Ushul Tsalatsah – Perintah Dan Larangan Terbesar Allah

Pada bagian ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menjelaskan tentang perintah dan larangan terbesar Allah. Sehingga manusia bisa menunaikan perintah itu dan menjadikannya prioritas serta menghindari larangan terbesar Allah tersebut.

   وأعظم ما أمر الله به التوحيد وهو إفراد الله بالعبادة ، وأعظم ما نهى عنه الشرك وهو دعوة غيره معه والدليل قوله تعالى وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

Perintah Allah paling besar adalah tauhid yaitu mengesakan Allah dalam ibadah. Dan larangan Allah yang paling besar adalah syirik yaitu menyembah selain-Nya bersamaan dengan menyembah-Nya. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. (QS. An-Nisa’: 36)

❀•◎•❀

Salah satu konsep hidup beragama seorang muslim adalah lakukan semua yang wajib dan tinggalkan semua larangan. Artinya, jika tidak bisa melakukan banyak ibadah maka cukup lakukan perintah yang wajib-wajib saja sedangkan yang sunnah semampunya. Namun dalam hal larangan maka wajib meninggalkan seluruhnya tanpa pandang bulu. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan semampu kalian.” (HR. Muslim: 1337)

Dalam kesempatan yang lain beliau ﷺ bersabda:

اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ

Jagalah dirimu dari semua keharaman niscaya kamu menjadi orang yang paling ahli ibadah, terimalah pemberian Allah dengan rela niscaya kau menjadi orang terkaya. (HR. Tirmidzi: 2305)

Dari sekian banyak kewajiban yang paling pertama untuk dilakukan adalah mentauhidkan Allah dan dari sekian banyak larangan Allah yang paling pertama untuk ditinggalkan adalah syirik. Mu’adz bin Jabal radliyallaahu anhu pernah menuturkan:

كُنْتُ رِدْفَ النَّبِي صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ، فَقَالَ: يَا مُعَاذُ، تَدْرِى حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ؟ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ؟ قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوا اللَّهَ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا. فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ قَالَ: لاَ تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا

Pernah suatu ketika aku dibonceng oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam di atas seekor himar yang bernama ‘Ufair. Lalu beliau berkata kepadaku: “Wahai Mu’adz, tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah?” Aku menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda:“Sesungguhnya hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka hanya beribadah kepada Allah saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun. Dan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan mengadzab seorang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.” Lantas kemudian aku bertanya: “Wahai Rasulullah, bolehkah aku kabarkan hal ini kepada manusia?” Beliau menjawab: “Jangan kabarkan kepada mereka, nanti mereka meninggalkan amal.” (HR. Bukhari: 2856, Muslim: 30)

Tiga Macam Tauhid dan Pentingnya Tauhid Uluhiyyah

Para ulama menjelaskan bahwa tauhid itu ada tiga macam. Syaikh Muhammad bin Shalih al-utsaimin rahimahullah mengatakan, “Tauhid ada tiga macam, yaitu:

1. Tauhid rububiyah, yaitu mengesakan Allah dalam hal penciptaan, kepemilikan, dan pengaturan. Allah berfirman:

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ

Allah menciptakan segala sesuatu. (QS. Az-Zumar: 62)

2. Tauhid uluhiyyah, yaitu mengesakan Allah dalam ibadah dengan tidak menjadikan apapun bersama Allah sesuatu yang ia ibadahi dan bertaqarub kepadanya sebagaimana ia beribadah dan bertaqarrub kepada Allah.

3. Tauhid asma’ wa shifat, yaitu mengesakan Allah dengan nama dan shifat yang Allah memberi nama dan menyifati diri-Nya dengannya, atau melalui lisan Rasul-Nya. Dan hal itu dengan menetapkan apa yang Allah tetapkan dan menafikan apa yang Ia nafikan tanpa tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil.” (Syarh Tsalatah Al-Ushul: 40)

Pengertian tauhid yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab disini sebenarnya adalah tauhid uluhiyyah. Beliau mengatakan:

وأعظم ما أمر الله به التوحيد وهو إفراد الله بالعبادة

Perintah Allah paling besar adalah tauhid yaitu mengesakan Allah dalam ibadah.

Kenapa Syaikh rahimahullah hanya menyebutkan satu bagian ini? Jawabannya adalah karena pada tauhid inilah manusia itu banyak yang tersesat.

Iblis Dan Fir’aun Sekalipun Mengakui Rububiyah Allah

Beliau ingin menkankan bahwa seharusnya perhatian seorang itu lebih terfokus pada tauhid uluhiyyah ini, jangan hanya sekedar mentauhidkan Allah secara rububiyah. Sebab secara fitrah manusia itu mengakui bahwa yang menciptakan dan mengatur alam semesta ini adalah Allah, sebagaimana firman-Nya:

 وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (QS. Al-Ankabut: 61)

Bahkan Fir’aun yang merupakan manusia yang paling congkak, yang mengatakan dirinya tuhan, pun sebenarnya mengakui Allah sebagai tuhan yang haq bukan dirinya. Dia menolak dakwah Nabi Musa untuk mentauhidkan Allah tidak lain karena kesombongannya.

Meskipun ia menolak bahkan mengaku sebagai tuhan, sebenarnya hatinya menyakini akan kebenaran apa yang dibawa oleh Nabi Musa. Allah berfirman mengabarkan akan hal itu:

 وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا ۚ فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (QS. An-Naml: 14)

Karenanya, pada saat nyawanya telah sampai dikerongkongan ia pun beriman, namun waktunya telah terlambat. Allah berfirman:

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا ۖ حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنتُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. Yunus: 90)

Bahkan Iblis yang merupakan makhluk terlaknat dan sumber keburukan, pun mengakui Allah sebagai tuhannya. Ketika dia dilaknat oleh Allah dan diusir dari surge ia mengatakan:

 قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. (QS. Al-Hijr: 39)

Oleh karena itulah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menekankan pada tauhid uluhiyyah sebab banyak manusia yang tersesat justru dalam hal ini. Dan karena alasan ini pulalah para rasul diutus oleh Allah sebagaimana firman-Nya:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut.” (QS. An-Nahl: 36)

Hakikat Kesyirikan

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan: “Syirik yaitu menyembah selain-Nya bersamaan dengan menyembah-Nya.”

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah mengatakan : “Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam sesuatu yang merupakan kekhususan bagi Allah.” (Mulakhas Fi Syarhi Kitabit Tauhid: 15)

Dan ibadah merupakan kekhususan hak Allah subhanahu wata’ala. Jika ada satu saja di antara jenis ibadah yang diberikan seorang kepada selain-Nya maka ia telah jatuh dalam kesyirikan.

Imam Ibnu Hajar rahimahullah pernah mengatakan:

المُشْرِكُ أَصْلًا مَنْ وَضَعَ الشَّيْءَ فِي غَيْرِ مَوْضِعِهِ؛ لِأَنَّهُ جَعَلَ لِمَنْ أَخْرَجَهُ مِنَ العَدَمِ إِلَى الوُجُوْدِ مَسَاوِيًا فَنَسَبَ النِّعْمَةَ إِلَى غَيْرِ المُنْعِمِ بِهَا

“Seorang pelaku kesyirikan hakikatnya adalah seorang yang meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Karena ia menjadikan bagi Dzat yang mengeluarkannya dari ketidakadaan menjadi ada (Allah) tandingan, kemudian ia menisbatkan nikmat kepada selain pemberi nikmat.” (Mausu’ah Nadhratin Na’im: 10/4749)

Oleh sebab itulah kesyirikan disebut dengan kezaliman yang paling besar. Allah berfirman:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)

Dakwah Tauhid Adalah Prioritas

Dari penjelasan sebelumnya, jelaslah bahwa tauhid adalah perintah terbesar Allah yang harus ditunaikan oleh setiap manusia sedangkan syirik adalah larangan Allah yang paling utama untuk dijauhi.

Para Nabi dan Rasul menjadikan, prioritas dakwah mereka adalah tauhid. Ini pula yang diajarkan kepada umatnya. Diantara dalil yang menunjukkan akan hal ini adalah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata:

“Ketika Rasulullah ﷺ mengutus Muadz bin Jabal radhiyallahu anhu ke Yaman beliau bersabda kepadanya:

إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهَ – وفي رواية: إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوْا اللهَ- فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُوْمِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ

Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) maka hendaklah pertama kali yang harus kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat La Ilaha Illallah –dalam riwayat yang lain disebutkan: “supaya mereka mentauhidkan Allah”- jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam, jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat, yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang yang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan takutlah kamu dari doanya orang-orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya dan Allah.” (HR. Bukhari: 1395 dan Muslim: 19)

Oleh sebab itu, kita wajib berdakwah dan hal yang pertama sekali kita dakwahkan adalah dakwah tauhid. Bagaimana menyelamatkan manusia dari bahaya kesyirikan, dosa terbesar yang menyebabkan kekal dalam neraka.

Baca juga artikel berikut:

Antara Hak Allah dan Hak Hamba-Nya

Selesai disusun di Maktabah Az-Zahiriy Jatimurni Bekasi, Rabu 24 Dzul Qa’dah 1441/ 15 Juli 2020

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !