Idul Fitri Bukan Sekedar Perayaan, Tapi Perbaikan – Khutbah Idul Fitri 1446H

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اللّهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا صَلَّى مَصْلٍّ وَكَبَّرَ وَاللّهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا صَامَ صَائِمٌ وَأَفْطَرَ, اللّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالحَمْدُ لله كَثِيرًا وَسُبْحَان الله بُكْرَة وَأَصِيْلا

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ؛ رَبٌّ رَحِيمٌ عَفُوٌّ كَرِيمٌ، يَغْفِرُ الذُّنُوبَ، وَيَسْتُرُ الْعُيُوبَ. يُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، وَيُضَاعِفُ الْحَسَنَاتِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ؛ النَّبِيُّ الْأَمِينُ، وَالنَّاصِحُ الْمُبِينُ. رَحْمَةٌ لِلْعَالَمِينَ، وَحُجَّةٌ عَلَى الْخَلْقِ أَجْمَعِينَ، صَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. أما بعد:

 اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Jama’ah kaum muslimin wal muslimat, sidang ‘id rahimakumullah…..

Hari ini adalah hari raya umat Islam. Hari kebahagiaan yang disyariatkan. Menampakkan kegembiraan di hari ini termasuk perkara yang diperintahkan agama. Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata:

إِظْهَارُ السُّرُوْرِ فِي الأَعْيَادِ مِنْ شَعَائِرِ الدِّيْنِ

“Menampakkan kegembiraan pada saat hari raya termasuk syiar agama”. (Fathul Bari 2/443)

Oleh karenanya, mari kita tampakkan kegembiraan, wajah yang berseri, dalam rangka merayakan Idul Fitri

Jama’ah kaum muslimin wal muslimat, sidang ‘id rahimakumullah…..

Gema takbir adalah petanda bahwa bulan Ramadhan telah berakhir. Namun kita berharap, mudah-mudahan kebaikannya tetap membekas pada diri kita. Ramadhan adalah madrasah untuk kita semua. Sebagaimana fungsi dari madrasah, menjadi sarana untuk mendidik seseorang agar menjadi pribadi yang baik; baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan -yang terpenting- baik kepada Tuhannya, maka demikian pula dengan Ramadhan, ia merupakan bulan yang mendidik manusia untuk menjadi pribadi-pribadi yang baik; dari sisi akidah, ibadah maupun akhlak. Karenanya Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai sekalian orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (QS. Al-Baqarah: 183)

Tampak jelas, bahwa syariat puasa menghendaki kita bisa menjadi pribadi yang bertakwa. Orang yang bertakwa adalah orang yang benar akidahnya, benar ibadahnya dan benar akhlaknya dari segala sisi;  akhlak kepada diri sendiri, kepada orang lain dan kepada Tuhan. Orang yang bertakwa adalah orang baik hubungannya kepada Allah dan baik pula kepada makhluk.

Jama’ah kaum muslimin wal muslimat, sidang ‘id rahimakumullah…..

Ramadhan sepatutnya menjadikan kita semakin yakin dengan janji-janji Allah, pahala besar yang Ia sediakan berupa surga yang penuh dengan kenikmatan, sekalipun belum bisa kita lihat dan rasakan.

Ketika kita berpuasa kita mengharap pahala dari Allah, yang semua itu bersifat (ghaib) tertunda di akhirat. Kalau seandainya pahala puasa itu Allah tampakkan berupa bertambahnya nominal harta dalam rekening tabungan kita setiap kali selesai berbuka misalnya, maka tidak akan ada seorang muslim pun yang tidak berpuasa. Tidak akan ada seorang pun yang meninggalkan shalat. Tidak akan ada seorang pun yang tidak mau berinfak. Namun disinilah hikmah Allah. Karenanya orang yang betakwa adalah mereka yang beriman kepada yang ghaib termasuk diantaranya ganjaran dan pahala. Allah berfirman:

الم (1) ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

“Alif Lām Mīm. (1) Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya; (ia adalah) petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, (2) (yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang gaib, mendirikan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 1-3)

Jama’ah kaum muslimin wal muslimat, sidang ‘id rahimakumullah…..

Ramadhan hendaknya membuat kita bertekad untuk memperbaiki ibadah kepada Allah dan menyadari bahwa ibadah itu kebutuhan bukan sekedar kewajiban. Ibadah adalah sumber kebahagiaan. Bukankah di bulan Ramadhan hati kita lebih damai dan tentram?! Hal ini karena ibadah kita bertambah. Sedangkan ibadah itu adalah makanan bagi jiwa kita. Allah berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d: 28)

Semakin seorang itu fokus dan menambah ibadah maka semakin ia mendapatkan ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan. Semakin dekat ia kepada Allah maka semakin ia bahagia. Oleh karena itu, selepas Ramadhan ini marilah kita tetap istiqamah dengan ibadah-ibadah yang sudah kita latih. Shalat wajib ditambah shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, berdzikir dan berdo’a, besedekah dst.

Allah yang kita sembah di bulan Ramadhan tidak ada bedanya dengan Allah yang kita sembah di luar bulan Ramadhan. Maka waspada dan takutlah, jika seorang itu hanya beribadah kepada Allah di bulan Ramadhan saja. Bisyr al-Hafiy rahimahullah pernah mengatakan:

بِئْسَ القَوْمُ قَوْمٌ لَا يَعْرِفُوْنَ اللَّهَ إِلَّا فِي رَمَضَان

“Seburuk-buruknya kaum adalah mereka yang tidak mengenal Allah kecuali hanya pada bulan Ramadhan saja.” (Miftahul Afkar: 2/283)

Tidak ada kata pensiun dalam ibadah. Menjadi hamba Allah tidak terhenti dengan berakhirnya bulan Ramadhan. Kita tetap wajib beribadah kepada-Nya sampai kapan pun. Hanya satu yang dapat menghentikan, yaitu kematian. Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan:

إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ لِعَمَلِ المُؤْمِنِ أَجَلًا دُونَ المَوْتِ ، ثمّ قَرَأ وَاعْبُد رَبّكَ حَتَّى يَأتِيَكَ اليَقِيْنُ

Sesungguhnya Allah tidak menjadikan atas amal seorang mukmin batas selain kematian. Kemudian dia membaca firman Allah: Sembahlah Rabbmu sampai datang kematian kepadamu, (QS. Al-Hijr: 99). (Lathaif al-Ma’arif: 498)

 Jama’ah kaum muslimin wal muslimat, sidang ‘id rahimakumullah…..

Ramadhan hendaknya semakin membuat kita sabar dan bijaksana. Sabar melaksanakan perintah Allah, sabar menahan diri dari setiap larangannya dan sabar mengahadapi keadaan yang sulit.

Ramadhan hendaknya semakin membuat kita bijak mengendalikan emosi. Rasulullah bersabda: Jika seorang sedang berpuasa, maka janganlah ia  berkata keji, membuat kegaduhan, dan berbuat bodoh. Jika ada seseorang mencacinya atau mengajaknya bertengkar, maka hendaklah ia mengatakan; ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’ (HR. Bukhari: 1904, Muslim: 1151)

Ramadhan hendaknya menjadikan kita mampu menahan amarah dan mudah memaafkan, karena inilah sifat orang yang bertakwa. Allah berfirman:

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya (seperti) langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (133) yaitu orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, serta orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali ‘Imran: 133-134)

Jama’ah kaum muslimin wal muslimat, sidang ‘id rahimakumullah…..

Ramadhan hendaknya menjadikan kita lebih bisa mengendalikan hawa nafsu. Memiliki sifat Qana’ah dan tidak tamak terhadap dunia. Sabar dari ambisi buruk dunia.

Karena ketika kita berbuka  puasa kita sadar ternyata sesuatu yang sedikit sudah cukup buat kita. Ambisi untuk memakan semua makanan yang kita lihat dan idamkan selama siang hari, sirna saat air putih, kurma dan cemilan ringan masuk ke perut. Maka hal ini mengajarkan kita untuk qanaah dengan yang halal.

Hal ini sangat kita perlukan karena jika kita telah terjatuh pada ambisi dunia, tidak sabar terhadap godaannya maka kita akan binasa. Dunia ini tidak akan ada habisnya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ وَادِيَانِ وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوْبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

“Seandainya seorang anak Adam memiliki selembah emas, niscaya ia akan menginginkan lembah kedua. Tidak ada yang bisa memenuhi mulutnya kecuali tanah dan Allah menerima taubat orang yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari: 6436, Muslim: 1034)

Maka belajarlah untuk mencukupkan diri dengan yang halal dan jangan tamak terhadap dunia.

 ***

 اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Jama’ah kaum muslimin wal muslimat, sidang ‘id rahimakumullah…..

Sekitar tahun 140 an H, di daerah Abiward (dekat perbatasan Turkmenistan), seorang penyamun (begal, perampok) terkenal dan sangat ditakuti sedang menaiki sebuah tembok rumah untuk melakukan aksinya. Tiba-tiba dan tanpa sengaja ia mendengar seorang membaca firman Allah:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Hadid: 16)

Ia pun terdiam. Ayat itu bagaikan gunung besar yang dijatuhkan kepadanya. Seolah-olah ayat itu baru diturunkan dan ditujukan untuknya. Ayat itu menampar egonya, menyadarkan dirinya, seolah berkata: Sampai kapan kamu seperti ini?! Maka ia turun dari tembok itu, lalu berjalan dengan perasaan remuk redam, senantiasa dibayangi oleh teguran ayat tersebut.

Akhirnya, penyamun itu pun bertaubat. Lalu ia hijrah mencari tempat yang baik untuk mengubah sisa hidupnya. Ia pindah ke Mekah lalu menetap di dekat Masjidil Haram, lalu meninggal disana sebagai hamba yang shalih, ahli ibadah dan ulama. Ia adalah Imam Fuhail bin Iyadh. (Lihat: Siyar A’lam An-Nubala’: 8/423 Cet. Muassasah Ar-Risalah dengan sedikit penyesuaian)

Jama’ah kaum muslimin wal muslimat, sidang ‘id rahimakumullah…..

Lihatlah, hanya satu ayat (pengingat) dapat membuatnya bertaubat dan memperbaiki diri. Lantas bagaimana dengan kita?! Bukankah Allah juga telah mengirimkan tanda kepada kita, bahkan dalam jumlah banyak?! Untuk mengingatkan kita agar kembali kepada-Nya. Lihat dan renungkanlah. Ramadhan demi Ramadhan berganti, Idul fitri demi diul fitri kita lalui. Umur yang semakin bertambah, rambut yang mulai memutih karena uban, kulit yang mulai keriput, orang-orang sekitar yang silih berganti meninggal dunia, ayat-ayat Al-Qur’an yang kita baca, kegelisahan, kekosongan jiwa, kesulitan-kesulitan hidup, dst. Ini sudah lebih dari cukup, oleh karenanya, mari kita segera bertaubat dan memperbaiki sisa umur kita. Kalau tidak sekarang, kapan lagi kita akan berubah?! Kematian tidak menunggu, ia tidak peduli apakah kita sudah bertaubat atau belum. Jika telah tiba waktunya, ia tidak bisa ditunda lagi.

Jama’ah kaum muslimin wal muslimat, sidang ‘id rahimakumullah…..

Ramadhan ini harus menjadi mementum bagi kita untuk berubah menjadi lebih baik. Menjadi hamba Allah yang bertauhid, menjaga shalat, menjadi pribadi yang sabar, pemaaf, tidak berkata kecuali yang baik, meninggalkan maksiat dan perkara yang sia-sia. Menjadikan hidup kita untuk beribadah (mengabdi) kepada Allah. Menjadikan akhirat sebagai tujuan dan ambisi yang senantiasa kita kejar.

Apa yang kita kumpulkan dan seringkali kita bangga-banggakan hari ini berupa perkara dunia, harta, kedudukan, nasab, dst, tidak berguna lagi pada hari itu. Hari dimana kita berjumpa dengan Allah untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatan. Yang akan berbahagia hanyalah orang yang datang dengan hati yang salim (selamat). Allah berfirman:

‏يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ • إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيم ٍ

Di hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang salim. (QS. Asy-Syu’ara’: 88-89)

Maka di hari yang berbahagia ini, mari kita bisikkan ke nurani kita masing-masing bahwa Idul fitri kali ini bukan sekedar perayaan tapi juga perbaikan. “Aku ingin berubah, Aku tidak akan meninggalkan shalat lagi. Aku akan menutup aurat. Aku akan menjaga kewajiban-kewajiban, meninggalkan larangan-larangan Allah. Aku ingin belajar agama, Aku ingin menjadi menjadi pemaaf, selalu berbakti kepada orang tua. Aku ingin menjadi hamba Allah yang bertakwa.”

Semoga ketika malaikat maut mendatangi kita, kita dalam keadaan yang baik. Sehingga Kita pulang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Lalu Allah meridhai kita, memaafkan serta mengampuni dosa-dosa kita, dan memasukkan kita ke surga-Nya, mengumpulkan kita kembali bersama orang-orang yang kita cintai, untuk merasakan kenikmatan yang abadi, selamanya. Amin ya Rabbal ‘alamin.


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَات

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ

اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي رَمَضَانَ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَصَلَاتَنَا وَقِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَتِلَاوَتَنَا اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عَمَلًا صَالِحًا يُقَرِّبُنَا إِلَيْكَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار

تَـقَبَّـلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ ، وَجَعَلَنَا وَإِيَّاكُمْ مِنَ العَائِدِينَ وَالفَائِزِينَ. كُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ، أَعَادَهُ اللَّهُ عَلَيْنَا وَعَلَيْكُمْ بِالخَيْرِ وَاليُمْنِ وَالبَرَكَاتِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْن

 


Lihat:

Arsip Khutbah Maribaraja.Com

Selesai disusun di Komplek Pondok Jatimurni Bekasi

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Back to top button
0
    0
    Your Cart
    Your cart is emptyReturn to Shop
    WhatsApp Yuk Gabung !