PETIK BUAHNYA BUANG RANTINGNYA (Art.Salayok:106)

Ilmu agama adalah jalan keselamatan kita. Oleh sebab itu, di samping semangat, satu hal yang harus diperhatikan yaitu sumbernya, dari mana dan siapa ilmu itu diambil. Harus selektif dan jangan sembarangan. Dengan kata lain, belajar agama itu memang harus pilah pilih guru. Dalam hal ini, jangan mengatakan seperti pepatah arab: 
اِجْتَنِ الثِّمَار وَ أَلْقِ الخَشَبَةَ فِيْ النَّار
“Petik buahnya dan campakkan rantingnya ke api.” (al-‘Adzbul Munir: 2/189 cet. Daru ‘Alamul Fawaid)
“Ambil baiknya tinggalkan buruknya.”  Memangnya tidak boleh??? Ya boleh saja, asalkan Anda seorang ulama yang bisa membedakan antara buah dengan rantingnya. Kalau bukan ulama, jangan coba-coba bisa jadi Anda akan menyesal untuk selamanya.
Zamakhsyari, seorang gembong dan pemuka Mu’tazilah yaitu satu di antara kelompok menyimpang yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Ia mempunyai sebuah kitab tafsir yang diberi nama Al-Kasysyaf. Dengarkan komentar ulama mengenai kitab ini.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “Kitabnya al Kasysyaf mengandung pemikiran-pemikiran mu’tazilah yang sangat banyak yang terkadang tidak dapat diketahui oleh setiap orang. Sampai-sampai al-Bulqini (Ulama madzhab Syafi’i wafat: 824H) pernah mengatakan:
أَخْرَجْتُ مِنَ الكَشَّافِ اِعْتِزَالِيَّاتٍ بِالمَنَاقِيْشِ

‘Aku mengeluarkan pemikiran-pemikiran mu’tazilah dari kitab al-Kasysyaf dengan mengunakan pahat pencabut.’
Hal ini menunjukkan bahwa syubhat pemikiran-pemikiran mu’tazilah itu sangat samar dalam kitab tersebut.” (Syarh al-Manzhumah al-Baiquniyyah: 19 cet. Darul Tsurayya)
Ini komentar ulama. Padahal, jika yang bukan ulama membaca kitab tersebut maka niscaya ia akan mengatakan bahwa kitab itu adalah kitab yang sangat bagus. Terlebih dalan pembahasan segi bahasanya, karena memang Zamakhsyari handal dalam bidang tersebut.
Ini salah satu contoh mudah, sehingga seorang yang bukan ulama tidak akan mampu menerapkan kaidah “Petik buahnya dan buang rantingnya. Ambil baiknya buang buruknya.” Kenapa? Karena ia tidak bisa membedakan mana buah mana ranting. Bisa jadi yang dibawa pulang rantingnya dan yang dibuang justru buahnya.
Pulang menuntut ilmu, bukan ilmu yang didapat tapi justru syubhat yang membinasakan. Oleh sebab itu camkanlah baik-baik nasehat dan wasiat Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah, beliau pernah mengatakan:
  إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.” (Sunan ad-Darimi: 438 Darul Mughni) 
Oleh sebab itu mari kita ingat kembali, ilmu agama ini adalah jalan keselamatan maka cari dan ambillah dari orang-orang yang terpercaya. Pilah pilih dan selektif memilih guru, agar kita benar-benar berjalan di atas jalan keselamatan itu.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !