dosa jika ia segera menyadari dan segera bertaubat, karena tidak satu manusia pun yang lepas dari kesalahan. Nabi bersabda:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak Adam berdosa dan sebaik-baik mereka yang berdosa adalah mereka yang mau bertaubat.” (HR. Tirmidzi: 2499)
Allah berfirman tentang sifat orang yang bertakwa:
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ ۖ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ ۖ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka—dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah?—dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135)
Yang tercela adalah terus menerus serta menunda-nunda taubat. Ini adalah salah satu sebab su’ul khatimah. Diriwayatkan bahwa ketika al-A’sya menuju Madinah untuk masuk Islam, beberapa temannya (kaum musyrik) mencegatnya di jalan seraya berkata; “Hendak kemana engkau?” al-A’sya memberitahu bahwa ia hendak mendatangi Muhammad. Mereka berkata: ”Jangan, sesungguhnya dia akan menyuruhmu shalat.” Al-A’sya menjawab: “Mengabdi kepada Rabb adalah suatu kewajiban” Mereka berkata: “Dia akan menyuruhmu untuk memberikan harta kepada orang-orang miskin.” Al-A’sya menjawab: “Berbuat kebajikan adalah kewajiban” Seorang dari mereka berkata: “Dia akan melarangmu berzina.” Al-A’sya menjawab: “Zina adalah perbuatan keji dan buruk menurut akal. Lagi pula aku sudah tua, tidak membutuhkan hal-hal semacam itu.” Kemudian ada yang berkata: “Dia akan melarangmu minum khamr.” Al-A’sya menjawab: “Kalau yang ini, aku tidak bisa berhenti.” Ia pun kembali seraya mengatakan: “Aku akan memuaskan diri dulu minum khamr selama setahun, kemudian baru aku mendatanginya.” Namun ia tak pernah sampai ke rumahnya, dia jatuh dari untanya hingga lehernya patah dan kemudian mati. (Tafsir al-Qurthubi: 3/440)
Taswif yaitu sifat menunda-nunda dalam perkara kebaikan. Ia adalah sifat berbahaya, apalagi menunda-nunda dalam taubat. Taswif merupakan salah satu senjata ampuh yang digunakan oleh Iblis untuk menyesatkan manusia. Anas bin Malik, mengatakan:
التَّسْوِيفُ جُنْدٌ مِنْ جُنُودِ إِبْلِيسَ عَظِيمٌ ، طَالَمَا خَدَعَ بِهِ
At-Taswif (sikap menunda-nunda) adalah salah satu tentara Iblis yang besar, sering kali Iblis mengelabui manusia menggunakannya. (Qashru Al-Amal karya Ibnu Abid Dunya: 201
Seorang yang terus menerus dalam maksiat serta menunda-nunda taubat akan berkahir dengan su’ul khatimah. Karena seorang akan mati sesuai dengan kebiasaannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يُبعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ
“Setiap hamba akan dibangkitkan sesuai kondisi kematiannya.” (HR. Muslim: 2878)
Maksud dari hadis tersebut dijelaskan oleh Al-Munawi rahimahullah,
أَيْ يَمُوْتُ عَلَى مَا عَاشَ عَلَيْهِ وَيُبْعَثُ عَلَى ذَلِكَ
“Yaitu, ia mati di atas kehidupan yang biasanya ia lakukan dan ia dibangkitkan di atas hal itu pula.” (At-Taisir bi Syarh Al-Jami’ As-Shagir, 2: 859)
Abdul Aziz bin Abi Ruwad berkata: Aku menyaksikan seseorang yang sedang menghadapi kematian dan dia ditalkinkan لا إله إلا الله Pada akhir ucapannya orang tersebut berkata: Dia kafir terhadap apa yang engkau katakana dan dia meninggal dalam keadaan itu, lalu aku bertanya tentang lelaki itu: Ternyata dia adalah seorang yang kecanduan khamar. Abdul Aziz berkata: Takutlah kalian terhadap dosa sebab itulah yang telah mejerumuskannya. Dan cerita yang lain, seseorang dijemput kematian: lalu dikatakan kepadanya: Ucapkanlah: لا إله إلا الله namun dirinya mendendangkan lagu-lagu sehingga ruhnya tercabut. Dan diperintahkan kepada seseorang saat kematiannya : Ucapkanlah لا إله إلا الله dia menjawab : Ah…Ah…aku tidak bisa mengucapkannya. Banyak cerita tentang masalah ini. (Lihat Jami’ul ulum wal hikam, halaman: 173, Al-Jawabul Kafi halaman: 147)
- Tenggelam dalam cinta dunia
Seorang mencintai dunia seperlunya boleh. Tidak mengapa seorang mencintai keluarganya, suka dengan rumah yang bagus, kendaraan dan pakaian yang bagus.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk-tumpuk dari emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran: 14)
Yang terlarang adalah berlebihan, menjadikan dunia sebagai ambisi dan tujuan terbesar. Imam ‘Abdul Haq Al-Isybili berkata : “adapun penyebab “terbesarnya” (su-ul khatimah) adalah; “tenggelam” dalam dunia, berpaling dari “akhirat” dan melakukan kemaksiatan kepada allah ta’ala” (al-‘aaqibah fii dzikril maut 178)
Disebutkan dalam riwayat bahwa:
حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ
“Cinta dunia adalah pangkal dari segala dosa.”
- Teman atau lingkungan yang buruk
Ulama Tabi’in, Mujahid berkata : “Barangsiapa mati, maka akan Datang di hadapan dirinya orang yang Satu majelis (Setipe) Dengannya. Jika ia biasa duduk, di majelis orang yg selalu menghabiskan waktu dalam ‘kesia-siaan’, maka itu yang menjadi ‘temannya’ saat Sakaratul maut. Tapi jika di kehidupannya ia selalu duduk Bersama Ahli Dzikir (yg Senantiasa ingat Allah), maka itulah yang menjadi ‘Teman’ yang akan menemaninya saat “Sakaratul Maut” (At-Tadzkirah Imam Al-Qurthubi I/38)
Ketika Abu Thalib tengah sekarat, datanglah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ternyata disisinya sudah hadir Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata:
يَا عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ
“Wahai pamanku, ucapkanlah Laa ilaha illallah! Satu kalimat yang menjadi pembelaanku terhadapmu di sisi Allah nanti”
Akan tetapi, Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah segera menimpali:
يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ
“Wahai Abu Thalib, apakah engkau membenci agama Abdul Muththalib?” Rasulullah terus menawarkan hal itu kepadanya dan mengulang-ngulang ucapannya. Akan tetapi, mereka berdua pun mengulang-ulangi kata-kata mereka pula. Hingga, Abu Thalib mengatakan suatu yang menjadi akhir ucapannya bahwa dia berada diatas agama Abdul Muththalib, dan ia enggan mengucapkan Laa ilaha illallah. (HR. Bukhari: 4675, Muslim: 24)
Karenanya banyak penyesalan di akhirat nanti lantaran sahabat-sahabat yang buruk ini. Allah berfirman:
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ، يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ، لَّقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي ۗ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنسَانِ خَذُولًا
Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia. (QS. Al-Furqan: 27-29)
Lihat:
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom